Renungan 22 September 2012

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIV
1Kor 15:35-37.42-49
Mzm 56:10.11-12.13-14
Luk 8:4-15

Hasilkanlah buah dalam ketekunan!

Fr. JohnDalam masyarakat agraris, pekerjaan menabur benih di ladang adalah pekerjaan rutin setiap tahun. Bila musim hujan tiba maka para petani akan menyiapkan bibit benih terbaik untuk ditabur atau ditanam. Para petani zaman ini sudah pandai bercocok tanam. Biasanya lahan disiapkan dengan membajak, memberi pupuk, menabur dan merawat tanaman sampai menuai hasilnya. Cara bercocok tanam ini berkembang menjadi sebuah budaya agraris dan diwariskan turun temurun. Tantangannya adalah ketika orang mapan dengan cara bercocok tanam yang ada maka sulit untuk mengubah atau mencari cara yang lain untuk mendapat hasil yang lebih baik.

Yesus menyadari bahwa banyak orang mengikuti Dia, mereka mendengar SabdaNya dan menyaksikan serta mengalami mukjizat-mukjizat dalam hidup mereka. Untuk itu Yesus mau membangun kesadaran baru dalam diri mereka untuk mengerti dan melaksanakan SabdaNya. Tentang hal ini, Yesus menggunakan perumpamaan tentang penabur: Ada seorang penabur keluar untuk menaburkan benih. Benih-benih yang ditabur itu ada yang jatuh di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu, di tengah semak duri dan di tanah yang baik. Di lahan yang berbeda-beda ini tentu keadaan benih juga berbeda-beda. Benih yang jatuh dipinggir jalan akan diinjak orang atau dimakan burung. Benih di atas batu akan bertumbuh sebentar namun cepat layu karena tidak mendapat air. Benih yang jatuh di antara semak duri terhimpit oleh semak duri sampai mati. Benih di tanah yang baik akan bertumbuh dan berbuah seratus kali lipat.

Tentu saja orang-orang yang mendengar perumpamaan ini merasa sebagai hal yang biasa. Mungkin saja sebagian besar orang yang datang dan mendengar Yesus adalah para petani yang sudah terbiasa bercocok tanam di sekitar danau Galilea yang subur. Pemahaman mereka akan apa yang mereka dengar juga terbatas pada aktivitas sebagai petani yang menabur benih. Para muridNya cerdas dan meminta penjelasan atas perumpamaan ini. Maka Yesus pun membuka pikiran mereka untuk mengartikannya. Bagi para murid, mereka diberi karunia untuk mengerti rahasia Kerajaan Allah. Bagi orang lain mereka perlu perumpamaan untuk mengerti Kerajaan Allah. Mengapa? Karena “Sekalipun memandang namun mereka tidak melihat, sekalipun mendengar namun mereka tidak mengerti”.

Untuk itu Yesus lalu mencoba menjelaskan makna perumpamaan ini: benih adalah Sabda Allah. Sabda Allah ini diwartakan dan diterima oleh empat tipe manusia. Pertama, ada pribadi yang mirip “pinggir jalan”. Mereka mendengar Sabda, namun iblis mengambil Sabda itu dari hati mereka sehingga mereka tidak percaya dan diselamatkan. Kedua, ada pribadi yang mirip “tanah berbatu”. Orang itu mendengar Sabda, menerimanya dengan senang hati, tetapi Sabda itu tidak berakar dalam hati. Ketiga, ada pribadi yang mirip “semak berduri”. Orang itu mendengar Sabda, namun selalu terhimpit oleh kekhawatiran, kekayaan, kenikmatan hidup sehingga tidak menghasilkan buah yang matang. Keempat, ada pribadi yang mirip “tanah yang baik”. Mereka mendengar Sabda, menyimpannya di dalam hati yang baik dan menghasilkan buah dalam ketekunan.

Yesus hebat! Ini sebuah perumpamaanNya yang tadinya mungkin kurang bermakna bagi kebanyakan orang dalam masyarakat agraris di Palestina saat itu. Namun sebagaimana Yesus sendiri katakan bahwa mereka yang bukan murid-muridNya tidak memiliki karunia untuk mengerti rahasia Kerajaan Surga sehingga perumpamaan ini dijelaskanNya dan tentu membuka wawasan banyak orang yang mengikutiNya saat itu.

Perumpamaan ini membuat kita berefleksi bersama pada pertanyaan siapakah diri kita ini, menjadi lahan apakah pribadi kita untuk menerima benih Sabda Tuhan? Kita juga masih berada dalam bulan Kitab Suci Nasional maka apakah Sabda yang didengar membuat kita juga menjadi pelakunya? Dalam menghayati Sabda Tuhan, bagaimana anda membangun sikap untuk mengatasi halangan dan hambatan seperti: iblis sebagai sumber kejahatan, ketakutan, kekhawatiran, penganiayaan, kegelisahan hidup, kekayaan dan kenikmatan hidup? Yesus berkata, “Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” Marilah kita berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan. Sungguh, “Berbahagialah orang yang menyimpan Sabda Allah dalam hati yang baik dan tulus ikhlas dan menghasilkan buah dalam ketekunan.”

Hal lain yang kiranya penting untuk kita renungkan bersama adalah komitmen pribadi pada Sabda. Sang penabur memang menabur benih sesuai seleranya. Dia bebas menabur di mana Ia mau menabur. Lahan itu siap menerima benih tetapi tentu tidak berhenti di situ. Lahan yang dalam arti hati kita perlu punya komitmen untuk tekun sehingga menghasilkan buah. Hidup tanpa komitmen yang jelas tentu tidak akan menghasilkan apa-apa yang bermakna dalam hidup. Komitmen pribadi ini juga akan membuat pribadi menjadi matang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menumbuhkan benih Sabda.

Komitmen Pribadi dalam pemahaman Paulus adalah transformasi hidup di dunia menjadi hidup surgawi. Hidup di dunia masih ditandai dengan penderitaan, tubuh hancur tetapi hidup surgawi itu kekal dan tidak akan hancur. Setiap orang terarah pada hidup kekal bersama Bapa di Surga. tentu saja, kembali ke Sabda Tuhan sebagai pedoman, pelita bagi kaki untuk melangkah menuju kepada Bapa di Surga.

Doa: Tuhan semoga kami menjadi lahan yang baik untuk bertumbuhnya sabdaMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply