Homili 23 Juli 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa XVI
Yer 1: 1.4-10
Mzm 71:1-4a.5-6ab.15ab.17
Mat 13:1-9

Jangan takut, Aku menyertaimu!

Fr. JohnAda seorang anak untuk pertama kalinya melakukan perjalanan yang jauh dari Indonesia Timur ke salah satu kota di Pulau Jawa untuk melanjutkan studinya. Ketika hendak masuk ke dalam pesawat udara, ayahnya mengatakan kepadanya: “Nak, kamu pergi sendiri tetapi jangan takut. Mama dan bapa selalu menyertaimu.” Kata-kata ayahnya ini sangatlah menguatkannya. Selama berada di rumah sendiri serasa ia berada di zona nyaman karena semua pekerjaan selalu dikerjakan orang tuanya, tetapi sekarang ia harus berani menjadi mandiri. Ketika tiba di Pulau Jawa dan memulai kuliahnya ia berusaha untuk tidak takut karena mengingat kata-kata ayah dan ibunya bahwa mereka tetap menyertainya. Masing-masing orang pasti punya pengalaman ketakutan tertentu dan mengalami peneguhan dari orang-orang disekitarnya. Ketika orang kurang percaya diri, mengalami krisis tertentu, intervensi positif dari rekan-rekan atau orang terdekat sangatlah berarti. Hal yang penting di sini adalah keterbukaan diri, kesiapan diri untuk menerima nasihat dan koreksi persaudaraan.

Pada hari kita mendengar kisah panggilan nabi Yeremia. Tuhan berkata kepadanya: “Sebelum Aku membentuk Engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau. Dan sebelum engkau dilahirkan, Aku telah menguduskan dikau, Aku telah menentukan dikau menjadi nabi untuk berbagai bangsa.” (Yer 1:5). Tuhan mengenal Yeremia dan bahwa Yeremia memiliki potensi untuk menjadi utusan atau nabi bagi Tuhan. Tuhan mengenal Yeremia sebelum dibentuk dalam rahim ibunya hingga kelahirannya. Perkataan Tuhan ini menunjukkan otoritasnya bagi hidup manusia. Dia yang punya kuasa untuk menciptakan dan memelihara maka wajarlah kalau Ia sungguh mengenal Yeremia. Hal yang sama terjadi juga pada kita. Ia juga mengenal kita secara pribadi.

Saya teringat pada Raja Daud. Ia pernah berdoa: “Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku, Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya telah Kauketahui ya Tuhan.” (Mzm 139:1-4). Tuhan mengenal seluruh hidup kita dan menyertai kita. Hanya kita yang lupa bahwa Tuhan mengenal dan menyertai kita semua.

Reaksi Yeremia atas perkataan Tuhan ini berupa sebuah keberatan yang mencerminkan rasa kurang percaya dirinya di hadirat Tuhan. Ia berkata kepada Tuhan: “Ah, Tuhan Allah! Sesunggunya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda belia.“ (Yer 1:6) Reaksi Yeremia ini merupakan hal yang wajar karena menjadi utusan Tuhan itu bukanlah hal yang gampang. Utusan Tuhan akan melakukan pekerjaan Tuhan. Ia berbicara dalam nama Tuhan bukan berbicara atas nama dirinya sendiri.

Terhadap keberatan ini Tuhan meyakinkan Yeremia untuk berani menjadi utusan. Tuhan berkata: “Janganlah berkata bahwa aku masih muda belia, engkau harus pergi kemana akan Kuutus. Hal yang Kuperintahkan harus kausampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan dikau. Aku akan menaruh SabdaKu ke dalam mulutmu” (Yer 1:7-9). Tuhan mengenal Yeremia maka Ia memberanikannya untuk keluar dari ketakutan dan rasa kurang percaya dirinya. Seorang utusan Tuhan haruslah berani untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Tuhan sendiri senantiasa menyertai hingga akhir zaman. Itu sebabnya utusan Tuhan haruslah menghilangkan keraguan dan ketakutan di dalam hidupnya. Ia harus memiliki prinsip: “Mulutku akan menceritakan keselamatan yang datang dari Dikau, ya Tuhan.” (Mzm 71:17).

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil Matius, memberi perumpamaan tentang penabur. Penabur itu memiliki kehendak bebas untuk menabur benih. Benih-benih itu jatuh di pinggir jalan, di tanah berbatu, di antara semak belukar dan di tanah yang baik. Benih yang jatuh di pinggir jalan itu mudah dilihat oleh burung-burung sehingga datang dan memakannya. Benih di tanah berbatu itu tidak banyak tanahnya sehingga benih itu cepat bertumbuh dan cepat mati juga. Benih yang jatuh di semak berduri itu bisa bertumbuh tetapi dihimpit semak berduri sehingga mati. Benih yang jatuh di tanah yang baik akan bertumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang berlimpah.

Tuhan senantiasa bersabda kepada kita dan tugas kita adalah mendengar Sabda dan melaksanakannya di dalam hidup kita. Tuhan adalah sang penabur sejati. Ia juga percaya pada hati kita sebagai lahan di mana benih sabdaNya ditaburkan. Mari kita berusaha menjadi lahan yang baik. Jangan pernah merasa takut karena Ia menyertai dan memampukan kita supaya menjadi lahan yang baik sehingga bisa menghasilkan buah sabda yang melimpah. Jangan takut, Dia menyertai kita semua.

Doa: Tuhan, bersabdalah maka hambaMu mendengar dan melakukannya. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply