Lebih Dari Pemenang

LEBIH DARI PEMENANG!

P. John SDBKomunitas para Rasul mengalami sebuah pergumulan di hadapan Yesus. Yesus memberitakan tentang “Kedatangan Anak Manusia” dengan ciri-ciri khasnya: “Ada banyak siksaan, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan kuasa-kuasa langit akan bergoncang. Pada saat itu tampaklah tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaanNya.” (Mat 24:29-30). Nah, menjadi pertanyaan umum para rasul adalah kapan saat yang dikatakan Yesus ini akan terjadi? Yesus dengan singkat menjawabnya: “Tetapi tentang hari dan saat itu, tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Mat 24:36; Mrk 13: 32).

Para Rasul melanjutkan pengajaran Yesus tentang kedatangan Anak Manusia dan kemuliaanNya di dalam komunitas masing-masing. Petrus berkotbah kepada jemaat di Yerusalem: “Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan, hari yang besar dan mulia dan barangsiapa berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.” (Kis 2:20). Paulus mengharapkan agar hari Tuhan itu disambut dengan hidup tanpa cacat di hadiratNya (1Kor 1:8). Paulus juga menggambarkan hari Tuhan dengan api. Jemaat diharapkan untuk bermegah atas para rasul pada hari Tuhan (2Kor 1:14). Hari Tuhan itu seperti pencuri yang datang pada waktu malam (1Tes 5:2). Petrus berkata: “Pada waktu itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.” (2 Ptr 3:10). Yohanes merasakan hari Tuhan dengan bunyi sangkakala (Why 1:10).

St. Paulus memiliki pendapat yang bisa membantu Umat di Tesalonika untuk memahami makna hari kedatangan Anak Manusia atau hari Tuhan sebagai orang kudus terpilih karena injil. Ia berkata: “Tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus dan terhimpunnya kita dengan Dia kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu jangan lekas bingung dan gelisah, baik oleh ilham roh, maupun oleh pemberitaan atau surat yang dikatakan dari kami, seolah-olah hari Tuhan telah tiba. Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa.” (2Tes:2:1-3). Mereka lebih disarankan untuk hidup sebagai orang-orang pilihan Allah yang kudus. Ini tentu mengandaikan iman yang kuat kepada Tuhan.

Di dalam sejarah, gereja umat kristiani mengalami banyak pengalaman penderitaan. Penganiayaan bertubi-tubi dialami oleh umat kristiani. Banyak orang kudus pada awal Gereja adalah para martir yang wafat karena menumpahkan darahnya. Ini adalah ungkapan kasih kepada Kristus secara total. Mengasihi Yesus berarti memberi diri seutuhnya kepada Tuhan. Saya teringat pada santu Polikarpus yang berkata: “Selama delapan puluh enam tahun aku telah melayani Dia dan aku tidak akan mengingkariNya.” Polikarpus merasa bersatu dengan Tuhan sejak dibaptis maka sampai mati pun ia tetap bersatu denganNya. Hal ini kiranya menjadi tepat dengan perkataan Tertulianus: “Il Sangue dei martiri e’ il seme dei cristiani.” (Darah para martir adalah benih untuk bertumbunya iman kristiani). Itu sebabnya hingga saat ini, gereja mengalami penderitaan di mana-mana, tetapi tidak akan lenyap karena Kristus menyertaiNya hingga akhir zaman (Mat 28:20).

Pada saat ini dunia sedang mengalami kegoncangan yang dahsyat dengan adanya gerakan negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Banyak orang Muslim dan Kristen di kedua negara ini menjadi martir terutama di daerah Irak utara. Vatikan mengecam tindakan brutal ISIS terhadap kaum kristen, Yazidi dan kelompok agama minoritas lainnya di Irak dengan melakukan berbagai kejahatan seperti pembunuhan, mutilasi, penyaliban dan menyeret mayat di tempat publik, menculik perempuan dan aneka kejahatan lainnya. Akibat kejahatan ISIS ini banyak orang kristen meninggalkan tanah airnya dan pergi ke negeri lain.

Dari semua hal yang dipaparkan di atas membawa kita kepada pertanyaan ini: Apa yang kiranya Tuhan rencanakan bagi anda dan saya saat ini? Saya mengajak kita semua merenungkan perkataan St. Paulus kepada jemaat di Roma berikut ini:

“Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:30-39).

Hal yang menarik dari kutipan surat Paulus ini adalah perkataannya tentang pengalaman hidup kita setiap hari: penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya atau pedang tidak akan memisahkan kita dari kasih Allah di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Mengapa? Karena kita adalah lebih dari pada orang-orang yang menang. Dengan kata lain, kita lebih dari para pemenang.

Kematian Kristus dan kebangkitanNya menjadi titik pangkal kemenangan yang membuat kita lebih dari pemenang. Mengapa Yesus dihukum mati di kayu salib? Yesus adalah tantangan besar bagi kaum Yahudi. Ia mengampuni dosa, yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Ia bertindak seolah-olah Hukum Sabat tidak mutlak. Ia dituduh sebagai penghujat dan nabi palsu. Maka Ia harus mati atas semua kejahatan itu. Siapa yang bertanggung jawab atas kematian Yesus ini? Dosa semua orang berdosa ditanggungkan karena kematian Yesus.

Saya teringat pada C.S Lewis (1898-963) pernah menulis: “Orang ini baik dahulu maupun sekarang, adalah Putra Allah: atau jika orang ini bukan Putra Allah, mungkin Dia seorang gila atau sesuatu yang lebih buruk. Kamu bisa meneriakiNya dengan sebutan orang bodoh, meludahiNya dan membunuhNya seolah-olah Dia setan; atau kamu akan tersungkur di kakiNya dan menyapaNya Tuhan dan Allah. Tapi kita jangan sampai jatuh pada pandangan yang tidak masuk akal mengenai keberadaanNya sebagai guru yang hebat. Dia tidak membiarkan itu.”

Beata Theresia dari Kalkuta pernah berkata: “Ketika kita melihat pada kayu salib, kita memahami keagungan kasihNya. Ketika kita melihat palunganNya, kita memahami kelembutan kasihNya bagimu dan bagiku, bagi keluargamu dan setiap keluarga. “

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa kita lebih dari pemenang? Apa keistimewaan kita? Kita mengalami banyak penderitaan dan aneka pergumulan hidup. Banyak kali kita hanya berhenti pada pergumulan itu dan lupa bahwa Allah kita jauh lebih besar dari segala persoalan hidup. Kita adalah lebih dari pemenang. Perhatikanlah kutipan Sabda berikut ini yang menandakan bahwa kita lebih dari pemenang:

Tuhan Yesus sendiri bersabda: “Semuanya Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33).

St. Paulus berkata: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rm 8:35).

Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus Paulus menulis: “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1Kor 15:57).

Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus menulis: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dalam hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku. “(Gal 2:20).

Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus Paulus menulis: “Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (Ef 5:2).

Yohanes dalam Kitab Wahyu menulis: “Dan Yesus Kristus, saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa-dosa kita oleh darahNya“ (Why 1:5).

Kita semua lebih dari pemenang. Pemenang adalah seorang yang oleh iman dan kasih karunia Allah, lahir kembali dalam Yesus. Ia bebas dari dosa dan salah karena Yesus menebusnya. Mereka bisa berprinsip: “Lebih baik mati dari pada berbuat dosa.” Menjadi pemenang berarti Kristus adalah segalanya. Deus omnia omnibus! (1Kor 15:28).

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply