Hari Senin, Pekan Biasa XXIX
Ef 2:1-10
Mzm 100: 2.3.4.5
Luk 12:13-21
Kerakusan harus diwaspadai!
Ketika masih melayani Tuhan di daerah pedalaman, saya mengalami banyak pengalaman yang unik dan indah. Saya menemukan umat yang sederhana, polos dan terbuka kepada rencana Tuhan. Saya juga menemukan umat yang membaktikan dirinya bagi Gereja sebagai pelayan yang tulus. Ada juga umat yang seolah-olah baik tetapi sebenarnya selalu ada kejahatan tertentu yang dilakukan bagi sesama baik dalam keluarga maupun sesama umat. Ya, pastor itu dianggap seperti “Ensiklopedi berjalan” yang tahu semua hal, misalnya urusan adat dan perkawinan, pembagian warisan, pendidikan anak dan lain-lain. Pastor dianggap penengah yang dapat bersikap adil.
Pengalaman-pengalaman ini menginspirasikan kita untuk memahami perikop Injil hari ini. Sesudah Yesus mengajar banyak orang, ada satu di antara mereka yang mendengar Yesus berkata kepadaNya, “Guru, katakanlah kepada saudaraku, supaya ia berbagi warisan dengan daku.” Yesus tidak mengatakan ya atau tidak tetapi malah menjawab, “Saudara, siapa yang mengangkat Aku menjadi hakim atau penengah bagimu?” Tentu Yesus tahu isi hati mereka ini. Ternyata hal yang diperjuangkan bukan soal keadilan, kebenaran dan cinta kasih tetapi kerakusan atau ketamakan. Itu sebabnya Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala jenis ketamakan! Sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung pada kekayaan itu”.
Orang-orang Yahudi sebenarnya sudah tahu apa yang Tuhan perintahkan dalam 10 perintahNya kepada mereka. Ada tiga perintah yang berhubungan dengan perikop Injil ini: jangan menyembah berhala, jangan mencuri, dan jangan mengingini barang-barang milik sesama. Ketika orang menjadi tamak dengan harta duniawi, hati mereka berada di dalam harta, mereka juga tidak menyadari bahwa mereka menjadikan barang-barang itu berhala dan bersikap tidak adil karena mengingini dan memiliki hak milik orang lain.
Untuk lebih meyakinkan mereka maka Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan ini. Ada seorang kaya, memiliki banyak tanah dan hasil pertanian. Setelah memanen hasil kebunnya, ia berusaha memperbesar lumbungnya. Lumbung itu pun penuh. Hatinya ada pada harta tersebut maka ia berkata dalam hatinya supaya istirahat dengan tenang, sambil makan dan minum sepuasnya. Ketika ia lupa diri seperti ini maka Tuhan akan berkata, “Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu. Bagi siapakah nanti apa yang kausiapkan itu. Demikian jadinya orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah.” Perumpamaan ini mau mengatakan bahwa kekayaan itu tidak menjamin hidup kekal. Ketika meninggal dunia, kekayaan itu tidak berguna lagi karena tidak akan masuk bersama dalam liang kubur atau dibawa ke surga.
Yesus dalam perikop Injil hari ini mengoreksi hati kita yang selalu ada dalam belenggu kekayaan. Ia sendiri berkata, “Dimana hartamu berada, di sana hatimu juga berada”. Ada keterikatan pada harta kekayaan yang menghalangi kebersamaan dengan Tuhan dan sesama. Harta kekayaan itu berhubungan dengan hati sebagai tempat munculnya berbagai keinginan, dan kehendak untuk memiliki. Perlu adanya kesadaran baru bahwa harta kekayaan bukanlah jaminan bagi kehidupan, bahkan terkadang harta kekayaan justru menjadi hambatan untuk bersatu dengan Tuhan dan sesama. Nafsu untuk memiliki harta kekayaan dapat menjadikan kekayaan sebagai berhala. Lihatlah orang-orang yang selalu mencuri, atau melakukan korupsi. Mereka telah menjadikan segalanya berhala dan perasaan dosa itu sudah mati di dalam hati mereka.
Paulus dalam bacaan pertama menghimbau jemaat di Efesus untuk selalu terbuka kepada Tuhan Yesus yang telah menyelamatkan mereka. Dengan kasih karunia yang tiada habis-habisnya, Tuhan membuat mereka menjadi kaya dalam rahmat dan kerahimanNya. Bukan hanya itu, kekayaan terbesar adalah mereka dikasihi dan menjadi ciptaan baru. Memang karena dosa manusia mati tetapi dengan kebangkitan Kristus, manusia juga ditebusNya. Itulah ciptaan baru di dalam Tuhan.
Sabda Tuhan menyadarkan kita semua bahwa nafsu untuk memiliki barang-barang di dunia selalu ada, bahkan kadang menjadi berhala tersendiri. Tetapi Tuhan meghendaki perubahan yang radikal dalam diri kita. Kesadaran untuk bertobat, mengalami kerahiman Tuhan sangatlah penting bagi setiap orang percaya. Sikap lepas bebas merupakan jalan yang baik untuk bertobat.
Doa: Tuhan, syukur kepadaMu karena selalu menyadarkan kami untuk hidup dalam kerahimanMu. Amen
PJSDB