Hari Sabtu, Pekan Biasa I
1Sam 9:1-4.17-19.10:1a
Mzm 21: 13-17
Mrk 2:2.3.4-5.6-7
Indahnya sebuah Panggilan hidup
Merenungkan kembali panggilan hidup. Ini adalah sebuah tema rekoleksi dari sebuah lingkungan. Dalam acara sharing bersama, ada seorang bapa yang mengatakan rasa syukurnya kepada Tuhan atas anugerah panggilan. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak pernah belajar teori menjadi orang tua, tetapi sekarang ia menjadi orang tua yang dikaruniai dua orang anak dan ia menjadi pendidik mereka. Ya, menjadi orang tua, suami dan istri itu adalah sebuah panggilan luhur untuk menjadi kudus. Tidak ada kursus atau kuliah untuk menjadi orang tua. Tuhan sudah menyiapkan dan merencanakan meterai orang tua bagi pribadi yang menjadi suami dan istri. Ada juga seorang bruder yang hadir dalam rekoleksi itu. Ia mengatakan bahwa saat pertama kali merasa terpanggil menjadi Bruder adalah ketika ia bersama seorang imam misionaris bekerja di sawah. Ia sangat terpesona dengan imam misionaris yang ulet dalam bekerja bersama para petani. Sejak saat itu ia bercita-cita untuk menjadi bruder yang bekerja dalam bidang pertanian. Panggilan itu memang indah karena Tuhan memanggil masing-masing orang dalam situasi hidupnya yang nyata.
Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan Saul menjadi raja pertama Israel. Sebelumnya kita sudah mendengar bagaimana para penatua Israel berjumpa dengan Samuel untuk meminta seorang raja. Samuel merasa sedih hatinya dan berdoa kepada Tuhan karena ia menyadari bahwa raja Israel adalah Tuhan sendiri. Tuhan mengingatkan Samuel untuk menyetujui permintaan mereka karena nantinya yang mereka tolak adalah Tuhan bukan diri Samuel. Hanya saja, Tuhan juga mengingatkan kaum Israel melalui Samuel bahwa, sang raja yang mereka inginkan akan memerintah tidak adil. Dari situ mereka juga tidak akan puas dengan pemerintahan raja.
Perikop kita hari ini memunculkan figur raja pertama Isarel yakni Saul, putera Kish dari suku Benyamin. Saul itu seorang pemuda, berwajah elok, berpostur tinggi dan bagus. Tak seorang pun di Israel yang bisa menyaingi kegantengannya. Pada saat itu ternak ayahnya yakni keledai hilang maka Saul ditugaskan bersama seorang bujang untuk pergi mencarinya tetapi tidak menemukannya. Ketika Samuel melihat Saul, Tuhan berfirman: “Inilah orang yang Kusebutkan kepadamu itu, orang ini akan memegang tampuk pemerintahan atas umatKu”. Samuel pun mengambil buli-buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul, diciuminya dia sambil berkata: “Bukankah Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas umatNya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan dan engkau akan menyelamatkannya dari musuh-musuh di sekitarnya” 1 Sam 10:1a).
Panggilan Saul ini unik dan indah karena Tuhan memanggil dan memilihnya di tempat di mana ia sedang bekerja. Ia sedang mencari keledai yang tersesat dan hilang dan yang dia temukan bukan keledai ayahnya Kish, tetapi berkat Tuhan dan pengurapannya menjadi raja pertama Israel. Tentu saja ini adalah cara Tuhan memanggil dan memilih orang pilihannya. Saul menjadi Mashah atau Mesias yang membebaskan umat dari para musuh mereka. Di kemudian hari kita akan melihat figur Yesus sebagai raja yang diurapi, Mesias yang membawa kelepasan bagi banyak orang. Jadi indahnya panggilan Saul memang sudah ada dalam settingan pikiran Tuhan dan bukan rekayasa manusiawi.
Sharing yang dibawakan oleh seorang bapa yang berkeluarga dan seorang Bruder di atas menggambarkan bahwa Tuhan memiliki rencana dan kehendak yang indah bagi setiap orang. Tuhan yang akan terus menerus membentuk dan menguatkan kita semua. Dialah yang akan membuka jalan dan memampukkan kita untuk bertumbuh menjadi kudus.
Penginjil Markus pada hari ini juga menghadirkan sebuah kisah panggilan. Tuhan Yesus sedang berjalan di pantai danau Galilea. Ia menemukan Lewi, putera Alfeus. Yesus mengajak Lewi: “Ikutlah Aku!” Lewi pun berdiri dan mengikuti Dia. Sebagai tanda syukur Lewi mengadakan perjamuan yang dihadiri oleh para pemungut cukai di rumahnya. Ini adalah saat rekonsiliasi di mana Yesus dengan tegas mengatakan: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa”. Inilah puncak dari sebuah panggilan yakni kekudusan diri di hadirat Tuhan.
Kisah-kisah panggilan Saul dan Lewi menarik perhatian kita. Panggilan itu selalu berasal dari Tuhan. Dia yang berinisiatif untuk memanggil dan memilih sesuai dengan kehendakNya. Ia memangil para pilihanNya dalam situasi hidup yang nyata. Saul sedang mencari keledai yang hilang dan yang dia temukan adalah Kerajaan Israel yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Lewi sedang bekerja di meja cukai dan ia menemukan Kerajaan Allah di dalam diri Yesus yang memanggil. Keindahan panggilan adalah pada tujuan akhir dari panggilan yakni kekudusan atau persatuan dengan Tuhan. Orientasi setiap panggilan adalah pada persatuan dengan Tuhan. Orang yang hidup sebagai suami dan istri memiliki panggilan untuk menjadi kudus. Para imam, biarawan dan biarawati juga memiliki panggilan untuk mengikuti Yesus dari dekat dan menjadi kudus. Itulah keindahan panggilan Tuhan sehingga butuh jawaban yang pasti dari pihak manusia.
Doa: Tuhan, terima kasih atas rahmat panggilanMu bagi kami masing-masing. Amen.
PJSDB