Pertumbuhan Iman Dari Comfort Zone ke Courage Zone
Pernah terjadi sebuah dialog antara dua orang pemuda. Pemuda pertama mengatakan bahwa ia harus berjuang untuk menjadi orang katolik yang baik. Bentuk perjuangannya adalah menghayati nilai-nilai injili dalam hidupnya setiap hari. Ia merasa menghayati nilai injili adalah sebuah kemartirannya. Pemuda kedua dengan santai mengatakan dirinya sudah dibaptis maka jaminan masuk ke surga pasti seratus persen ada. Itu sebabnya tidak perlu memaksa diri berlebihan untuk menjadi martir. Dari dialog kedua pemuda ini menunjukkan bagaimana situasi umum kehidupan beriman bagi banyak orang katolik. Seorang merasa dibaptis, memiliki surat baptis di tangan merasa bahwa hidup kekal ada di tangannya maka tidak perlu lagi berjuang untuk menghayati imannya. Orang seperti ini tidak akan bertumbuh di dalam iman. Ketika orang merasa nyaman di dalam hidupnya maka daya juangnya juga akan melemah dan mati. Ketika seorang dapat berjuang di dalam hidupnya maka ia akan bertumbuh dan berkembang dalam semua aspek kehidupan termasuk imannya kepada Tuhan. Orang harus berani keluar dari comfort zoneke courage zone.
Pada hari Minggu biasa ke XXI tahun C ini, Sabda Tuhan menantang kita untuk keluar dari comfort zone ke courage zone. Penginjil Lukas mengisahkan Yesus yang masih dalam perjalanan menuju ke Yerusalem. Ia sudah mengangkat mataNya dan memandang ke arah Yerusalem di mana di sanalah Ia akan mewujudkan semua pekerjaan Bapa kepada manusia yaitu keselamatan. Ia akan mewujudkan PaskahNya. Dalam perjalanan melalui kota-kota dan desa-desa, Ia mengajar di dalam Sinagoga, di rumah keluarga-keluarga dan juga di jalan-jalan tentang urgensinya Kerajaan Allah. Banyak orang terpesona karena Yesus pernah mengajar, mereka melihat dan mendengar tetapi mereka sendiri belum menghayati semua pengajaranNya. Mengapa demikian? Karena mereka tidak sungguh mendengarkanNya, menyimpan di dalam hatinya dan tidak melakukannya di dalam hidup setiap hari. Justru hal yang mereka lakukan adalah kejahatan. Mereka lebih nyaman di alam dosa.
Dalam situasi seperti ini, orang Yahudi bertanya dengan nada pesimis kepada Yesus: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Orang Yahudi sendiri mulai merasa pesimis karena keinginan mereka adalah semua orang Yahudi diselamatkan. Masalahnya adalah hidup konkret mereka penuh dengan kejahatan dan dosa. Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka bahwa ada sedikit atau banyak orang yang akan diselamatkan. Ia hanya berkata: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu! Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat”. Di sini, Penginjil Lukas lebih menekankan aspek perjuangan. Apa yang diperjuangkan oleh manusia untuk masuk ke dalam rumah keselamatan? Hanya ada satu jawaban yang pasti yakni pertobatan. Orang harus berani bertobat atau ber-metanoia sehingga dapat menghasilkan buah penebusan yang berlimpah. Orang harus berani keluar dari comfort zone untuk masuk ke dalam courage zone.
Penginjil Lukas memberi nada optimisme kristiani kepada kita semua. Maksudnya adalah bahwa kita juga akan dipanggil oleh Tuhan dari belahan bumi yang berbeda untuk ikut di dalam perjamuanNya. Kita dipanggil paling terakhir namun lebih dahulu mendapat bagian di dalam Kerajaan Allah. Hal terpenting adalah pertobatan radikal di dalam diri kita. Kita jangan puas dengan kehadiran rutin setiap Minggu untuk mendengar firman dan menerima komuni kudus. Kita hendaknya tetap berjuang untuk mewujudkan pertobatan dan berani memikul salib-salib kehidupan kita. Sabda Tuhan dan Ekaristi yang dirayakan hendaknya memiliki power untuk mengubah hidup, mengeluarkan kita dari comfort zone ke courage zone. Santo Paulus dalam bacaan kedua menyadarkan kita untuk menerima penderitaan hidup sebagai pengalaman yang meneguhkan iman kita. Penderitaan itu sendiri akan menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehNya.
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menghilangkan semua pola hidup gampang sehingga menjadi umat yang selalu berjuang untuk mewujudkan SabdaMu di dalam hidup yang konkret. Amen