Homili 21 Februari 2015

Hari Sabtu, Setelah Rabu Abu
Yes. 58:9b-14
Mzm. 86:1-2,3-4,5-6
Luk. 5:27-32.

Tuhan, Engkau Sungguh Baik!

Fr. JohnAda seorang pemuda merasa dirinya dikasihi Tuhan. Ia pernah bergumul dengan dirinya karena banyaknya dosa dan salah yang dilakukan sebelumnya. Setelah menyatakan tobatnya di hadirat Tuhan melalui sakramen tobat, ia lalu berniat untuk menjadi baru, hidup sesuai kehendak Tuhan karena ia sendiri merasa bahwa Tuhan sungguh baik dengannya. Ia telah banyak berbuat dosa tetapi ia tetap merasa bahwa pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Tuhan mengasihinya tanpa batas. Sambil mengingat kembali kehidupan pribadi pemuda ini, saya membayangkan kembali dua figur di dalam Kitab Suci yang kita dengar dalam bacaan Liturgi hari ini. Siapakah mereka itu?

Orang pertama adalah Raja Daud yang mendoakan Mazmur 86. Raja Daud mengenal diri sebagai orang berdosa. Ia tetap percaya bahwa Tuhan pasti akan memihak dan mengubahnya menjadi baik. Tentu saja ini bukan hanya sekedar sebuah harapan dari Daud tetapi ia bersifat kolaboratif dengan Tuhan. Ketika mendengar teguran kerasa Tuhan melalui nabi Nathan, Raja Daud menyatakan penyesalannya di hadirat Tuhan. Ia bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Apakah anda dan saya memiliki jiwa yang menyesal? Atau setelah mengaku dosa masih

Daud berdoa: “Sendengkanlah telinga-Mu, ya Tuhan, jawablah aku, sebab sengsara dan miskinlah aku. Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi; selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu.“ (Mzm 86: 1-2). Daud dengan polos menyampaikan situasi hidupnya kepada Tuhan. Ia mengenal segala kelebihan dan kekurangannya di hadapan Tuhan. Ia mengakui diri menderita sengsara dan miskin maka ia butuh Tuhan. Sikap Daud ini hendaklah menjadi sikap kita juga di hadapan Tuhan. Banyak kali kita bersikap egois dan tidak mau rendah hati di hadapan Tuhan. Bagaimana Tuhan bisa menunjukkan belas kasih, menyendengkan telingaNya kalau kita tetap sombong di hadapanNya?

Daud memiliki satu modal yaitu imannya kepada Allah. Dalam sengsaranya ia masih mengakui imannya dengan berkata: “Engkau adalah Allahku, kasihanilah aku, ya Tuhan sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari. Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku.” (Mzm 86: 3-4). Di samping mengakui imannya, Daud juga merendahkan dirinya untuk memohon belas kasih Allah. Orang berdosa yang mengenal dirinya akan bersujud di hadapan Tuhan dan memohon pengampunan. Tuhan akan mengampuni dan memberikan penebusan yang berlimpah kepadanya. Orang seperti ini akan mengalami sukacita dan tetap mengarahkan hidupnya kepada Tuhan.

Daud memiliki harapan kepada Tuhan karena ia percaya bahwa Tuhan itu sungguh baik sehingga akan memberikan pengampunan kepadaNya setiap kali ia jatuh di dalam dosa. Ia berdoa: “Sebab, ya Tuhan, Engkau sungguh baik dan suka mengampuni; kasih setia-Mu berlimpah bagi semua orang yang berseru kepada-Mu. Pasanglah telinga kepada doaku, ya Tuhan, dan perhatikanlah suara permohonanku.” (Mzm 86: 5-6). Pengalaman rohani Daud ini sangat memperkaya iman kita di hadirat Tuhan. Anda dan saya adalah orang yang tidak sempurna, orang yang lemah dan selalu jatuh dalam dosa.

Orang kedua adalah Lewi si pemungut cukai dalam Injil. Yesus melihat Lewi sedang bekerja sebagai pemungut cukai di tempat kerjanya. Pada waktu itu Tuhan Yesus memanggilnya dan ia pun segera mengikuti Yesus. Sebagai tanda syukur atas panggilan ini maka Lewi mengadakan perjamuan besar bagi Yesus di rumahnya. Hadir dalam perjamuan ini para pemungut cukai yang lain. Hal ini menimbulkan rasa iri hati dari pihak kaum Farisi. Mereka lalu berkata: “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Luk 5:30). Yesus menjawab mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Luk 5:31-32).

Hal yang menarik perhatian kita dalam kisah ini adalah Tuhan Yesus baik dan sungguh baik. Ia berjalan dalam lorong-lorong kehidupan manusia, menemukan orang yang tepat dan memanggilnya untuk menjadi mitra kerja. Tuhan Yesuslah yang melakukan pendekatan pertama dengan para pendosa. Yesus menghancurkan dosa tetapi sangat mengasihi kaum pendosa. Ia membaharui segalanya karena orang berdosa bersahabat denganNya dan mereka sungguh-sungguh berubah. Di pihak Lewi, perjumpaan dengan Yesus mengubah segala sesuatu. Ia meninggalkan hidup lama sebagai pemungut cukai dan memiliki hidup baru sebagai penjala manusia. Lewi tidak berpuas diri dan tetap menikmati dosa. Ia membuka dirinya kepada Yesus dan berbalik hanya kepada Yesus. Dialah Matius yang menulis Injil untuk kaum Yahudi.

Apa yang harus kita lakukan untuk tetap merasakan kebaikan Tuhan di dalam hidup ini? Nabi Yesaya memberikan kiat-kiat tertentu supaya tetap merasakan kehadiranNya:

Pertama, berani hidup sebagai sesama manusia. Yesus mengasihi kita apa adanya maka kita pun harus mengasihi sesama apa adanya. Nabi Yesaya menasihati kita supaya bisa tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu,  tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah.

Kedua, Pelayanan belas kasih. Misalnya berempati dengan orang yang lapar dan haus, memuaskan hati orang yang tertindas. Perbuatan amal kasih ini laksana lampu yang menerangi sesama dalam kegelapan. Tuhan Yesus berkata: “Hendaklah terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbutanmu yang baik dan memuliakan Bapa di Surga.” (Mat 5:16).

Ketiga, Tuhan adalah pembimbing sejati. Dia adalah Imanuel,  Allah beserta kita. Dialah yang menjadi penuntun setia kita semua, memuaskan kita di kala ada rasa lapar dan dahaga yang besar.

Pada hari ini mari kita mengulangi doa ini: “Tunjukanlah kepadaku jalanMu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut KebenaranMu.”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply