Homili 2 November 2023 – Misa Pertama

Hari Peringatan Arwah Semua Orang Beriman
2Mak. 12:43-46
Mzm. 143:1-2,5-6,7ab,8ab.10
1Kor. 15:20-24a.25-28
Yoh. 6:37-40

Kematian adalah perjalanan yang luar biasa!

Mengawali Homili ini, saya teringat pada seorang Jurnalis berkebangsaan Amerika bernama Hunter S. Thompson. Dalam bukunya ‘Saga of a Desperate Southern Gentleman, 1955-1967’ beliau menulis: “Hidup seharusnya tidak menjadi perjalanan menuju ke kuburan dengan tujuan untuk tiba dengan selamat dalam tubuh yang cantik dan terawat, melainkan untuk tergelincir dalam kepulan asap, benar-benar kelelahan, benar-benar usang, dan dengan lantang menyatakan “Wow, Perjalanan yang luar biasa!” Saya mau kita semua memfokuskan perhatian kita pada perkataan “Wow perjalanan yang luar biasa!”. Tugas perutusan kita akhirnya dianggap cukup oleh Tuhan maka hidup kita pun nantinya hanya diubah bukan dilenyapkan (Prefasi Arwah I). Memang benar perkataan Santo Yakobus dalam suratnya: “Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” (Yak 4:14). Atau sebagaimana dikatakan oleh Santo Petrus: “Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur.” (1Ptr 1:24).

Pada hari ini tanggal 2 November kita mengenang kembali jiwa-jiwa di di Api Penyucian (Purgatorium). Setelah kita mengakhiri perziarahan di dunia ini, gereja meyakini bahwa masih banyak saudara-saudari yang memasuki purgatorium untuk dimurnikan atau disucikan supaya layak masuk ke dalam tempat yang jaya yaitu surga. Tentang berapa lama di dalam purgatorium adalah urusan Tuhan sang pencipta bukan urusan manusia. Tugas kita sebagai manusia adalah mendoakan mereka supaya mereka dapat menikmati kebahagiaan abadi di surga. Gereja Katolik menjadikan tanggal 2 November sebagai saat yang tetap untuk mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal dunia.

Semangat yang mendorong kita untuk mendoakan arwah semua orang beriman adalah bahwa dalam rumusan Credo kita yakni ‘persekutuan para kudus, kebangkitan badan’. Bagi kami para imam di dalam Gereja Katolik, pada setiap tanggal 2 November bisa merayakan tiga Misa Requiem di mana masung-masingnya memiliki intensi yang berbeda: Pertama, untuk intensi tertentu pada hari itu, kedua, untuk semua umat beriman yang telah meninggal dan ketiga untuk intensi Bapa Suci. Hak istimewa ini diberikan oleh Paus Benediktus XV dalam Incruentum altaris (1915) dan tidak pernah dicabut tetapi tetap diobservasi oleh para imam.

Pada hari ini Tuhan menyapa kita secara istimewa untuk mengenang dan mendoakan arwah semua orang beriman dengan semakin percaya pada kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Santo Paulus menulis: “Sebagaimana Yesus telah wafat dan bangkit, demikian juga Allah akan membangkitkan bersama Yesus mereka yang telah meninggal Bersama Dia. Dan seperti Adam semua orang mati, demikian juga dalam Kristus semua orang akan dihidupkan” (1Tes 4:14; 1Kor 15:22). Kita semua mengikuti jejak Kristus Tuhan kita, yang pernah hidup, wafat dan bangkit dengan mulia. Kita pun akan mengalami kebangkitan dan hidup hanya bagi Tuhan. Itulah hidup kekal yang dijanjikan Tuhan kepada kita semua dari generasi ke generasi.

Dalam bacaan pertama kita berjumpa dengan sosok panglima Israel Bernama Yudas. Ia menguburkan tentara yang gugur dalam pertempuran. Ia juga mengumpulkan kolekte untuk dikirim ke Yerusalem sebagai persembahan untuk penghapusan dosa. Satu alasan utama Yudas melakukan semua ini adalah pada kepercayaannya akan kebangkitan badan. Bagi Yudas, dengan mengadakan kurban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati maka mereka dapat dilepaskan dari dosa mereka. Orang harus benar-benar layak di hadirat Tuhan untuk mengalami hidup abadi.

Pengalaman rohani yang kita ambil dari bacaan pertama ini dipertegas oleh Santo Paulus dalam bacaan kedua. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, santo Paulus menegaskan bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Maut telah datang karena dosa Adam sang manusia pertama, kebangkitan orang mati karena Yesus Kristus sang Adam baru. Urutannya pun sangat jelas: “Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.” (1Kor 15:23). Kita adalah milik Kristus yang ikut bangkit bersama-Nya. Ini sebuah ungkapan optimis bagi kita semua yang percaya pada Kristus.

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus juga memberikan rasa optimisme kepada kita. Di dalam rumah ibadat di Kapernaum Tuhan Yesus berkata: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” (Yoh 7:37). Kita semua percaya bahwa kematian yang dialami manusia adalah sebuah proses ‘datang kepada Tuhan’. Allah Bapa sendiri yang akan memberikan kita kepada Yesus Putera-Nya untuk di selamatkan. Satu hal yang penting dari Tuhan Yesus adalah Dia tidak akan membuang atau menolak kedatangan kita kepada-Nya. Dia melakukan kehendak Bapa surgawi dengan menganugerahkan kebangkitan pada akhir zaman (Yoh 6:39). Tuhan Yesus juga menegaskan: “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:40).

Tuhan menyapa kita melalui Sabda-Nya bahwa sebenarnya kematian itu adalah sebuah perjalanan yang luar biasa. Sebuah perjalanan dari kita masih memiliki tubuh yang fana kepada keadaan di mana kita memiliki tubuh yang mulia bersama Kristus yang bangkit. Sebuah perjalanan ‘datang kepada Tuhan’ di mana Tuhan sendiri tidak akan menolak kita. Dia bahkan memberikan keabadian atau kebangkitan badan dan kehidupan kekal kepada kita.

Saya mengakhiri homili hari ini dengan mengutip perkataan Steve Jobs yang berkata: “Kematian adalah tujuan kita semua. Tidak ada seorang pun yang bisa menghindarinya dan memang sudah seharusnya demikian karena kematian adalah satu-satunya penemuan terbaik dalam kehidupan. Kematian adalah agen perubahan dalam hidup, ia membersihkan yang lama untuk membuka jalan bagi yang baru.” Kematian menjadi agen perubahan bagi kita karena hidup baru akan menjadi pengalaman keabadian bagi kita semua.

P. John Laba, SDB