Homili 20 November 2024

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXXIII/B
Why 4:1-11
Mzm 150:1-2.3-4.5-6
Luk 19:11-28

Sebuah Pintu Surga Terbuka Bagimu

Bulan November dikenal sebagai bulan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal dunia. Sambil mengenang dan mendoakan mereka yang sudah meninggal dunia, para sadara yang bersama kita sedang berziarah di dunia juga meninggalkan kita untuk bersatu dengan mereka yang sudah mendahului mereka dan dengan Bapa sang Pencipta di surga. Benarlah perkataan dari Ayub ini: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayb 1:21). Tidak ada yang abadi. Semuanya akan kembali kepada Tuhan sang Pencipta.

Pada hari ini saya merasa sangat dikuatkan oleh Tuhan melalui bacaan liturgi kita. Dalam Kitab Wahyu kita berjumpa dengan Yohanes yang dalam penglihatannya, ia melihat sebuah pintu di surga sedang terbuka, dan ada suara yang memanggilnya seperti bunyi Sangka kala. dan ada perkataan seperti ini: “Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini.” (Why 4:1). Yohanes dikuasai oleh Roh dan memiliki kesempatan untuk melihat surga dan isinya. Ada penghuni surga, ada takhta yang tentu dapat di duduki oleh orang penting dengan segala keagungannya, di kelilingi dua puluh empat takhta yang lain, ada tujuh obor yang menyala, lautan kaca dan empat makhluk lain seperti singa, anak lembu, manusia dan burung nazar. Keempat makhluk ini bersayap enam. Keempat makhluk ini berseru: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.” (Why 4:8). Segala makhluk terutama kedua puluh empat tua-tua yang menduduki taktha itu terus menerus memuji Tuhan sambil berkata: “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan.” (Why 4:11).

Kisah tentang penglihatan Yohanes ini sangat menarik perhatian kita. Yohanes membantu kita untuk mengenal Tuhan Allah Bapa di Surga sebagai asal muasal segala sesuatu. Sebab itu, segala makluk akan mamasyurkan nama-Nya dan memuji tiada hentinya. Kisa ini sekaligus membuka wawasan kita untuk melihat Tuhan sebagai Dia Yang Mahakuasa dan Maha Agung. Hanya kepada Dia kita mengantungkann harapan dan hidup kita. Santo Paulus mengatakan: “Jadi, baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang – orang mati, maupun atas orang – orang hidup.” (Rom 14:7-9).

Tuhan Yesus sendiri dalam bacaan Injil membantu kita untuk bertumbuh sebagai murid yang bertanggung jawab. Ketika itu banyak orang menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera datang. Sebenarnya Kerajaan Allah sudah berada di Tengah-tengah mereka namun mereka tidak menerima Yesus dengan tulus hati. Mereka malah membenci Yesus hingga menyalibkan-Nya di atas kayu salib. Tuhan Yesus lalu mengingatkan mereka dengan sebuah cerita tentang seorang bangsawan yang akan bepergian jauh supaya dinobatkan sebagai raja. Kisah ini bertepatan dengan kisah Arkhelaus yang mengadakan perjalanan ke Romoa untuk dinobatkan sebagai raja setelah kematian Herodes Agung. Banyak orang membenci Arkhelaus ini dan tidak menghendakinya sebagai raja mereka, sehingga mengakibatkan dia menaru murka kepada musuh-musuhnya.

Di sini Yesus sebenarnya membandingkan pengalaman pribadi-Nya dengan pengalaman Arkhelaus supaya mudah dipahami para murid dan para pengikut-Nya. Yesus adalah Anak Allah, lebih dari manusia Arkhelaus. Perjalanan-Nya yang jauh dari Galilea ke Yerusalem untuk menjadi Raja semesta alam ternyata dibenci dan ditolak di mana-mana. Dia akan mengadakan perjalanan yang panjang ke Rumah Bapa di surga. Pintunya yang sudah terbuka bagi-Nya dan Ia akan datang kembali untuk mengadili orang hidup dan mati. Dia juga yang akan membawa kita ke tempat-Nya. Dia juga mempercayakan kepada kita ‘mina’ untuk dikembangkan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Tuhan menganugerahkan kepada kita masing-masing ‘Mina’ untuk kebaikan diri kita dan sesama. Satu Mina itu senilai dengan enam puluh Sekel, satu Sekel itu senilai dengan 11,5 gram maka dapatlah dihitung nilai satu Mina, yang nantinya setara dengan gaji seorang karyawan selama empat bulan. Ini tentu sebuah investasi yang sangat bernilai. Ada sepuluh orang hamba yang diberikan sepuluh Mina kepada mereka. Artinya setiap orang mendapat satu Mina yang senilai enam puluh Sekel ini. Tugas mereka adalah mengembangkannya sehingga mendapatkan keuntungan. Dari kesepuluh hamba ini, hanya ada tiga yang dipilih untuk mempertanggungjawabkan investasinya. Hamba yang pertama hebat karena dari satu mina dia mendapat sepuluh Mina lagi, hamba kedua mendapat lima Mina lagi. Keduanya mendapat hadiah tambahan berupa kota-kota yang dipervayakan kepada mereka. Hamba ketiga berpikiran negatif kepada tuannya, sehingga layak mendapat hukuman.

Kisah tentang Mina adalah kisah tentang kehidpan kita. Tuhan memberi segalanya kepada kita. Hanya saja, apakah kita melakukan kehendak-Nya di dalam hidup kita atau tidak. Apakah semua yang diberikan Tuhan itu berguna untuk kebaikan banyak orang atau kita malah menutup diri terhadap Tuhan dan sesame. Ingat, pintu surga itu terbuka maka berusahalah untuk masuk ke dalam surga dan ikut memuliakan Allah. Hindarilah rasa benci di dalam hidupmu.

Saya mengakhiri Homili ini dengan mengutip perkatan ini: “Kita semua membuat kesalahan. Kita mengatakan hal yang salah, melakukan hal yang salah, jatuh, bangun, belajar, bertumbuh, maju, hidup dan berterima kasih kepada Tuhan yang selalu memberi kita kesempatan lagi”. Tuhan memberkati kita.

PJ-SDB