Seperti sedang menghitung hari
Semalam saya merayakan misa untuk mengenang tujuh hari meninggalnya Bapak Paulus, seorang kerabat saya di Jakarta Timur. Bapak Paulus meninggal di usia 81 tahun, setelah melewati masa-masa yang sulit karena sakit di usia senja ini. Dalam doa umat, ada sebuah intensi doa untuk memohon peneguhan, kekuatan dan perlindungan bagi saya yang merayakan misa, intensi dilanjutkan dengan mendoakan panggilan-panggilan baru di dalam keluarga karena tuaian melimpah tetapi pekerjanya masih sendikit. Saya merasa dikuatkan dengan doa-doa dari keluarga dan umat yang tak hentinya mendoakan para imam. Saya sangat tersentuh dan mengapresiasi keluarga, umat atau kelompok kategorial tertentu yang setia mendoakan ketekunan panggilan kami. Banyak yang selalu mengingatkan: “Salam sehat Romo”, “Jangan lupa dobel maskernya” dan nasihat lainnya. Ini adalah tanda kasih kepada para gembala dari keluarga dan umat. Maka saya mengucapkan terima kasih dan mengapresiasinya serta mendoakan.
Pada pagi hari ini hampir semua WAG mengirim postingan yang sama tentang para colega imam yang barusan dipanggil Tuhan. Ada imam-imam yang usianya masih muda. Tentu saja hal ini menyedihkan umat karena kehilangan gembala-gembala yang masih berusia muda. Rencana Tuhan bukanlah rencana kita, kehendak Tuhan bagi kita adalah keabadian dan kebahagiaan kekal di saat yang paling tepat. Saya mengingat perkataan St. Yakobus dalam suratnya: “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” (Yak 4:13-14). Hal yang sama pernah diungkapkan jauh sebelumnya di dalam Kitab Mazmur, bahwa manusia itu sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat. (Mzm 144:4).
Kedua kutipan Kitab Suci di atas mendorong kita untuk menjaga dan merawat diri kita dengan baik di masa pandemi ini. Memang hidup kita itu seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap, atau seperti angin dan hari-hari hidup seperti bayang-bayang yang lewat. Betapa fana dan sementaranya hidup ini. Namun demikian, Tuhan tetap menghendaki kita untuk menjaga diri kita, merawat tubuh kita dengan baik. St. Paulus dengan tepat mengatakan: “Tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu” (1Kor 3:16).
Kitab Kebijaksanaan memberikan peneguhan kepada kita semua: “Allah tidak menciptakan maut, dan Iapun tak bergembira karena yang hidup musnah lenyap. Sebaliknya Ia menciptakan segala-galanya supaya ada, dan supaya makhluk-makhluk jagat menyelamatkan. Di antaranyapun tidak ada racun yang membinasakan, dan dunia orang mati tidak merajai bumi. Maka kesucian mesti baka. Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri.” (Keb 1:13-15.2:23). Bagi saya perkataan Tuhan ini sangat meneguhkan di masa pandemi, sambil mendengar beraneka berita duka setiap hari. Tuhan menciptakan manusia untuk kebakaan atau keabadian dan Dia sendiri tidak menciptakan maut bagi manusia. Perkataan Tuhan ini mesti dibaca berkali-kali dan merenungkannya dalam-dalam supaya tidak berdampak dalam menghitung hari.
Secara manusiawi ada ketakutan tersendiri dalam menghadapi pandemi ini. Sebab itu menghitung hari memang wajar saja. Namun ada rumusan sederhana dari pengalaman pribadi saya yang menjadi pedoman dalam peziarah hidup ini. Pertama, Saya selalu percaya bahwa Tuhan ada dan Dia tidak mungkin menciptakan maut, dan Iapun tak bergembira karena yang hidup musnah lenyap. Sebaliknya Ia menciptakan segala-galanya supaya ada, dan supaya makhluk-makhluk jagat menyelamatkan. Sebab itu dalam suka dan duka saya selalu mengandalkan Tuhan. Perkataan Tuhan yang selalu saya pegang: “Sine me nihil potestis facere” artinya terlepas dari Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Kedua, saya selalu berusaha untuk berpikir positif tentang diri saya. Misalnya, ketika sakit saya selalu berpikir bahwa saya sehat, dan semuanya tidak apa-apa. Semua penyakit itu datang dari pikiran kita bukan dari orang lain. Pada saat ini banyak orang yang hasil PCRnya positif, bukan karena tidak patuh pada protokol Kesehatan, tetapi karena terlalu sering melihat HP yang isinya C-19 dan PCR serta korban-korbannya. Sekiranya kita bisa sign out saja maka kita pasti baik-baik saja.
Apakah anda sedang menghitung hari? Jangan takut! Tuhan ada dan Dia pasti menjaga dan melindungimu.
P. John Laba, SDB