Homili 19 Desember 2024

Hari Kamis 19 Desember 2024
Pekan III Adven
Hak. 13:2-7,24-25a
Mzm. 71:3-4a,5-6ab,16-17\
Luk. 1:5-25

Anak lelaki adalah milik pusaka Tuhan

Saya barusan mendapat hadiah istimewa dari sebuah pasutri muda, berupa pembatas buku sederhana, dengan lukisan seorang bayi laki-laki. Tulisan pada pembatas buku itu berbunyi: “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah.” (Mazmur 127:3). Saya langsung mengingat keluarga muda ini yang pernah menunggu beberapa tahun lamanya sebelum dikarunia seorang anak laki-lagi. Mereka pernah mengalami saat-saat kehilangan harapan, dan juga saat-saat di mana mereka sangat optimis bahwa pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktunya. Tuhan sungguh baik dan sangat baik bagi mereka. Anak laki-laki yang lahir dalam keluarga ini sangat menggembirakan mereka.

Pada hari ini kita mendengar dua buah kisah dalam keluarga berupa kerinduan sekaligus penantian akan hadirnya seorang anak laki-laki di dalam keluarga. Dari Kitab Hakim-Hakim kita mendengar kisah tentang Manoah dan istrinya dari kota Zora. Hingga usia senja, mereka belum dikarunia keturunan. Istrinya diberi label ‘mandul’ dan tentu saja ia mendapat kekerasan verbal dari orang-orang di sekitarnya. Manoah dan istrinya percaya kepada Tuhan dan patuh kepada kehendak-Nya. Pertolongan Tuhan pun tepat dan indah pada waktunya ketika Simson anak lelaki mereka lahir. Pengalaman Manoah juga menjadi pengalaman Zakaria dan Elizabeth. Mereka juga hingga memasuki usia senja belum dikarunia keturunan. Mereka sungguh percaya kepada Tuhan sehingga lahirlah Yohanes Pembaptis ketika usia orang tuanya sudah berusia senja. Tentu saja label ‘mandul’ kepada Elizabeth serta kekersan verbal pasti di alaminya. Namun iman dan ketaatan mereka kepada Allah menjadi berkat. Kedua pasutri memang memiliki kesulitan untuk mendapatkan keturunan namun mereka mengimani dan berpasrah kepada Allah. Mukjizat pun terjadi di dalam kedua keluarga ini.

Mari kita memikirkan keluarga-keluarga di sekitar kita yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan. Mereka sangat menderita karena kekerasan verbal dan tudingan-tudingan dari mertua dan ipar yang menyakitkan. Ingatlah, pada saat hari pernikahan semua orang tersenyum manis tetapi ketika belum ada keturunan maka senyumnya berubah menjadi kecut. Itulah keluarga-keluarga manusia sepanjang zaman. Apakah kita mau tetap seperti ini? Tidak. Kita harus memiliki habitus baru untuk lebih menghargai dan mengasihi pribadi-pribadi di dalam keluarga, entah memiliki keturunan atau tidak.

Doa: Tuhan, tolonglah para pasutri muda yang sedang berharap agar mendapatkan keturunan. Keluarga kudus dari Nazaret, doakanlah keluarga-keluarga muda yang berharap padamu. Amen.

P. John Laba, SDB