Hari Senin, Pekan Biasa ke-VIC
Peringatan Wajib St. Sirilus, Metodius
Yak. 1:1-11
Mzm. 119:67,68,71,72,75,76
Mrk. 8:11-13
Tuhan, apakah Engkau meninggalkan kami?
Saya selalu mengingat sharing seorang sahabat ketika kita mengalami puncak C-19 yang memakan begitu banyak korban jiwa tahun yang lalu. Ia mengatakan kekhawatirannya dengan keadaan diri dan keluarganya, lebih lagi ketika mengetahui deretan nama-nama orang yang dipanggil Tuhan. Ada di antara mereka yang pernah masuk dalam hidup pribadinya karena pertemanan, karena hubungan kerja dan lainnya. Saya mengingat pesan singkatnya yang super sekali, bunyinya: “Romo, saya merasa seperti Tuhan sedang meninggalkan saya. Berkali-kali saya berdoa seraya memohon pertolongan Tuhan namun tetap merasa bahwa Tuhan meninggalkan saya seorang diri. Saya benar-benar bergumul dengan hidupku. Di saat bergumul itu saya merasa seakan ada bisikan bahwa ‘Tuhan memang ada dan pasti menolongku’. Bisikan sederhana ini membuat saya bangkit kembali. Dan sekarang hati saya penuh syukur”.
Saya merasa yakin bahwa curhat sahabat ini adalah curhatan kita semua selama masa pandemi ini. Tidak ada seorang pun yang merasa tenang-tenang saja, pasti memberontak kepada Tuhan dan merasa bahwa Tuhan sedang meninggalkannya. Ini adalah hal yang sangat manusiawi. Ada yang mungkin mau menita tanda dari Tuhan, biar Tuhan sendiri membuktikan eksistensi-Nya. Bagi saya, tidak ada yang istimewa dari pengalaman ini karena kita semua mungkin sempat merasakannya. Nah di saat seperi ini butuh kesadaran akan kasih dan kebaikan Tuhan. Kita boleh merasa bahwa Tuhan meninggalkan kita, bahkan meminta tanda apapun dari Tuhan, namun Tuhan ada dan tidak meningglkan kita. Itu semua dari pikiran kita semata. Tuhan tetap menyertai kita hingga akhir zaman.
Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus yang menarik di dalam Injil Markus. Dikisahkan bahwa pada suatu ketika orang-orang Farisi datang kepada Yesus untuk bersoal jawab. Mereka mencobai dan meminta kepada-Nya suatu tanda dari surga. Kita dapat membayangkan situasi saat itu. Tuhan Yesus pasti merasa kecewa karena Dia mengajar dan melakukan tanda-tanda heran yang mencerminkan tentang surga. Namun orang-orang Farisi masih meminta tanda juga. Tuhan Yesus berkata kepadanya: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” (Mrk 8:12). Tuhan tidak memberi tanda apapun dari surga karena Yesus sendiri adalah tanda kehadiran Tuhan Allah sendiri dalam Sabda dan Karya. Tuhan Yesus menampakkan wajah kemuliaan Bapa. Orang Farisi selalu tampil beda dengan pertanyaan-pertanyaan yang unik pula. Di sini kita melihat bahwa manusia itu rapuh dan mudah lupa diri sehingga eksistensi Tuhan masih perlu dipertanyakan lagi. Rasul Yohanes mengungkapkan imannua kepada Kristus yang bangkit dengan berkata kepada Petrus: “Itu Tuhan” (Yoh 21:7). Dua sikap ini yang selalu ada di dalam hidup setiap pribadi. Bagi orang yang masih menghendaki tanda, Tuhan Yesus mengambil satu sikap yang jelas yakni meninggalkan mereka. Ia bertolak ke seberang, ke tempat lain di mana orang menerima-Nya. Kalau saja kita serupa dengan mereka maka Tuhan juga akan meninggalkan kita, Dia bertolak ke seberang.
Apa yang harus kita lakukan?
Kita semua senantiasa mengalami peristiwa-peristiwa yang dapat menantang kehidupan iman kita. Santo Yakobus dalam suratnya menguatkan kita semua dengan mengatakan: “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.” (Yak 1:2-4). Kita semua mengalami banyak pencobaan dan ini sebenarnya merupakan ujian bagi iman kita yang dapat mengantar kita kepada sebuah ketekunan. Makanya tidak perlu merasa sedang ditinggalkan Tuhan. Ketika hati kita keras dan tertutup kepada rencana Tuhan, mungkin saja sikap Yesus menjadi nyata yakni ‘meninggalkan dan menuju ke seberang’.
Kita memang butuh menjadi pribadi yang tekun sehingga bisa menjadi kudus dan sempurna. Tanpa ketekunan kita tidak berubah di dalam hidup ini. Kita seperti doa kemuliaan kepada Bapa: “Seperti ada pada permulaan, sekarang dan sepanjang segala masa”. Ketekunan membawa kita kepada kebijaksanaan yang datang dari Tuhan sendiri. Orang yang mendua hati tidak menerima kebijaksaan dari Tuhan.Mengapa demikian? Karena segala sesuatu di atas dunia ini bersifat sementara saja. Yakobus menulis: “Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi, dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput. Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.” (Yak 1:9-11).
Pada hari ini kita berjumpa dengan dua orang kudus yang menginspirasi kita yakni santo Sirilius dan Santo Metodius. Kedua orang kudus bersaudara yang mendapat gelar sebagai pelindung Eropa ini menjadi tanda dan pembawa kasih Allah dari Tesalonika, Yunani ke negeri-negeri Slavia di Eropa Timur. Mereka membantu menggalang persatuan tanpa memaksakan keseragaman. Kita sebagai Gereja mestinya seperti ini bukan seperti orang Farisi yang akhirnya ditinggalkan oleh Yesus. Mari kita beriman dengan tekun.
P. John Laba, SDB