Homili Hari Minggu Adven ke-IV/C – 2021

Hari Minggu Adven IV/C
Mi. 5:1-4a;
Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19;
Ibr. 10:5-10;
Luk. 1:39-45

Sukacita Natal mulai terasa

Saya merasa bahagia ketika mendengar pasangan-pasangan suami dan istri yang saya berkati di gereja, memohon doa ketika mereka sedang menantikan kelahiran anak-anak mereka. Sebuah penantian yang panjang disertai doa tanpa henti dan harapan kepada Tuhan membuahkan sukacita besar bagi keluarga. Seluruh anggota keluarga besar pasti menyatakan rasa syukurnya kepada Tuhan atas kelahiran baru di dalam keluarga. Ada sukacita besar karena kelahiran seorang anak di dalam keluarga dapat mempersatukan keluarga-keluarga. Ada yang akan disapa ayah dan ibu, kakek dan nenek, om dan tante.

Kita sedang berada di hari Minggu ke-IV masa Adven. Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini semakin membuka wawasan kita untuk bersukacita dalam masa adven ini karena kedatangan Tuhan benar-benar nyata dan pasti di dalam sejarah. Nubuat para nabi tentang kedatangan Mesias bukan hanya sekedar obrolan belaka tetapi benar-benar menjadi nyata. Kita mendengar di dalam bacaan pertama dari Kitab Mikha. Beliau adalah seorang nabi yang bernubuat bersamaan dengan nabi Yesaya. Apa yang sudah dikatakan oleh nabi Yesaya: “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes 7:14) akan menjadi kenyataan. Mengapa nubuat Tuhan melalui Mika dikatakan akan menjadi kenyataan, karena melalui Mikha, Tuhan menunjukkan tempat kelahiran sang Mesias yaitu Bethlehem, kota Raja Daud.

Kita mendengar nubuat Mikha berikut ini: “Tetapi engkau, hai Betlehem di wilayah Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mi 5:2). Nama Bethlehem disebutkan sebagai tempat kelahiran Mesias yang nantinya akan disapa ‘Anak Daud’. Hal ini menjadi nyata karena Tuhan Yesus Kristus sendiri dalam silsilah-Nya merupakan keturunan Daud, dan akan disapa sebagai Anak Daud. Dikatakan juga dalam nubuat Mikha bahwa seorang perempuan akan mengandung dan melahirkan seorang anak, dan anak itu akan mempersatukan saudara-saudaranya laksana seorang gembala dalam kuasa Tuhan Allah. Lagi-lagi nubuat Mikha menjadi nyata ketika Maria yang dipilih Tuhan mengandung dan melahirkan Anaknya Yesus Kristus di Bethlehem. Dia adalah Gembala yang baik dan kelahiran-Nya disaksikan dan dimuliakan oleh para gembala. Dia mempersatukan semua orang dan persekutuan ini masih tetap dirasakan di dalam Gereja.

Penulis surat kepada jemaat Ibrani melihat sosok Yesus sebagai Imam Agung. Dia tidak hanya sebagai gembala yang mempersatukan manusia sebagaimana dinubuatkan Mikha, lebih dari itu Dia adalah Imam Agung yang menyatukan kita dengan Bapa di surga melalui ketaatan-Nya. Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai sosok yang taat kepada Bapa. Kita membaca di dalam surat kepada jemaat di Ibrani: “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua. Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.” (Ibr 10:9-10). Tuhan Yesus mempersembahkan diri-Nya sampai tuntas untuk keselamatan manusia. Kita semua dikuatkan karena dalam masa adventus ini, kita merenungkan misteri inkarnasi yang terhubung langsung oleh misteri paskah. Suatu kesatuan yang menyelamatkan kita semua.

Sabda Tuhan di dalam bacaan pertama dan kedua menjadi nyata dan sempurna dalam bacaan Injil. Santo Lukas melukiskan sebuah kunjungan dan perjumpaan yang menakjubkan antara empat pribadi. Dua ibu yang sedang hamil dengan sejarah tersendiri dan dua anak yang masih ada di dalam Rahim mereka. Dikisahkan bahwa Maria ketika menerima khabar sukacita, mendapat informasi juga tentang saudarinya Elizabeth yang sedang hampil tua, padahal dia sudah dianggap mandul. Maria tentu merasa Bahagia untuk mengunjunginya, sekaligus meneguhkan dan melayaninya. Sebab itu ia melakukan perjalanan yang cukup jauh dari Nazareth ke Ein Karem (Ibrani: עֵין כֶּרֶם). Jarak antara Nazareth dan Ein Karem adalah sekitar 155km. Ini berarti butuh 3-4 hari bagi para pejalan kaki.

Perjumpaan ditandai dengan mengucapkan salam. Bunda Maria tentu mengucapokan perkataan ini: Shalom aleichem (Ibrani: עֲלֵיכֶם שָׁלוֹם‎) artinya damai bagimu. Elizabeth yang nendengar ucapan salam ini penuh dengan Roh Kudus, dan Yohanes di dalam rahimnya pun melonjak kegirangan. Elizabeth berkata kepada Maria: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (Luk 1:43-45). Perhatikan jawaban Elizabeth ini: Sebuah apresiasi, pujian istimewa bagi Maria dan bayi Yesus di dalam rahimnya. Maria diakui sebagai orang beriman. Dia yang percaya kepada Tuhan dan janji Tuhan menjadi nyata.

Pada hari Minggu Adven ke-IV ini kita semua diarahkan kepada sosok Yesus yang menbawa sukacita kepada semua orang. Ia masih berada di dalam rahim Maria tetapi Dia sendiri sudah membawa sukacita kepada sesama. Yohanes Pembaptis dan orang tuanya adalah orang-orang pertama merasakan khabar sukacita setelah Maria dan bersama Maria. Tuhan Yesus datang dan membawa sukacita kepada manusia. Bagaimana dengan kita? Apakah kita membawa sukacita kepada sesama seperti Maria? Apakah kita membawa Yesus sumber sukacita kepada saudari dan saudara yang tidak berpengharapan. Tuhan sudah dekat, mari kita menantikan kedatangan-Nya dengan sukacita. Sukacita Natal mulai terasa dan harus terasa di dalam hidup ini.

P. John Laba, SDB