Dari dalam itulah…
Ada sebuah kalimat yang benar-benar menyentuh dinding kalbuku hari ini, yakni perkataan Tuhan Yesus yang kelihatan sederhana namun sebenarnya sangar mendalam maknanya bagi kita: “Sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Mrk 7: 21-23).
Sambil membaca dan merenunkan perkataan Tuhan Yesus ini, saya juga mengingat pengajaran dari Katekismus Gereja Katolik. Pada Katekismus Gereja Katolik dikatakan: “Kebiasaan buruk dapat digolongkan menurut kebajikan yang merupakan lawannya, atau juga dapat dihubungkan dengan dosa-dosa pokok yang dibedakan dalam pengalaman Kristen menurut ajaran santo Yohanes Kasianus dan santo Gregorius Agung (Bdk. mor 31,45…) Mereka dinamakan dosa-dosa pokok, karena mengakibatkan dosa-dosa lain dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang lain. Dosa-dosa pokok adalah (1) kesombongan, (2) ketamakan, (3) kedengkian, (4) kemurkaan, (5) percabulan, (6) kerakusan, (7) kelambanan atau kejemuan [acedia] (KGK, 1866). Dosa-dosa pokok ini bukan berasal dari luar tetapi semuanya juga berasal dari dalam diri kita sebagai manusia. Banyak orang berpikir bahwa kejahatan itu semata-mata karena pengaruh dari luar. Ya tentu ada pengaruh dari luar tetapi keputusan untuk melakukannya selalu berasal dari dalam diri manusia itu sendiri.
Banyak kali orang hanya melihat manusia dari bagian luarnya saja. Orang yang berpenampilan baik belum tentu orang itu baik adanya. Orang yang berpenampilan tidak baik belum tentu orang itu tidak baik. Orang yang berpenampilan fisik baik kadang menjadi penjahat kelas kakap. Mereka dapat menghancurkan sesamanya dalam waktu singkat. Orang yang ramah belum tentu berhati baik. Bisa jadi orang itu tidak lebih dari serigala berbulu domba. Maka di sini kita butuh kebijaksanaan dari Tuhan untuk mengubah hidup kita semua.
Semua yang berasal dari dalam itulah yang menajiskan atau mengotori diri kita. Kita haruslah merasa malu ketika berpikiran negative terhadap sesama lain. Kita selalu berpikir berada di pihak yang benar dan orang lain selalu berada dipihak yang salah. Kita butuh perubahan yang radikal di dalam diri kita untuk melihat yang terbaik di dalam diri orang lain. Kita ikut tergoda untuk berpikiran negatif berarti dari dalam diri kita juga semuanya serba negative.
Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip Dalai Lama XVI. Ia berkata: “Sebagai manusia, kemarahan adalah bagian dari pikiran kita. Rasa jengkel juga bagian dari pikiran kita. Tapi kamu bisa melakukannya; kemarahan datang dan pergi. Jangan pernah menyimpannya; di dalam dirimu yang terdalam, lalu menciptakan banyak kecurigaan, banyak ketidakpercayaan, banyak hal-hal yang negatif, lebih banyak kekhawatiran.”
Mari kita berubah dari dalam diri kita.
PJ-SDB