Bertahan dalam derita
Pernah terjadi di sebuah bangsal rumah sakit, berbaringlah banyak orang sakit. Ada dua orang yang berdekatan ranjang, dan saling berbisik, menghibur satu sama lain. Pasien yang satu menderita kanker hati, pasien yang lain menderita kanker paru-paru. Menurut dokter, kedua pasien ini sama-sama menghitung hari kematiannya. Namun keduanya saling meneguhkan dengan berdoa bersama, bercerita sambil tertawa seadanya dan berpasrah kepada Tuhan. Mereka sama-sama percaya bahwa Tuhan tidak akan membiarkan penderitaan itu tetap menguasai hidup mereka. Intinya, kesembuhan pasti ada bagi mereka karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Apa yang terjadi setelah dua minggu kemudian? Ternyata, secara mengejutkan, kedua pasien ini pulang ke rumah karena dinyatakan sembuh total oleh dokter. Mukjizat itu nyata.
Pengalaman kedua pasien ini mengingatkan saya pada perjuangan kedua misionaris sejati yaitu Paulus dan Barnabas di tanah misi. Setelah menyembuhkan seorang yang sakit lumpuh di Listra kedua misionaris ini menjadi sasaran kebencian orang-orang Yahudi. Paulus sempat dilempari dengan batu dan diseret ke luar kota karena mereka menyangka bahwa ia sudah tewas. Namun ketika para murid berkumpul bersama mengelilinginya, ia ternyata hidup kembali (Kis 14: 19-20). Pengalaman penderitaan mereka selalu dibagikan kepada sesamanya dalam kunjungan mereka.
Paulus dan Barnabas bertahan dalam penderitaan. Mereka sangat mencintai Tuhan Yesus dan gereja-Nya. Mereka selalu menghibur jemaat di saat penderitaan menghantui mereka. St. Lukas bersaksi: “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.” (Kis 14:22). Nah, sebagai Gereja, tugas kita adalah saling menguatkan dan meneguhkan sehingga yang menderita sekali pun bisa merasakan sukacita dalam Tuhan.
PJSDB