Homili Tentang Bunda Maria

Bunda Maria ada di sini

PJSDBPada hari ini kita mengakhiri bulan Rosario. Komunitas Salesian Don Bosco Tigaraksa menggunakan kesempatan untuk bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada para penderma untuk donasinya bagi pemugaran gua dan patung Bunda Maria. Hari ini patung Bunda dan guanya Maria diberkati.

Dalam homili kepada umat yang hadir saya mengangkat dua tokoh yang sangat dekat dengan Bunda Maria. Kedua tokoh orang kudus ini sangat inspiratif dan pengalaman mereka bisa membantu kita untuk bertumbuh dalam kekudusan. Siapakah mereka itu?

St. Yohanes Bosco (16 Agustus 1815-31 Januari 1888)

Orang kudus kelahiran Becchi, Italia Utara ini lahir pada tanggal 16 Agustus 1815, dari pasangan Margaretha Occhiena dan Francisco Bosco. Ia mengenal Bunda Maria dari ibunya Margaretha Occhiena, seorang wanita kudus (dalam proses beatifikasi). Margaretha mengajarkan Don Bosco doa Angelus dan doa Salam Maria dan setiap hari Yohanes mendoakannya.

Peristiwa yang menjadi kekuatan bagi masa depannya adalah ketika ia bermimpi untuk pertama kalinya pada usia sembilan tahun. Isi mimpinya adalah: Dia mendapatkan dirinya berada di sebuah lapangan yang luas, dikelilingi oleh anak-anak yang sedang berteriak dan berkelahi. Keadaan pada waktu itu kacau sekali. Menyadari keadaan demikian, Yohanes Bosco berusaha menenangkan anak-anak bengal itu. Dia berusaha mempengaruhi mereka supaya berhenti berkelahi. Tetapi ketika cara lembut dan persuasif ini tidak membuahkan hasil, ia kemudian mencoba menghentikan mereka dengan tindakan kekerasan fisik. “Jangan gunakan kekerasan,” kata seorang asing yang dia sendiri tidak pernah kenal sebelumnya. “Jadilah lembut jika kamu ingin memenangkan hati dan persahabatan mereka.”

Setelah mendengar kata-kata dari seorang perempuan yang tidak dia kenal itu, tiba-tiba Yohanes Bosco melihat bagaimana anak-anak muda yang tadinya berkelahi dan mengeluarkan kata-kata kasar itu, kini berubah menjadi binatang buas. Herannya, binatang-binatang buas itu berubah menjadi domba-domba dan berada di sekitar Yohanes Bosco. Tak lama kemudian, terdengar suara seorang perempuan yang memberi perintah kepada Yohanes Bosco, katanya, “Bangunlah, ambillah tongkatmu dan berbegaslah membawa mereka ke pada rumput.” Inilah pengalaman yang dashyat perjumpaan Don Bosco dengan Bunda Maria. Di kemudian hari ia memulai karya Salesian dengan mengajarkan doa Salam Maria kepada Bartolomeus Garelli. Dia mengajarkan devosi kepada Bunda Maria Penolong Umat Kristiani dan mendirikan tarekat suster Bunda Maria Penolong Umat Kristiani.

Banyak kali Don Bosco mengatakan Ia melihat Bunda Maria. Kehadirannya di dalam hidup pribadi dan di dalam Kongregasi Salesian sangat nyata. Ia berkata: “Saya melihat Bunda Maria di sini!” Setiap orang yang datang ke rumah salesian, dia diantar oleh Bunda Maria. Di dalam kongregasi Salesian, doa singkat yang amat populer adalah: Bunda Maria Penolong Umat Kristiani, doakanlah kami.

Yohanes Paulus II (18 Mei 1920-2 April 2005).

Karol Belajar dari orang tuanya untuk berdevosi kepada Bunda Maria. Devosinya di kemudian hari lebih berkembang karena pengaruh dari seorang tukang jahit bernama Jan Tyranowiski.

Devosinya besar kepada Bunda Maria di bawa bimbingan ibunya bernama Helena. Ia memiliki kebiasaan mengunjungi gereja-gereja yang namanya dipersembahkan kepada bunda Maria: Bunda Maria Perpetuo Soccorso di Wadowice, Gereja Bunda Maria Kalwaria dan Gereja Jasna Gora di mana terdapat patung Bunda Maria Hitam (La Madonna Nera). Ketika ibunya meninggal dunia tahun 1929, ayahnya melanjutkan pembinaan hidup rohaninya. Pada tengah malam ayahnya selalu bangun dan berdoa rosario. Hal ini membuat Karol Junior (Yohanes Paulus II) juga senang berdoa rosario. Ia mengakui bahwa Rosario adalah salah satu doanya yang paling populer.

Tokoh lain yang mempengaruhinya untuk berdevosi kepada Bunda Maria adalah St. Luis Monfortan. Semboyan kepausan yang dipilihnya adalah “Totus tuus Maria.” Sebenarnya kata-kata ini diungkapkan St. Luis Monfortan: “Totus Tuus  ego sum, et omnia mea tua sunt. Accipio te in mea omnia, Praebe mihi cor tuum Maria”.  Saya ingat Vittori Messori, seorang penulis Katolik dari Italia pernah menulis: “Yohanes Paulus II melihat Maria sebagai pribadi yang hidup. Ia seolah-olah melihatnya sebagai manusia yang hidup dan sangat mengasihinya.” Semua dokumen yang ditulisanya selalu diakhir dengan doa penyerahan kepada Bunda Maria.

Kedua tokoh ini saya angkat dalam homili ini untuk membantu kita bertumbuh secara rohani bersama Bunda Maria. Maria dirasakan kehadirannya bukan kehadiran dalam khayalan tetapi kehadiran nyata seorang ibu yang selalu menolong. Bunda Maria Penolong Umat Kristiani, doakanlah kami.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply