Hari Rabu, Pekan Biasa XIII
Am. 5:14-15,21-24
Mzm. 50:7,8-9,10-11,12-13,16bc-17
Mat. 8:28-34.
Apakah Urusan Tuhan dengan kita?
Pada suatu hari ada sebuah keluarga muda yang datang untuk berbicara dengan saya di pastoran. Pasutri muda ini sedang mengalami angin sakal dalam keluarga dan membahayakan relasi mereka satu sama lain. Pasalnya orang tua keduanya masih ikut campur tangan urusan keluarga muda ini. Ketika sang istri belum mahir memasak, mertuanya selalu memberikan seribu comelan katanya mengapa kamu sudah menikah tetapi belum bisa memasak? Banyak perkataan yang keluar dari mulut orang tua yang sangat mengganggu relasi pasutri ini. Saya lalu menyarankan mereka untuk mengingat kembali janji perkawinan mereka. Bahwa sebagai suami istri mereka menjadi satu daging dan berusaha saling menerima satu sama lain termasuk keluarga dan orang tua mereka. Masalahnya ada pada sikap orang tua yang terlalu banyak mencampuri urusan keluarga anak sehingga saya menyarankan mereka untuk duduk bersama orang tua dan mengatakan apa adanya keadaan mereka.
Pada hari ini kita mendengar kisah injil yang menarik. Yesus sedang mengadakan perjalanan ke daerah orang Gadara seberang Danau Galilea. Daerah ini bagi orang Yahudi disebut daerah orang kafir karena berada di luar komunitas Yahudi. Di sana ia berjumpa dengan dua orang yang kerasukan setan keluar dari kubur untuk menemuinya. Konon setan-setan yang merasuki kedua orang itu sangat buas dan menakutkan banyak orang sehingga tak seorang pun berani melewati tempat itu. Hanya Yesus sendiri yang berani melewatinya. Apa yang terjadi ketika mereka melihat Yesus? Ternyata kuasa Yesus jauh melebihi setan-setan sehingga mereka berteriak dengan nada ketakutan: “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?” (Mat 8:29). Mereka pun menyerah dan meminta kepada Yesus untuk memasukkan diri mereka ke dalam kawanan babi yang berada di dekatnya. Babi-babi itu kemudian terjun menuruni tebing ke dalam danau dan mati lemas di dalam air. Situasi ini memancing seluruh kota untuk keluar dan mendesakNya untuk meninggalkan daerah mereka.
Ada seorang sahabat berkata: “Saya takut dengan setan.” Sahabat yang lain berkata: “Saya tidak takut dengan setan.” Pertanyaannya adalah apakah setan itu? Ada orang mengatakan setan itu roh-roh orang yang sudah meninggal dunia. Itu sebabnya kalau melewati pekuburan orang selalu takut. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa setan atau iblis adalah seorang malaikat yang jatuh dalam dosa. Gereja mengajarkan bahwa ia pada mulanya adalah malaikat baik yang diciptakan Allah. “Setan dan roh-roh jahat lain menurut kodrat memang diciptakan baik oleh Allah, tetapi mereka menjadi jahat oleh karena kesalahan sendiri” (Konsili Lateran IV, 1215). Jatuhnya mereka dalam dosa merupakan keputusan bebas roh-roh yang tercipta ini, yang menolak Allah dan KerajaanNya secara radikal dan tetap (KGK, 391-392).
Tuhan Yesus sendiri memiliki kuasa untuk menyembuhkan orang-orang sakit, fenomena alam seperti angin sakal dan gelombang danau juga takluk kepadaNya. Kali ini Yesus menunjukkan kuasaNya untuk menaklukkan setan di daerah orang asing (Gadara). Tak seorang pun berani melewati daerah itu, hanya Yesus yang melewatinya dan mampu menaklukan setan-setan. Setan-setan merasa bahwa urusan mereka untuk merasuki manusia dihadang oleh kuasa ilahi Yesus sehingga mereka berteriak dengan ganas. Memang orang-orang Yahudi percaya bahwa setan itu berkuasa bagi manusia hingga saat sebelum pengadilan terakhir. Tetapi dalam kisah ini Yesus datang mendahuluinya untuk mengalahkan mereka. Memang tugasnya Yesus adalah mencampuri urusan manusia dalam hal ini menyelamatkan manusia dari kuasa setan. Tindakan keselamatan ini bukan hanya bagi orang Israel tetapi juga bagi orang-orang di luar komunitas Israel.
Satu hal lain yang dikisahkan dalam Injil hari ini adalah, orang-orang di daerah Gadara tidak menyadari kebaikan Tuhan Yesus yang melepaskan mereka dari kuasa setan. Mereka belum memiliki kebiasaan bersyukur atas kebaikan Tuhan karena membebaskan mereka dari kuasa setan. Mereka justru mendesak Yesus untuk meninggalkan daerahnya. Hal yang sama selalu terjadi dalam hidup kita. Banyak kali kita lupa bersyukur atas kebaikan Tuhan dan sesama yang kita alami.
Dalam bacaan pertama, Amos menasihati kita untuk pandai memilah-milah mana yang baik dan mana yang jahat. Ia berkata: “Carilah yang baik dan jangan yang jahat agar kalian hidup.” (Am 5:14). Tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan itu bisa dicapai dengan melakukan dan mengalami perbuatan-perbuatan yang baik dan menjauhkan perbuatan yang jahat. Amos juga berkata: “Bencilah yang jahat, cintailah yang baik dan tegakkanlah keadilan.” (Am 5:15). Setan bisa menguasai hidup manusia sehingga selalu jatuh dalam dosa dengan melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Orang yang berbuat baik dan memperjuangkan kasih dan keadilan adalah mereka yang hidup bersama Tuhan. Dialah sumber kebaikan dan kasih.
Sabda Tuhan hari ini menantang kita untuk dua hal ini. Pertama, Yesus ikut terlibat dalam urusan kita untuk kebaikan yakni menyelamatkan kita dari kuasa setan. Kita juga bisa ikut terlibat dalam kehidupan sesama untuk kebaikan dan kasih bukan untuk memecah belah dan menguasai (devide et impera). Kedua, Kita belajar untuk selalu bersyukur atas segala kebaikan dari Tuhan dan sesama. Matikanlah sikap “lupa bersyukur” dengan kebiasaan baik “selalu bersyukur”. Carilah yang baik dan jauhkanlah yang jahat!
Doa: Tuhan kami memohon berkatMu supaya sepanjang hari ini kami boleh mengandalkanMu untuk membebaskan kami dari kuasa kejahatan. Amen
PJSDB