Homili 26 Februari 2022

Hari Sabtu Pekan Biasa ke-VII
Yak. 5:13-20
Mzm. 141:1-2,3.8
Mrk. 10:13-16

Memaknai sebuah pelukan

Banyak di antara kita mungkin pernah membaca novel ‘Cinta Tanpa Jeda’ karya Indah Hanaco. Di dalam novel yang diterbitkan tahun 2012 ini, ia menulis: “Untuk bertahan hidup, manusia dewasa membutuhkan empat pelukan per hari. Untuk kesehatan, perlu delapan pelukan dalam sehari. Jika ingin awet muda, bahagia, dan untuk pertumbuhan? Manusia membutuhkan dua belas pelukan per hari. Artinya lagi, manusia sangat butuh akan pelukan.”Mungkin saja ada yang tersenyum sambil membaca kutipan tentang jumlah pelukan bagi seorang manusia setiap harinya. Dan dikatakan manusia membutuhkan pelukan setiap hari.

Saya mengingat seorang pemuda yang membagikan pengalaman tentang relasi dengan ayahnya. Dia merasa dikasihi oleh ayahnya sejak kecil karena ayahnya selalu memeluknya dan tidak berlaku kasar kepadanya secara fisik dan verbal. Ia mengalami bertumbuh dalam kasih dan benar-benar menjadi kenangan terbaik sebagai anak dalam pertumbuhannya. Ketika ayahnya meninggal dunia, ia mengatakan di depan peti jenasah ayahnya: “Ayah, engkau pergi, namun pelukanmu telah mengubah hidupku untuk mengasihi.” Sebuah pengalaman yang sederhana di dalam keluarga dan saya merasa yakin bahwa banyak di antara kita merasakannya di dalam keluarga. Sebuah pelukan dari orang tua kepada anak-anaknya, sebuah pelukan dari pasangan hidup atau seorang sahabat sungguh memberi makna bagi hidup setiap pribadi.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Yesus yang sangat mengedukasi kita semua. Dikisahkan bahwa pada suatu ketika orang membawa anak-anak kepada Yesus namun para murid memarahi orang-orang itu. Para murid kelihatan memberlakukan protokoler yang ketat namun itu bukanlah kehendak Yesus. Tuhan Yesus malah menegur para murid-Nya: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” (Mrk 10:14-15).

Teguran Yesus ini sangatlah bermakna. Tuhan Yesus mengedukasi para murid-Nya untuk terbuka kepada semua orang, anak kecil sekalipun karena semua orang sama-sama sebagai anak-anak Allah. Tidaklah elok kalau menghalangi orang untuk bertemu dengan Tuhan. Pikirkanlah di dalam hidup kita secara pribadi. Banyak kali tanpa sadar kita juga menghalangi orang untuk bertemu dengan Tuhan melalui perilaku dan perkataan-perkataan kita. Anak-anak kecil adalah gambaran orang-orang yang jujur, polos, tulus dan rendah hati di hadirat Tuhan maka layaklah mereka juga pemilik Kerajaan Surga. Kita seharusnya memiliki pola hidup seperti anak-anak kecil yang jujur, polos, tulus dan rendah hati di hadirat Tuhan.

Selanjutnya Tuhan Yesus memberi teladan kepada para murid-Nya, bagaimana mereka harus terbuka dan menyambut semua orang apa adanya. Teladan yang dimaksudkan adalah, Dia memeluk, meletakkan tangan dan memberkati anak-anak yang ‘merupakan pemilik kerajaan Allah’. Keteladanan Tuhan Yesus, penyambutan-Nya kepada anak-anak kecil membuka wawasan kita untuk terbuka dan menerima semua orang apa adanya bukan ada apanya. Sebuah pelukan penuh kasih dapat mengubah hidup orang. Orang yang memeluk menunjukkan kasih dan persekutuannya dengan orang yang dipeluk. Orang yang dipeluk merasa dikasihi dan diterima apa adanya. Saya mengingat salah satu bagian dalam ritus tahbisan para imam adalah semua iman konselebran bersama uskup memeluk imam baru sebagai tanda kolegialitas sebagai imam dan gembala.

Orang yang saling memeluk bukan semata-mata mereka menyalurkan perasaan-perasaan manusiawinya. Ini hanya satu bagian yang kecil dari ungkapan relasi pribadi-pribadi. Sebuah pelukan memiliki makna lebih dari itu, terutama ungkapan saling menerima dan mengasihi sebagaimana saya contohkan dengan pelukan untuk seorang imam baru. Sebuah pelukan menandakan usaha untuk membangin damai, kasih dan kesetiaan dalam diri manusia. Tuhan Yesus memeluk anak-anak kecil, menandakan bahwa anak-anak itu masuk dalam kehidupan Yesus. Dia dengan tangan-Nya yang kudus memberkati anak-anak itu. Mari kita memikirkan hidup pribadi kita: apakah setiap pelukan yang kita lakukan itu tanda kasih yang tulus atau hanya sekedar ungkapan perasaan manusiawi semata? Apakah kita menggunakan tangan kita untuk memberkati atau merusak kehidupan orang, bahkan sebagai penghalang bagi orang untuk bersatu dengan Tuhan?

Apa yang seharusnya kita lakukan di dalam hidup ini?

Santo Yakobus dalam bacaan pertama menyadarkan kita akan petingnya doa dalam hidu kita. Kita semua pasti mengalami penderitaan dan kemalangan maka sikap hidup yang benar bukan mengeluh melainkan berdoa dan berusaha untuk bahagia di dalam hidupnya. Selain berdoa, Yakobus menyadarkan kita tentang pentingnya sakramen perminyakan orang sakit dalam hidup kekristenan kita. Banyak kali orang merasa takut untuk menerima minyak suci karena mereka berpikir bahwa dengan menerima minyak suci berarti saudara maut semakin dekat untuk menjemput. Sebenarnya bukanlah demikian karena hidup kita berada di tangan Tuhan.

Berkaitan dengan sakaramen perminyakan itu seperti sebuah pelukan Tuhan bagi orang-orang sakit. Santo Yakobus menulis: “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.” (Yak 5:14-15). Orang sakit yang menerima minyak suci tak perlu lagi mengaku dosa. Santo Yakobus menambahkan di dalam suratnya: “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” (Yak 5:16). Doa dan mengaku dosa adalah dua hala yang penting yang mempersatukan kita dengan Tuhan dan sesama. Doa dan mengaku dosa membuat Tuhan selalu membuka tangan-Nya untuk memerima kita apa adanya. Seorang pendosa yang mengalami pelukan Tuhan akan benar-benar berubah dan memiliki kerajaan Allah.

P. John Laba, SDB