Romo harus berbau domba!
Sebelum mengakhiri hari ini saya mengucapkan limpa terima kasih kepadamu karena telah mengingatkan dan mendoakan saya pada hari Sabtu Pertama ini. Hari istimewa yang didedikasikan untuk mendoakan kami para imam, selaku gembala di dalam gereja. Terima kasih atas doa dan dukunganmu yang luar biasa. Mungkin anda sudah lupa, tetapi saya belum lupa dengan segala kasih yang mendukung ziarah panggilan saya hingga saat ini. Sekali lagi terima kasih atas doa-doa dan harapanmu bagiku saat ini.
Selama dua hari terakhir sosok paus Fransiskus menjadi trending topic. Kita masih berada di masa pandemi dan juga Irak sebagai negara yang masih belum aman mendapat kunjungan kehormatan dari Bapa Suci paus Fransiskus. Gaung perdamaian menjadi tema penting dari setia pesan paus Fransiskus ketika mengunjungi tempat-tempat tertentu di Irak. Paus ketika berada di gereja Katedral Ratu Keselamatan kita mengatakan kepada para uskup, imam, biarawan dan biarawati dan para agen pastoral: “Sambil mengenang saudari dan saudara kita yang wafat di tempat ini sebagai martir, kita semua dipanggil untuk ikut memberi kesaksian injili yakni pengampunan, rekonsiliasi dan lahir baru.” Perkataan paus Fransiskus menjadi misi penting yang harus kita emban dalam hidup menggereja.
Pada saat ini kita butuh transformasi hidup yang radikal. Paus Fransiskus pernah berkata: “Situasi bisa berubah; orang bisa berubah. Jadilah orang pertama yang berusaha membawa kebaikan. Jangan menjadi terbiasa dengan kejahatan, tetapi kalahkanlah dengan kebaikan.” Perubahan atau transformasi ini kita butuhkan dalam masa prapaskah. Allah begitu baik, maharahim kepada kita semua. Kita laksana anak yang hilang karena perilaku hidup yang tidak berkenan kepada Tuhan dan sesama. Ketika kita berubah, kembali kepada-Nya, Ia akan menerima dan memberi kepada kita martabat sebagai anak-anak-Nya sendiri. Dia sendiri tidak menghitung-hitung dosa kita. Dia justru membuangnya ke tubir-tubir laut yang dalam.
Saya mengingat kembali seorang umat yang mengatakan: “Romo harus selalu baik hati kepada semua orang”. Perkataan ini sederhana namun sangat meneguhkan hati para romo untuk memiliki hati sebagai gembala baik dan juga sebagai Bapa yang murah hati kepada semua orang. Romo juga manusia, dan kadang kemanusiaannya yang fana itu ditunjukkan dengan menyalahgunakan mimbar sabda Tuhan menjadi mimbar sabda manusia yang penuh celotehan. Romo mengabaikan domba-domba di lingkungan santo x karena umatnya selalu membuat kesal. Tetapi setiap minggu selalu memberi homily tentang kasih dan pengampunan. Ya romo juga manusia! Ini sebuah pembelaan yang jujur sebagai seorang romo. Lagi-lagi saya teringat teguran Paus Fransiskus kepada kami: “Romo-romo itu haruslah menjadi gembala yang berbau domba!” Kalau bisa menjadi gembala berbau domba berarti betul-betul mengenal domba-dombanya. Dengan demikian selalu berusaha untuk berbuat baik kepada semua orang.
Tuhan memberkatimu selalu.
P. John Laba, SDB