Homili 14 Januari 2014

Hari Selasa, Pekan Biasa I

1Sam 1: 9-20

Mzm 1Sam 2: 1, 4-5. 6-7.8abcd

Mrk 1: 21b-28

 

Kuasa Doa Orang Benar

 

P. John SDBBeberapa hari yang lalu saya mengunjungi sebuah toko buku rohani. Di sana saya sempat melihat-lihat pembatas buku. Saya menemukan sebuah pembatas buku dengan tulisan yang bagus: “Doa orang yang benar, bila diyakini didoakan, sangat besar kuasanya” (Yak 5:16). Sambil membaca kutipan dari surat Yakobus ini saya mengangguk sendiri sambil mengingat apa yang dikatakan dalam Kitab Amsal: “Tuhan itu jauh dari orang fasik, tetapi doa orang benar didengarNya” (Ams 15:29). Tuhan selalu memihak kepada orang benar yang sudah melewati pergumulan hidup tertentu. Mereka yang bertahan dalam pergumulan hidup itu akan merasakan sukacita yang besar.

Pada hari ini kita berjumpa dengan salah satu figur orang benar di dalam Kitab Perjanjian Lama yakni Hana, ibunya Samuel. Sebagaimana kita ketahui bahwa Elkana memiliki dua istri. Istri pertamanya adalah Hana hingga usia senja rahimnya ditutup Tuhan (1Sam 1:5). Istri kedua bernama Penina dikaruniai banyak anak sehingga menjadi angkuh terhadap Hana sebagai istri pertama. Akibatnya adalah Hana sangat menderita karena kekerasan verbal dari Penina. Namun demikian Hana tetap percaya kepada kuasa Allah.

Apa yang dilakukan Hana? Ia tak henti-hentinya berziarah ke rumah Tuhan di Silo. Di sana ia berdoa dengan penuh iman, doa permohonan, doa pujian dan syukur kepada Tuhan. Di kisahkan bahwa pada suatu kesempatan, setelah makan bersama, Hana berdiri untuk berdoa dekat imam Eli di dalam rumah Tuhan. Hana merasa pedih hatinya dan sambil menangis ia berdoa kepada Tuhan sambil bernazar: “Tuhan semesta alam, jikalau Engkau sungguh-sungguh memperhatikan sengsara hambaMu ini dan mengingat kepadaku, dan tidak melupakan hambaMu ini, tetapi memberikan kepada hambaMu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada Tuhan untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya” ( 1Sam 1: 11). Doa ini diucapkan tanpa suara, hanya mulut Hana komat kamit, penuh konsentrasi. Imam Eli saja berpikir bahwa Hana sedang mabuk dan ditegur. Imam Eli menasihati Hana: “Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta kepadaNya” (1 Sam 1:17). Tuhan mendengar doa Hana maka ia pun hamil dan melahirkan putranya Samuel. Samuel berarti: “Aku telah memintanya dari Tuhan”.

Kisah Hana dan Elkana ini memang sangat menarik untuk direnungkan bersama. Kita semua belajar dari keluarga ini: Hana sudah lanjut umur tetapi belum dikaruniai anak, ia menderita tetapi tetap bertahan dan percaya kepada Allah. Bagi Allah tidak ada yang mustahil! Ia pernah putus asa tetapi imanny kepada Tuhan lebih besar dari pada rasa putus asanya. Orang-orang seperti Hana adalah orang benar di hadapan Tuhan, yang tidak mengatur Tuhan tetapi percaya bahwa Tuhan akan memberinya yang terbaik yang ia butuhkan. Seorang Putra bernama Samuel adalah hadia istimewa yang nantinya ia persembahkan kembali kepada Tuhan. Elkana suaminya juga tetap ada bersama Hana. Kehadirannya tetap dirasakan meskipun ada Pinea madunya. Elkana mengatakan kesetiaannya: “Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?” (1Sam 1:8).

Kisah kehidupan Hana dan anugerah dari Tuhan ini hendaknya menjadi teladan bagi keluarga-keluarga muda untuk tidak putus asa memohon kepada Tuhan anugerah untuk mendapatkan anak. Anak-anak adalah anugerah Tuhan bagi keluarga, buah kasih yang selalu dinatikan. Namun anak-anak sebagai anugerah itu haruslah dipersembahkan kepada Tuhan oleh orang tuanya. Ini bukan berarti mereka harus menjadi biarawan atau biarawati tetapi menjadi anak-anak Tuhan yang terbaik. Mereka bisa saja menjadi orang awam yang melayani Tuhan.

Satu hal yang penting di sini adalah iman yang teguh kepada Allah dan diungkapkan dalam doa tanpa henti. Hana tidak pernah bosan mengadakan ziarah ke rumah Tuhan di Silo dan memasrahkan dirinya kepada Tuhan. Selama di Silo, siang dan malam ia mengarahkann hati dan pikirannya kepada Tuhan. Keluarga-keluarga muda hendaknya juga demikian. Pasrahkanlah seluruh hidupmu kepada Tuhan dan biarkan ia yang mengatur hidupmu.

Ada pasangan suami istri yang mengatakan kepada saya, “Kami sudah sepuluh tahun menikah, rajin berdoa tetapi Tuhan belum mengabulkannya”. Saya mengatakan, “Lanjutkanlah doamu dengan mengarahkan hati dan pikiranmu kepada Tuhan. Mungkin selama ini hanya pikiran yang diarahkan tetapi hati belum sepenuhnya terarah untuk Tuhan”. Pada tahun berikutnya, ketika bertemu mereka membawa bayi kembar laki dan perempuan. Mereka sangat senang dan berkata, “Terima kasih Romo, sepuluh tahun kami hanya berpikir tetapi lupa memberi hati kepada Tuhan. Ketika hati kami terarah kepadaNya, Ia memberi sepasang anak. El shadai, Allah mahabesar!”. Ini adalah bukti kuasanya doa orang-orang benar.

Bagaimana kalau suami dan istri tidak dikarunia anak? Apa yang harus mereka lakukan? Tentu saja pasutri tidak perlu mencari pasangan yang baru. Gereja menghendaki satu jalan yang positif yakni dengan mengadopsi anak. Anak-anak yang diadopsi memiliki hak dan kewajiban sebagai anak. Tidak ada perbedaan status anak adopsi dan anak kandung. Bukankah kita semua juga anak adopsi dari Tuhan? (Rom 8:23; 9:4).

Doa: Tuhan, kami berterima kasih atas anak-anak yang Engkau anugerahi di dalam setiap keluarga. Semoga mereka bertumbuh sebagai anak-anak angkatMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply