Hari Senin Pekan Biasa I
1Sam 1:1-8
Mzm 116: 12-14.17-19
Mrk 1:14-20
Indah RencanaMu Tuhan
Sambil menyiapkan homili hari ini, saya mendengar suara Samuel Afi Junior yang menyanyikan lagu berjudul Indah RencanaMu Tuhan: “Indah rencanaMu Tuhan, di dalam hidupku, walau ku tak tahu dan ku tak mengerti, semua jalanMu. Dulu ku tak tahu Tuhan, berat kurasakan, hati menderita dan ku tak berdaya. menghadapi semua. Kini ku mengerti sekarang, Kau tolong padaku, kini kumelihat dan kumerasakan, indah rencanaMu”. Lagu dari gadget yang saya dengar dari salah seorang karyawan di komunitas Salesian Don Bosco Tigaraksa ini sangat menarik untuk kita renungkan bersama pada hari ini. Kita menyadari bahwa di hadapan Tuhan masing-masing orang memiliki pengalaman tersendiri. Misalnya, ada yang sudah melewati pengalaman yang keras dan menantang, ada yang baru mulai mengalaminya sehingga bikin stress. Semua pengalaman hidup yang baik atau yang keras selalu memiliki makna yang indah dalam hidup setiap pribadi.
Pada hari ini kita mendengar kisah keluarga Samuel, sebuah kisah yang menarik sekaligus menantang keluarga-keluarga pada zaman ini dalam Kitab Perjanjian Lama. Kisah kelahiran Samuel diawali dengan sebuah drama keluarga yang berhubungan dengan Santuarium Silo, tempat dimana Tabut Perjanjian diletakkan. Banyak orang selalu berdatangan ke Silo untuk melakukan ziarah tahunan mengunjungi Tabut Perjanjian. Kisah keluarga ini dimasukkan dalam konteks keluarga patriarkal di mana ada kecemburuan tertentu dari para wanita yang memiliki bersama satu suami. Kecemburuan bisa terjadi karena keadaan fisik (cantik tidaknya), ada yang punya anak dan ada yang tidak punya anak dan hal-hal lainnya yang masuk di dalam pengalaman hidup mereka.
Mari kita perhatikan kisah dalam bacaan pertama dari Kitab Samuel. Ada seorang pria dari Ramataim-Zofim, daerah pegunungan Efraim bernama Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf. Dia berasal dari Efraim. Elkana mempunyai dua orang istri. Istri pertama bernama Hana dan istri kedua bernama Penina. Relasi Hana dan Penina tidaklah bagus. Hana belum diberi keturunan sedangkan Penina sudah memiliki keturunan. Dengan demikian muncul kecemburuan kedua istri Elkana ini. Penina merasa lebih superior karena memiliki keturunan meskipun dia adalah istri kedua. Dengan keadaan hidup seperti ini, Hana tidak kehilangan kepercayaan kepada Yahwe. Ia percaya bahwa yahwe memiliki rencana yang indah baginya maka setiap tahun ia masuk dalam kelompok para peziarah ke Silo.
Pada suatu tahun Elkana berziarah dan yang bertugas sebagai imam adalah kedua anak imam Eli bernama Hofni dan Pinehas. Elkana mempersembahkan korban, diberikan juga kepada Penina dan anak-anak baik laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian. Kepada Hana, Elkana hanya memberi satu bagian karena hingga saat itu Hana belum memberi keturunan kepada Elkana. Ada keyakinan bahwa Tuhan sendiri sudah menutup kandungan Hana. Maka setiap kali Hana pergi ke Silo, Penina selalu menyakiti hatinya. Hana pun menangis dan tidak mau makan. Elkana pun tergugah dan berkata kepadanya: “Hana mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?”
Orang yang menaruh harapannya kepada Tuhan pasti mendapat perhatian dari Tuhan sendiri. Hanya Tuhanlah yang mampu melakukan karya-karya besar di dalam hidup manusia sebab bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Demikian terjadi pada Hana. Ia memiliki harapan bahwa Tuhan akan melakukan karya besar di dalam dirinya. Elkana suaminya juga menunjukkan kasihnya kepada Hana. Ia merasa bahwa dirinya lebih berharga di hadapan Hana dari pada sepuluh anak laki-laki. Oleh karena itu Hana tidak harus bersedih karena belum memberikan keturunan kepadanya
Kisah keluarga ini menarik perhatian kita. Ketika seorang wanita belum memiliki keturunan maka orang tua suami dan istri selalu gelisah dan bertanya, apa gerangan terjadi pada anak-anak mereka. Kadang-kadang sang isteri selalu dipersalahkan, diintimidasi bahkan lebih ekstrim ditinggalkan oleh suami karena belum punya anak. Mungkin saja karena orang belum mengerti tentang tujuan perkawinan. Sebenarnya suami dan isteri menikah pertama-tama bukan untuk memiliki anak tetapi supaya suami dan istri itu saling membahagiakan satu sama lain. Anak-anak adalah pemberian Tuhan, Dialah yang menghendaki bukan manusianya. Jadi entah memiliki anak atau tidak, anak yang lahir itu normal atau berkebutuhan khusus, tetaplah merupakan pemberian Tuhan untuk dikasihi.
Sabda Tuhan pada hari ini membimbing kita untuk memahami tugas dan tanggung jawab kita di hadapan Tuhan. Tuhan sudah memanggil kita dengan panggilan istimewa maka mari kita wujudkan kebersamaan dan persaudaraan sejati. Bagi yang menikah, kasihilah pasanganmu itu. Hendaklah kalian saling membahagian satu sama lain.
Doa: Tuhan, berkatilah keluarga-keluarga supaya mereka setia satu sama lain dalam menghayati perkawinan mereka. Amen
PJSDB