Berpikir Secara Global
Saya pernah mengikuti sebuah seminar yang dibawakan oleh seorang motivator kaum pria. Ia berusaha untuk membantu para pria peserta seminar supaya keluar dari dunianya yang sempit supaya bisa menyadari dan menyapa sesama di dunia yang lebih luas atau global. Setelah selesai seminar banyak peserta seminar membagi pengalamannya dan saling mendukung dengan mengatakan bahwa ini adalah saat yang tepat supaya kita juga memikirkan sesama terutama yang berada di belahan bumi lain yang sangat membutuhkan bantuan.
Kita semua mengenal sebuah pepatah yang mengatakan “Betapa kecilnya dunia ini”. Banyak di antara kita yang punya pengalaman berpetualang ke daerah-daerah terpencil dan berjumpa dengan pribadi-pribadi di daerah tersebut. Saya ingat ketika masih bertugas di daerah pedalaman, banyak sahabat dari Jakarta mengunjungi saya dan melihat karya yang sedang kami rintis. Ada banyak kesempatan untuk mereka menyapa saudara-saudara seiman dan sebangsa di daerah pedalaman. Ada yang mengatakan bahwa pengalaman keberadaan mereka di daerah pedalaman seperti mereka berada di belahan bumi yang lain. Orang-orang di daerah pedalaman memiliki banyak kekayaan alam tetapi masih tetap tertinggal dan miskin.
Saya teringat pada Dalai Lama, pemimpin Tibet yang berkata: “Suka atau tidak suka, saya sudah ada di planet ini dan jauh lebih baik melakukan sesuatu untuk umat manusia”. Kata-kata Dalai Lama ini sangat inspiratif bagi kaum pria. Kita diarahkan untuk berpikir secara global bukan berpikiran sempit. Kita boleh berada di belahan bumi yang kecil tetapi mau tidak mau kita menyukainya dan kita mengusahakan sebuah pelayanan kepada kemanusiaan. Kita membangun peradaban kasih dan melayani kemanusiaan.
Pada abad ini pikiran yang global sangat dibantu oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Dengan bantuan internet mudah sekali mengumumkan keberadaan kita dan memungkinkan dunia untuk mengetukkan jari menuju pintu kita. Dengan adanya internet dan jejaring sosial yang tersedia telah membuat mereka yang jauh menjadi dekat sekaligus yang dekat menjadi jauh. Dunia yang kita huni menjadi sebuah keluarga manusia. Kita bisa menjadi akrab bisa juga menjadi bermusuhan.
Ada seorang sahabat merasa senang setiap kali mendengar suara saya dalam renungan audio Pria Katolik. Ia mengatakan sudah tiga puluh tahun kita tidak berjumpa tetapi setiap kali mendengar suaramu rasanya kita begitu dekat dan akrab. Ada juga seorang sahabat merasa sakit hati karena namanya disebut di dumay (dunia maya) yakni jejaring sosial Facebook sebagai pria brengsek. Pengalaman-pengalaman ini menandakan bahwa dunia sebagai satu keluarga bisa membuat kita sungguh-sungguh bertumbuh sebagai satu keluarga tetapi bisa juga menjadi laga untuk bermusuhan.
Contoh-contoh ini mau mengatakan bahwa pikiran-pikiran kita amat mempengaruhi dunia disekeliling kita. Buah pikiran berupa permenungan yang bersifat membangun dan memotivasi hidup dapat dirasakan oleh banyak orang. Tetapi ada juga pikiran dan perkataan yang membuat dunia menjadi kabur, banyak orang merasa tidak nyaman di dalam hidupnya. Tetapi yang jelas kita harus berani mengatakan bahwa kita itu jauh lebih hebat dari yang kita kira atau pikirkan. Pengaruh kita menyebar jauh lebih luas dari pada yang kita ketahui. William Blake, seorang pujanggawan pernah berkata: “Pikiran kita mampu mengisi ruang tak terhingga”.
Berpikir secara global bagi seorang pria katolik berarti kesiapan untuk bisa keluar dari diri sendiri dan menyapa sesama di dunia yang lebih luas. Maka cobalah kita merenungkan hidup sebagai pria katolik dalam keluarga masing-masing. Banyak kali pria katolik tidak berpikiran global tetapi sempit. Mudah untuk mengadili pasangan hidup, pencemburu, egois. Sikap egois yang berlebihan membuat relasi dengan pasangan menjadi hambar. Di tempat kerja, pria katolik perlu berpikir secara global. Banyak kali mudah putus asa karena ditegur pimpinan. Mungkin saja ditegur karena dosa kelalaianmu tetapi karena sensitif maka marah, benci dengan pimpinan.
Mari kita memandang pada Yesus sang Inspirator kita. Pada hari ini kita merayakan natal segala bangsa atau Epifani (Penampakan Tuhan). KelahirannNya ke dunia mengubah cara pandang manusia yang sempit menjadi global. BintangNya menuntun tiga majus untuk meninggalkan segala-galanya di dunianya yang sempit dan pergi ke dunia yang luas untuk berjumpa dengan Yesus. Tiga majus dari Timur membawa emas, kemenyan dan mur yang melambangkan Yesus sebagai Raja, Tuhan dan kematianNya untuk menebus umat manusia. Herodes seorang pria egois juga ditampilkan penginjil Matius untuk keluar dari dunianya yang sempit, hanya saja ia tetap diliputi kejahatan. Kelahiran Kristus berhasil menghancurkan tembok-tembok pemisah, cluster-cluster yang memisahkan manusia sehinga menjadikan dunia sebagai satu keluarga manusia.
Pada hari ini mari kita keluar dari dunia yang sempit untuk menyapa sesama dan menjadi sesama. Mari kita berpikir secara global bahwa semua manusia adalah saudara yang diberikan Tuhan untuk dikasihi. Pria Katolik, jadilah seperti Yesus yang mempersatukan bukan memisahkan. Pria Katolik, semoga Bintangmu tidak redup melalui perbuatan-perbuatan baikmu.
PJSDB