2 Januari 2025
Pw S. Basilius Agung dan Gregorius dr Nazianze, UskPujG
1Yoh. 2:22-28
Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4
Yoh. 1:19-28
Persahabatan yang jujur
Kita selalu berhadapan dengan sebuah pertanyaan yang sederhana namun sesungguhnya tidaklah mudah untuk menjawabnya yakni: “Jujurkah aku?” Paus Fransiskus pernah berkata tentang sikap jujur: “Mencintai kebenaran bukan hanya berarti mengamininya, melainkan menghayatinya, memberikan kesaksian tentang kebenaran dalam setiap pekerjaanmu. Masalahnya bukanlah menjadi atau tidak menjadi orang beriman. Hal yag menjadi masalahnya di sini adalah menyangkut apakah saya jujur atau tidak jujur dengan diri sendiri dan dengan orang lain.”
Pada hari ini kita belajar tentang persahaatan yang jujur antara Yi=ohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis memberikan kesaksian pribadinya yang jujur tentang Yesus Kristus. Ketika itu banyak orang bertanya kepada Yohanes Pembaptis tentang jati dirinya yang sebenarnya. Dia dengan penuh kejujuran mengakui bahwa Dia bukanah Mesias, bukan pula seorang nabi sepopuler nabi Elia atau seorang nabi di masa depan. Dengan jujur dan rendah hati Yohanes mengakui bahwa dirinya hanya suara yang menyerukan pertobatan dan membaptis banyak orang dengan air. Dan dengan jujur pula ia mengatakan bahwa Yesuslah yang berkuasa, bahkan membuka tali kasut-Nya pun Yohanes merasa tidak layak. Sikap jujur Yohanes ini tentu bertentangan dengan orang-orang angkuh yang tidak jujur. Santo Yohanes dalam suratnya mengatakan bahwa barangsiapa menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus maka dia adalah seorag pendusta. Kalau seorang menyangkal Bapa dan Putera maka dia adalah seorang anti Kristus. Sebab itu kita harus berusaha untuk tinggal di dalam Kristus dan menjadi pribadi yang jujur.
Mari kita belajar menjadi orang jujur. Kita menemukan model kejujuran di dalam diri santo Basilius Agung dan santo Gregorius dari Nazianze, terutama dalam menata persahabatan mereka sejak masa muda. Kedua-duanya menjadi orang kudus setelah menunaikan tugas kegembalaan mereka dan mempertahankan iman kepada Kristus sebagai teoloh sejati yang jujur. Apakah kita jujur dalam membangun persahabat demi mencapai kekudusan bersama?
P. John Laba, SDB