Hari Rabu, Pekan Biasa XIX
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan St. Maximilianus Maria Kolbe, Martir. Ia lahir pada tangga 7 Januari 1894 di Lodz, Polandia. Ia dibaptis dengan nama Raymond dan di usia dewasa menjadi Fransiskan dan mengambil nama baru Maximiliaus dan mengucapkan kaul pertama tahun 1911. Pada tahun 1917 mendirikan Militia Immaculata di Roma dan memajukan devosi kepada Bunda Maria. pada tahun 1918 ditahbiskan menjadi imam. Ia pernah menjadi misionaris di Jepang. Ia kemudian kembali ke Polandia. Ditangkap dan masuk camp konsentrasi di Jerman. Ia kerja paksa dan mengalami TBC. Dia menggantikan sersan Gajowniczek yang dijatuhi hukuman mati. ia menjadi martir cinta kasih setelah disuntik dengan carbolic acid. Ia martir yang rebdah hati dan rela berkorban.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk memahami makna kerendahan hati. Kerendahan hati merupakan kebajikan yang berlawanan dengan kesombongan. Kesombongan adalah salah satu akar dosa atau dosa pokok. Kesombongan menunjuk pada suatu kelekatan tak teratur pada keunggulan diri sendiri. Orang yang sombong cenderung mencari makna dan kepenuhan hidup dalam prestasi dan pencapaian diri sendiri. Di dalam Kitab Suci, dikatakan bahwa dosa manusia pertama adalah dosa kesombongan (Sir 10:14-15, Rm 5:19, Tob 4:14). Menurut Katekismus Gereja Katolik, Ada dua jenis kesombongan: manusia menilai kemampuannya terlalu tinggi, dengan berharap bahwa ia dapat mencapai keselamatan tanpa bantuan dari atas; atau ia berharap terlalu berani bahwa ia dapat menerima pengampunan dari kemahakuasaan dan kerahiman Allah, tanpa bertobat, dan menjadi bahagia, tanpa jasa apa pun” (KGK, 2092). Orang yang sombong memang selalu lupa diri bahwa mereka tidak sendirian tetapi hidup bersama orang lain dan berada di hadirat Tuhan.
Saya memiliki pengalaman tertentu dalam membina para calon imam dan bruder. Salah satu hal penting yang dilakukan adalah membimbing mereka untuk menjadi pribadi yang matang, yang berani untuk melepaskan kesombongan manusiawi mereka. Satu jalan yang selalu dilakukan adalah memberi koreksi persaudaraan terhadap kekeliruan bahkan dosa-dosa yang dilakukan dengan sadar atau tidak disadari. Nah, bagaimana memberi koreksi persaudaraan kepada seorang saudara-saudari yang berdosa?
Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini memberikan cara-cara memberi koreksi persaudaraan sebagai berikut:
Pertama, Kalau ada seorang saudara yang berdosa maka perlu duduk bersama, empat mata dan saling berbicara satu sama lain. Ini adalah saat yang tepat untuk memberikan koreksi berupa teguran persaudaraan. Kalau ia merasa berdosa dan mendengar teguran persaudaraan maka sikap tobatnya dapat ditata kembali.
Kedua, Kalau saudara itu tidak mendengar teguran persaudaraanmu, maka panggilah satu atau dua orang lain untuk duduk bersama dan berikan teguran persaudaraan. Mengapa demikian, karena kesaksian dua atau tiga orang memiliki kekuatan tertentu (Ul 19:15).
Ketiga, Kalau teguran persaudaraan dengan beberapa orang juga tidak didengar maka perlu mencari waktu untuk duduk bersama sebagai satu komunitas persaudaraan, dan memberi teguran bersama kepadanya. Keempat, Kalau dengan teguran bersama dalam komunitas juga tidak didengar maka sebaiknya saudara itu dikeluarkan dari komunitas dan dianggap sebagai pribadi yang tidak mengenal Allah atau sebagai orang berdosa.
Inilah empat tahapan dalam memberi teguran atau koreksi persaudaraan kepada saudara yang berdosa. Tentu saja teguran persaudaraan ini dapat memiliki pengaruh kalau orang yang memberi koreksi memiliki kemampuan untuk mendoakan saudara yang berdosa. Sebab kalau koreksi persaudaraan itu semata-mata berasal dari dalam diri sendiri, maka koreksi persaudaraan itu juga tidak memiliki kekuatan apa-apa. Mungkin yang terjadi adalah rasa benci berkepanjangan. Realitas memang terjadi seperti ini. Mengapa orang tidak menerima koreksi dan tidak berubah, karena kita yang memberi koreksi belum mendoakan. Kita hanya mengoreksi karena kesal, marah atau dendam terhadap saudara kita.
Dari Kitab Ulangan kita mendengar kisah terakhir dari Musa. Ia sudah memimpin umat Israel selama lebih kurang 40 tahun melintasi padang gurun. Banyak pengalaman suka dan duka bersama Umat Israel. Satu hal yang menunjukkan kehebatan Musa adalah sikapnya untuk selalu mendengar Tuhan. Umat Israel selalu menggerutu melawan Tuhan melalui Musa, tetapi ia selalu sabar dan bercakap-cakap dengan Tuhan. Tujuan dia adalah mencari yang terbaik untuk umat Israel yang dipercayakan kepadaNya. Seiring dengan perjalanan waktu, Musa melihat bahwa ia tidak kuat lagi memimpin umat Israel, lagi pula Tuhan sendiri sudah mengatakan bahwa ia tidak akan melewati sunga Yordan. Oleh karena itu Ia menyerahkan kuasanya kepada Tuhan dan hambanya Joshua.
Pada hari ini Musa dikisahkan naik ke atas gunung Nebo, puncak pisga yang berhadapan dengan Yeriko. Tuhan menunjukkan kepadanya seluruh negeri Kanaan daerah Gilead sampai ke kota Dan, seluruh Naftali, tanah Efraim dan Manasye, seluruh tanah Yehuda, tanah negeb, lembah Yordan, lembah Yeriko sampai Zoar. Tuhan menunjukkan kepada Musa negeri yang sudah dijanjikan Tuhan sendiri kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Tuhan mengatakan kepada Musa bahwa negeri itu akan diberikan kepada keturunannya tetapi Musa sendiri tidak akan menyeberang ke sana. Musa meninggal dunia di Moab. Orang Israel menangisi Musa 30 hari lamanya. Tuhan sudah melakukan karya-karya besar di dalam dirinya.
Mari saudara-saudariku, dunia, komunitas kita akan menjadi indah kalau hari demi hari kita saling mendoakan, saling memberi koreksi persaudaraan apabila ada yang berdosa. Rasa dendam dan iri hati akan hilang, asalkan orang itu tidak sombong, mau rendah hati untuk menerima koreksi persaudaraan. Banyak orang sulit menerima koreksi persaudaraan, karena orang itu sombong. Di lain pihak, ada juga orang suka memberi koreksi tetapi dirinya sulit untuk menerima koreksi persaudaraan. Inilah realitas hidup kita maka hendaknya Tuhan perlu menjadi andalan hidup kita. Satu jalan yang juga dapat menjadi tawaran penting adalah sakramen tobat. Sering mengaku dosa membuat orang menjadi rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama.