Sikap lepas bebas
Kita berada di hari ketiga puluh perjalanan bersama santo Yohanes Bosco. Pada hari ini permenungan kita bersama orang kudus ini adalah menghayati sikap lepas bebas. Don Bosco telah melewati perjalanan panjang dalam melayani kaum muda di oratorium. Dia tidak kenal lelah dan tidak menghitung kelelahannya di hadapan kaum muda. Baginya, yang penting kaum muda menyadari dan mengalami kasih yang diberikan kepada mereka. Kasih adalah pengalaman hidup bukan sekedar perkataan tentang kasih. Satu hal yang Don Bosco tunjukan menjelang akhir hidupnya adalah sikap lepas bebas (detachment). Dia hidup bersama orang-orang muda dan pada akhirnya meninggal di tengah-tengah orang muda. Dia pergi dengan tidak membawa apapun juga.
Don Bosco pernah berkata tentang sikap lepas bebas seperti ini: “Anak-anakku, mari kita berusaha untuk melepaskan diri dari hal-hal duniawi yang ada di sekitar kita. Hal yang saya maksudkan adalah kita melepaskan diri dari pribadi-pribadi yang terkadang meragukan, dari berbagai kesenangan yang tidak sehat, dari persahabatan yang terlalu sentimental, dan dari makanan dan minuman yang dapat menimbulkan ketamakan di dalam hidup kita.” Seorang yang memiliki sikap lepas bebas tidak akan terbelenggu dalam hidupnya.
Pada hari ini tanggal 30 Januari, patutlah kita merenung lebih dalam lagi tentang saat-saat terakhir hidup Don Bosco. Pater Arthur J.Lenti, SDB menulis kajiannya dalam Journal of Salesian Studies tahun 1994, Volume 5, no.2, berjudul “Don Bosco’s Last Years, His Last Illness and Saintly Death From Eyewitness Accounts”. Saya mengutip bagian khusus suasana di kamar Don Bosco pada tanggal 30 Januari 1888: “Tahun-tahun terakhir Don Bosco tidaklah mudah, seiring dengan berlalunya waktu, ia menjadi tua dan letih, tetapi ia tetap mengikuti semua kegiatan Salesian dan meneruskan misi dan ajarannya di sekolah-sekolah, sekolah-sekolah teknik, asrama-asrama kaum muda, dan oratorium-oratorium. Don Bosco meninggal dunia pada tanggal 31 Januari 1888, bersama dengan para Salesian yang berdoa di sampingnya. dalam doa terakhirnya yang dia ucapkan bersama para Salesian saudara-saudaranya dan kaum muda: “Jangan pernah melupakan tiga hal ini: Sembah bakti kepada Sakramen Mahakudus, Devosi kepada Maria Penolong umat Kristiani, dan Selalu menghormati, mendukung dan membela Bapa Suci!”
Dikisahkan juga bahwa pada Hari Senin pagi [30 Januari 1888], lengan kanan Don Bosco mulai lumpuh total. Dia masih sempat berbicara sesekali kepada Pater Mikhael Rua, Uskup Yohanes Cagliero, Pater Viglietti yang saat itu adalah sekretarisnya, dan beberapa orang lain yang hadir di dalam kamar. Kemudian ia berbisik kepada mereka semua: “Semoga kehendak Tuhan terjadi dalam segala hal;” dan menambahkan berulang kali: “Maria, Maria;” “Berdoa, berdoa!” Bisa dikatakan itu adalah kata-kata terakhirnya di depan para Salesian. Menjelang tengah hari ia tidak dapat berbicara lagi. Semua atasannya berdiri mengelilingi tempat tidurnya. Karena Don Bosco tidak dapat menggerakkan tangan kanannya, ia menunjuk ke langit dengan tangan kirinya, seolah-olah ingin mengatakan: “Semoga kehendak Tuhan terjadi; semua demi kehormatan dan kemuliaan-Nya;” atau, “Berdoalah, anak-anakku yang terkasih.” Sesekali ia mengangkat tangan kirinya; tetapi pada malam hari ia tidak dapat lagi melakukan hal itu. Sepanjang hari, sebuah prosesi tanpa henti dari orang-orang, para Salesian dan anak-anak muda, para imam Diosesan, para dermawan, dan umat awam, melewati ruangannya untuk mendoakan dan menghormatinya. Mereka ingin mencium tangannya untuk terakhir kalinya – tangan yang dikuduskan yang melalui sakramen Tobat memberi absolusi dan menyelamatkan begitu banyak jiwa, merebut mereka dari iblis dan mengembalikan mereka kepada Tuhan. Uskup [Basilio] Leto [dari Biella] tinggal lama di samping tempat tidurnya, dan dari waktu ke waktu ia memanjatkan doa-doa singkat yang indah. Bapa pengakuannya [Pastor Giacomelli], Uskup Cagliero dan Pater Mikhael Rua juga melakukan hal yang sama. Pater Rua sempat sakit karena rasa sedihnya di depan Don Bosco. Pada jam 9 malam, semua anggota dewan umum Salesian berkumpul di sekitar tempat tidurnya. Mereka semua sangat terharu, dan tidak ada yang mau pergi malam itu. Mereka pindah ke ruang sebelah di mana mereka menyaksikan dan berdoa kepada Tuhan dan Bunda Maria untuk Bapa kita Don Bosco tercinta.”
Don Bosco memiliki sikap lepas bebas. Ia melepaskan para Salesian, kaum muda dan pergi menghadap Bapa di surga. Demikian hidup kita akan penuh dengan sikap lepas bebas yang membuat kita semakin mencintai Tuhan melalui Don Bosco, Bapa, Guru dan Sahabat kaum muda.
Santo Yohanes Bosko, doakanlah kami. Amen.
P. John Laba, SDB