Homili 27 Juli 2022

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XVII
Yer. 15:10,16-21
Mzm. 59:2-3,4-5a,10-11,17-18
Mat. 13:44-46

Merenung Kerajaan Surga

Saya mengingat sharing seorang bapa yang mengaku bahwa ketika berdoa di Gereja, matanya selalu tertuju ke Tabernakel, tempat Sakramen Mahakudus diletakkan. Baginya, ini merupakan saat penuh rahmat di mana ia merasa yakin dapat bersekutu dengan Tuhan. Dengan memandang Yesus dalam sakramen Mahakudus, ia boleh menikmati kasih dan kebaikan Tuhan. Ia boleh mengalami indahnya Kerajaan Surga dalam hidupnya. Bagi saya, ini adalah sebuah pengalaman rohani yang sederhana. Orang membangun relasi dengan Tuhan Allah bukan dari hal yang muluk-muluk melainkan dari hal-hal yang sederhana. Dengan hanya memandang Yesus dalam rupa sakramen Mahakudus, ia merasakan kehadiran Tuhan dan keindahan Kerajaan Sorga. Istilah “Kerajaan Sorga” atau “Kerajaan Langit” dalam bahasa Yunani disebut: η βασιλεια των ουρανων – hê basileia tôn ouranôn) dan ini hanya terdapat di dalam Injil Matius saja. Bagi orang Yahudi kata “Allah” sangat sakral untuk digunakan sembarangan. Matius yang menulis kepada orang Yahudi, itulah yang menyebabkan ia lebih sering memakai istilah “Kerajaan Sorga” (Kerajaan Langit), sedikit sekali menggunakan istilah “Kerajaan Allah”.

Pada hari ini kita mendengar perkataan Yesus di dalam Injil Matius tentang Kerajaan Sorga. Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Sorga seumpama… Pertama, Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang. Dahulu ada banyak pencuri maka kadang-kadang orang yang memiliki harta tertentu disembunyikan di ladang. Mereka menggali lubang dan membenamkannya. Ketika orang itu meninggal dunia, dia lupa menginformasikan kepada para sanak keluarga. Nah, konon ada seorang yang bekerja di ladang itu dan menemukan harta yang dipendamkan di dalam tanah. Ia memendamkannya kembali di tempat yang sama. Dia pergi dan menjual segala harta miliknya untuk membeli ladang itu. Orang ini memang sangat unik. Dengan menemukan harta terpendam, dia tidak menjadi tamak untuk mendapatkannya. Dia malah mengurbankan harta miliknya dengan menjualnya dengan penuh sukacita, kemudian membeli ladang yang memiliki harta terpendam ini. Orang ini percaya bahwa untuk memiliki harta terpendam di ladang ini, dia harus benar-benar bebas dari pribadi atau benda lain. Berkaitan dengan harta, Tuhan Yesus pernah berkata: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Mat 6:21). Orang begitu mudahnya melekat pada harta dan melupakan Tuhan dan sesame. Orang menjadi egois. Tuhan Yesus mengetahui hati manusia maka Ia menasihati para murid-Nya: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33).

St. Hieronimus mengatakan bahwa harta yang tersimpan atau terpendam adalah Allah sendiri yang tersembunyi dalam kemanusiaan Kristus atau Kitab Suci yang membuka pengetahuan akan Sang Penyelamat. Kita mengingat perkataan orang kudus yang sama ketika mengatakan: “Kalau kita tidak mengenal Kitab Suci, kita tidak mengenal Kristus.” Perkataan santo Hironimus ini membuka wawasan kita untuk melihat Kerajaan Surga bukan sebagai ‘apa’ tetapi ‘siapa’. Kerajaan surga adalah pribadi Yesus sendiri. Mari kita perhatikan perkataan Yesus ini: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” (Mat 12:28). Surga begitu berharga sebagai sebuah Kerajaan karena ketika kita berbicara tentang Kerajaan Surga maka Pribadi Tritunggal Mahakudus, yakni Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus bersemayam di sana. Allah begitu berharga maka kita harus melepaskan diri dari segalanya untuk dapat memiliki-Nya.

Kedua, Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” Perkataan ini tetap mengandaikan sikap lepas bebas dari sang pedagang seperti penemu harta terpendam. Pedagang ini tidak tamak tetapi dia perlu menjadi pribadi yang bebas. Dia harus menjual segala miliknya supaya bisa membeli mutiara itu. Kerajaan Allah itu penuh dengan keindahan yang untuk memilikinya orang harus berkorban. Tuhan Yesus menggambarkan keindahan Kerajaan Surga dengan berkata: “Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.” (Mrk 12:25). Kerajaan Surga begitu indah karena kita semua akan serupa dengan malaikat yang siang dan malam melayani Tuhan. Untuk dapat melayani Tuhan siang dan malam maka semangat pengorbanan, sikap lepas bebas haruslah menjadi pedoman hidup kita.

Apa yang harus kita lakukan?

Pertama, Sabda Tuhan haruslah menjadi pelita bagi langkah kaki kita. Sabda Tuhan menjadi pedoman untuk menjadikan Kerajaan Sorga menjadi prioritas pertama, sangat berharga, indah dan menjadi segalanya. Berkaitan dengan hal ini, Nabi Yeremia dalam bacaan pertama mengatakan: “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya Tuhan, Allah semesta alam.” (Yer 15:16). Kedua, semangat metanoia untuk menjadi layak di dalam Kerajaan Sorga. Melalui nabi Yeremia, Tuhan berkata: “Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapan-Ku, dan jika engkau mengucapkan apa yang berharga dan tidak hina, maka engkau akan menjadi penyambung lidah bagi-Ku. Biarpun mereka akan kembali kepadamu, namun engkau tidak perlu kembali kepada mereka.” (Yer 15:19). Semangat metanoia akan membuka pintu pengabdian, pelayanan yang luar biasa bagi Tuhan dan sesame.

Pada hari ini, mata kita hendaknya tertuju kepada Tuhan. Hendaknya kita melepaskan diri dari segala ketamakan terhadap harta dunia dan menjadikan Tuhan sebagai segalanya di dalam hidup kita. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

P. John Laba, SDB