Renungan 14 Desember 2012

St. Yohanes dari Salib
Hari Jumat, Pekan Adven II

Yes 48: 17-19
Mzm 1:1-2.3.4-6

Mat 11:16-19

Akulah yang menuntun engkau!


Hari ini kita memperingati St. Yohanes dari Salib. Yohanes dari Salib lahir di Fontiveros, Spanyol, 24 Juni 1542. Ketika masih kecil ia dikenal dengan nama Juan de Yepes. Masa kecilnya indah karena berada dalam suasana rohani yang bagus. Ia dibantu ibunya untuk mengenal Bunda Maria dan mencintainya, Ekaristi untuk mengenal lebih dalam Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi. Pada usia 21 tahun ia diterima sebagai anggota awam biara Karmelit. Dia banyak bermatiraga dan berdoa. Kemampuan intelektualnya sangat bagus maka ia melanjutkan pendidikannya di Salamanca. Ia ditahbiskan menjadi imam pada usia 25 tahun. 


Ia bersahabat dengan Theresia dari Avila yang tertarik pada cara hidup untuk membaharui Ordo Carmel. Yohanes diangkat menjadi prior pertama dengan nama barunya Yohanes dari Salib. Ia sempat di penjara selama 9 bulan oleh para konfrater yang tidak menghendaki  pembaharuan radikal Yohanes dalam biara Karmel. Dari banyak hal yang terkenal dalam hidup Yohanes, ada empat ajaran rohani yang diwariskannya bagi gereja hingga saat ini: Mendaki Gunung Karmel, Malam Gelap, Madah Rohani dan Nyala Cinta yang Hidup. Ajaran-ajarannya ini merupakan gambaran peziarahan hidup setiap orang untuk bersatu dengan Tuhan. Ia meninggal dunia pada tanggal 14 Desember 1591 dan dimakamkan di Segovia. Dia termasuk salah satu Pujangga Gereja Katolik.


Hal yang menarik dalam diri Yohanes adalah ia berani melawan arus. Untuk membaharui biara Karmel, Yohanes mulai dengan membaharui dirinya. Ia kembali ke semangat awal sebagai pribadi yang taat, miskin dan murni. Pengalaman akan Allah dalam diri Yohanes adalah kemampuannya untuk merasakan bimbingan Tuhan hari demi hari untuk mencapai kekudusan. Membaca kehidupan Yohanes ini sangat inspiratif untuk membantu kita memahami bacaan-bacaan Suci pada hari ini.


Tuhan melalui nabi Yesaya berfirman dengan mengakui diriNya: Tuhan, Penebus, Yang Mahakudus, Allah Israel. Dengan nama-nama atau sapaan-sapaan seperti ini kita langsung memahami betapa Tuhan itu berbeda dengan kita. Dia bertindak sebagai Penebus. Pada saat itu bagi umat pilihanNya yang menderita di Babel. Kini ia menjadi Penebus umat manusia dalam diri Yesus Kristus. Dialah yang Mahakudus. Tidak ada kekudusan lain yang menandingi Tuhan kita. Dialah Allah Israel bukan Allah lain, Dialah Allah nenek moyang mereka yang hidup di tengah-tengah bangsa pilihanNya.


Tuhan berkata melalui Yesaya, “Akulah Tuhan Allahmu, yang mengajarkan hal-hal yang berfaedah bagimu, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti. Keturunanmu akan seperti pasir dan anak cucumu akan seperti kersik banyaknya. Nama mereka takkan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapanmu” (Yes 48:17-19).


Kata-kata Tuhan ini sangat membahagiakan bukan hanya orang-orang pada zaman Yesaya tetapi masih tetap aktual bagi kita saat ini. Di saat umat pilihanNya sedang menderita dan merindukan Sion, Tuhan hadir dengan janji yang sangat membahagiakan. Ia mengakui diriNya sebagai Tuhan bagi Israel. Ia menjadi guru yang mengajar mereka hal-hal yang berfaedah. Ia penuntun yang setia. Tugas sebagai guru dan pembimbing sangat penting bagi para orang tua dan anak-anak. Sabda Tuhan memiliki daya yang luar biasa untuk damai sejahtera dan kebahagiaan. Tuhan juga hadir dalam tanda-tanda kehidupan kita hanya kita sulit membuka diri untuk menerimanya. Seandainya kita seperti Yohanes dari Salib maka kita akan mengubah diri dan mengubah sesama.


Bacaan Injil hari ini menyadarkan kita yang banyak kali bersikap masa bodoh dengan tanda-tanda zaman yang Tuhan berikan kepada kita. Tuhan mengutus para utusannya tetapi pengajaran mereka tidak diterima, mereka bahkan ditolak dan dianiaya. Yesus sendiri datang kepada milik kepunyaannya tetapi tetap saja ditolak. Mari kita membenahi diri kita yang sering menolak kehadiran Tuhan dalam hidup kita.



Saya mengakhiri renungan hari ini dengan doa dalam kesetiaan dari St. Yohanes dari Salib: “Ya Allah, Engkau tidak akan menarik kembali apa yang sudah Engkau anugerahkan kepadaku melalui Putera-Mu yang tunggal, Yesus Kristus. Dalam Dia, Engkau berikan kepadaku segala sesuatu yang dapat kurindukan! Maka aku akan merasa gembira, bila Engkau tidak menunda, asal aku setia menanti. Amen 

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply