Homili 25 Oktober 2014

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIX
Ef 4:7-16
Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5
Luk 13:1-9

Rekonsiliasi itu butuh Kesabaran

Fr. JohnTuhan Yesus mengajak banyak orang yang mendengarnya untuk membangun sebuah peradaban baru yakni peradaban damai. Ia mencontohkan dengan kisah dua orang yang berjalan untuk menghadap pemerintah. Mereka di harapkan untuk berdamai dalam perjalanan dari pada saling menjual di hadapan pengadilan dan akhirnya masuk ke dalam penjara karena akan sangat sulit untuk keluar dari sana (Luk 12:58-59). Perkataan Yesus tentang peradaban damai bersama musuh dalam ziarah hidup ini memang masih aktual. Hidup kita akan bermakna ketika kita bisa hidup bersama dengan orang lain dalam suasana damai, semua orang merasakan kasih. Ini sebuah pengalaman rekonsiliasi antar manusia yang harus dibangun bersama supaya dunia kita bisa menjadi lebih baik.

Pengajaran tentang rekonsiliasi berlanjut. Tuhan Yesus memberikan dua contoh dalam pengajaranNya untuk membangkitkan pikiran orang banyak supaya bisa bertobat. Sesuai mentalitas orang pada zaman itu, kalau saja ada bencana atau malapetaka, mereka selalu menghubungkannya dengan kuasa Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa semua pengalaman penderitaan dan kemalangan, bencana dan malapetaka yang datang silih berganti adalah kutukan dan hukuman dari Tuhan. Tuhan Yesus membuka pikiran mereka untuk memahami kehendakNya supaya mereka bisa bertobat dengan dua contoh yang ekstrim yang sudah umum diketahui saat itu.

Kisah pertama tentang peristiwa tragis di Galilea. Pada waktu itu terjadi kekerasan di sinagoga Galilea selama perayaan paskah. Banyak orang Galilea sudah mempersembahkan domba-domba mereka di mana darah anak domba itu di perciki di atas altar kurban. Pada waktu itu Ponsius Pilatus mengadakan kekerasan sehingga darah manusia tercampur dengan darah domba-domba di atas altar. Altar yang kudus menjadi ternoda karena darah manusia. Terhadap peristiwa ini Yesus berkata: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (Luk 13:2-3).

Contoh kedua adalah tentang menara yang roboh sehingga menewaskan 18 orang di dekat Siloam. Yesus berkata: “Sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (Luk 13:4-5). Dua kasus yang diangkat Yesus merupakan tragedi kemanusiaan. Yesus mengangkat tragedi kemanusiaan untuk mengajak mereka bertobat. Pertobatan itu menjadi kesempatan orang mengalami kasih dan kemurahan Allah. Hal yang hendak dirasakan oleh orang-orang yang mengalami pertobatan adalah kedamaian dan kasih. Sebuah rekonsiliasi hakiki bersama Tuhan dan sesama. St. Paulus mengakui bahwa Allah mendamaikan kita dalam Kristus sendiri dan tidak memperhitungkan dosa-dosa kita (2Kor 5:19).

Selanjutnya, Tuhan Yesus mengangkat sebuah perumpamaan lain tentang kesabaran Allah. Rekonsiliasi bisa terwujud sempurna kalau ada kesabaran dari Allah sendiri dalam diri Yesus Kristus. Hal ini diumpamakan oleh Yesus dengan pohon ara yang tidak berbuah selama tiga tahun. Memang sang pemilik meminta kepada pengurus kebun anggur untuk menebang pohon ara tetapi pengurus itu berkata: “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13: 8-9). Saya yakin bahwa pada tahun berikutnya, pengurus kebun itu akan mengatakan kepada pemilik kebun anggur untuk bersabar dan memberi kesempatan supaya pohon ara utu bisa berbuah.

Rekonsiliasi bisa terwujud kalau kita memiliki kesabaran seperti Tuhan. Artinya setiap orang bisa berekonsiliasi kalau ia mulai sabar dari diri sendiri dan dengan demikian bisa sabar dengan sesama. Kesabaran itu mahal tetapi kita harus berusaha untuk mengalaminya karena Tuhan yang memulainya. Kita harus malu kalau tidak sabar dan tidak bisa berekonsiliasi, tidak bisa bertobat.

Bagaimana mewujudkan rekonsiliasi atau pertobatan di dalam diri kita? Tuhan sudah menganugerahkan kesabaran bagi setiap orang. St. Paulus mendukung dengan berkata: “Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.” (Ef 4:7). Tuhan menganugerahkan kasih karunia supaya setiap orang bisa ikut serta membangun tubuh Kristus. Dialah yang sudah pernah naik dan turun sehungga semua orang bisa memperoleh keselamatan. Apakah kita bisa menggunakan anugerah-anugerah dari Tuhan untuk kebaikan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Mari kira bertobat.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk bertobat dan kembali kepadaMu. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply