Homili 17 September 2021

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXIV
1Tim. 6:2c-12;
Mzm. 49:6-7,8-9,17-18-20;
Luk. 8:1-3

Kunci kehidupan Misioner

Saya selalu mengagumi para misionaris yang pernah melayani di kampung halaman saya. Perasaan kagum ini muncul karena mereka adalah orang bule yang begitu bersahabat dengan semua orang dari berbagai lapisan masyarakat. Pengalaman semenjak usia dini ini menjadi benih yang baik untuk pangggilan hidup misioner saya, meskipun saya tidak harus meninggalkan negeri sendiri untuk melayani di luar negeri. Bagi saya, mereka adalah motivator hidup terbaik yang membuat saya menjadi salah seorang gembala saat ini. Saya mengingat seorang Misionaris yang meninggalkan kampung halamannya di Amerika, datang ke Indonesia, belajar Bahasa Indonesia sebentar lalu masuk ke kampung saya untuk melayani hingga menjelang usia senja. Dia dapat berbicara dalam Bahasa daerah kami, memberi homili dalam Bahasa daerah, menyukai makanan tradisional dan elemen-elemen budaya lokal lainnya. Tentu saja ini menarik perhatian anak-anak remaja dan kaum muda untuk menyerupai mereka sebagai imam, biarawan dan biarawati. Dan memang terjadi demikian, salah satunya adalah saya sendiri.

Tuhan Yesus adalah seorang misionaris sejati. Ia sudah menyampaikan visi dan misinya maka Ia pun merealisasikannya. Kita mengingat perkataan-Nya ini: ”Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19). Untuk mewujudkan semuanya ini, Dia berkeliling dan berbuat baik. Keselamatanpun dirasakan oleh orang-orang yang mengikuti-Nya dari dekat saat itu saat itu. Mereka tentu tidak hanya mendengarkan Injil sebagai kabar sukacita, mereka yang sakit dan memiliki kelemahan menjadi sembuh, mereka yang dirasuki setan pun mendapatkan keselamaatan.

Tuhan Yesus tidak sendirian melakukan kehendak Bapa. Dia selalu bersama-sama dengan para murid-Nya. Ini merupakan bagian dari proses pembentukan dan persiapan mereka untuk melanjutkan pekerjaan-pekerjaan Tuhan. Sebab itu Ia selalu berjalan bersama-sama dengan mereka dalam menjalani tugas perutusan-Nya. Di samping itu ada para kolaboratores yang siap mendukung karya Yesus. Mereka adalah para wanita saleh yang memberikan harta kekayaannya karena sudah lebih dahulu mengalami kasih Tuhan. Mereka adalah “Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain.” (Luk 8:2-3). Lihatlah bahwa Tuhan Yesus dalam mewujudkan misi-Nya, Dia melibatkan manusia. Kolaborasi yang baik ini mengajarkan kita semua bahwa tugas perutusan itu akan berhasil kalau kita juga mengandalkan Tuhan untuk berkolaborasi dengan kita dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.

Dalam bacaan pertama kita mendengar kelanjutan surat dari Paulus kepada Timotius. Paulus menasihati Tomotius supaya selalu berbuat baik bagi sesama sebab ada rupa-rupa manusia: “Ada orang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga, percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.” (1Tim 6:4-5). Menghadapi manusia yang problematis seperti ini harus banyak bersabar untuk memenangkan jiwa.

Hal lain yang menjadi tantangan dalam hidup menggereja adalah harta dan uang. Ini bisa mendukung sekaligus menghancurkan peribadatan kepada Tuhan. Berkaitan dengan hal ini, Paulus mengatakan: “Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” (1Tim 6:7-10).

Harta, uang, kedudukan dan popularitas bukanlah kunci kehidupan seorang misionaris. Kuncinya justru cinta, ketaatan, kesederhanaan, ketulusan dan kesetiaan dalam melayani. Yesus melakukan semua ini dalam kehidupan misionernya. Dan Paulus menasihati Timotius: “Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi.” (1Tim 6: 11-12). Semua ini adalah kunci kehidupan misioner Gereja masa kini. Injil dan Kerajaan Allah akan berkembang karena orang setia memegang kuncinya dan berpasrah kepada Tuhan.

Hari ini kita mengenang Santo Robertus Bellarminus. Dia pernah berkata: “Barangsiapa menemukan Tuhan akan menemukan segalanya, sebaliknya barangsiapa kehilangan Tuhan akan kehilangan segalanya.” Semoga kita menemukan Tuhan sebagai kunci utama kehidupan misioner Gereja kita. St. Robertus Belarminus, doakanklah kami. Amen.

P. John Laba, SDB