Hari Sabtu, Pekan Paskah V
Kis. 16:1-10
Mzm. 100:1-2,3,5
Yoh. 15:18-21
Dunia juga membencimu
Seorang pemuda membagi pengalamannya: “Salah satu kelemahan pribadi yang sulit untuk saya atasi adalah mudah membenci sesama saya.” Ada banyak nasihat diberikan kepadanya untuk mengatasi rasa bencinya kepada sesama. Ada yang mengatakan kepadanya supaya menulis nama orang yang ia benci dan membawanya dalam doa, ada yang mengingatkannya supaya berani melupakan orang yang ia benci, ada juga yang mengatakan bahwa benci itu dosa sehingga ia harus meninggalkannya dan lain sebagainya. Ia mengatakan kepada mereka semua bahwa ia sudah berusaha untuk melakukan semua kiat tetapi rasa benci tetap tidak mau pergi dari kehidupannya. Seorang yang lain mengatakan kepadanya supaya ia bersyukur kepada Tuhan karena bisa membenci dan dengan demikian ia akan meninggalkan rasa benci di dalam hidupnya dan menggantinya dengan kasih.
Semua orang yang masih hidup memiliki “concupiscencia” atau kecendrungan untuk berbuat dosa dan salah. Maka selagi orang masih hidup, ia pasti memiliki kecendrungan untuk melakukan perbuatan salah dan dosa. Dalam dunia psikologi, Sigmund Freud misalnya, mendefinisikan benci sebagai pernyataan ego (ke-akuan) yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidakbahagiaan manusia. Dalam Penguin Dictionary of Psychology, dikatakan bahwa benci adalah emosi yang dalam dan bertahan kuat, yang mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang, kelompok, atau objek tertentu. Orang yang membenci sesamanya tidak merasa nyaman di dalam hidup bersama.
Tuhan Yesus dalam Injil hari ini mengatakan bahwa dunia sudah lebih dahulu membenci-Nya maka sebagai murid, kita jangan merasa heran kalau dunia juga membenci kita. Apa artinya dunia? Dalam alam pikir Yahudi, ada tiga tingkat dunia yakni dunia yang didiami kehidupan berada di tengah, langit di atas dan alam di bawah bumi di bagian bawah. Seluruh dunia ini dikelilingi oleh “lautan” air kekacauan. Nah, Yesus mengatakan bahwa dunia membenci-Nya erat terkait dengan dunia yang sedang didiami manusia dan semua makhluk hidup. Banyak orang lebih mencintai kegelapan dan dosa dibandingkan dengan terang yang berasal dari Tuhan dalam diri Yesus Kristus, Terang dunia. Contoh, tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat menolak Yesus, mereka membunuh-Nya dan pada hari ketiga bangkit dari kematian (Mrk 8:31). Hal yang sama juga mereka lakukan terhadap para murid Yesus. Petrus dan Yohanes mengalaminya ketika bersaksi tentang-Nya. Mereka dihadapkan di depan Mahkamah Agama Yahudi dan dipenjarakan. Kebencian memang sangat menguasai dunia ini.
Yesus membuka wawasan para murid-Nya bahwa kalau saja mereka berasal dari dunia maka mereka pasti dikasihi dunia dan menjadi miliknya. Tetapi para murid bukan berasal dari dunia maka mereka layak untuk dibenci oleh dunia. Para murid adalah milik Yesus Kristus. Kita semua adalah milik Yesus Kristus. Dialah yang telah memilih dan menetapkan kita untuk murid-murid-Nya dalam sakramen pembaptisan. Konsekuensinya adalah, para murid harus menjadi serupa dengan-Nya. Mereka menganiaya Yesus, berarti mereka juga menganiaya para murid-Nya. Artinya pengalaman Yesus akan menjadi pengalaman Gereja sepanjang masa. Mengapa demikian? Karena dunia belum mengenal Tuhan Yesus. Kegelapan selalu berlawanan dengan Terang.
Pada saat ini muncul banyak gerakan radikal melawan Gereja. Di daerah Timur Tengah muncul ISIS dan kekerasan yang timbulkannya. Banyak orang tak berdosa menjadi korban ketidakadilan, dibunuh dan disiksa. Tempat-tempat bersejarah yang berhubungan dengan tradisi kekristenan dihancurkan. Di negara kita terdapat kesulitan untuk membangun rumah ibadat. Ada saudara-saudara hanya memiliki KTP beragama tertentu tetapi tidak ada tempat untuk berdoa karena tidak ada ijin membangun tempat ibadah bagi mereka. Di daerah lain di nusantara ini umat beragam begitu rukun. Mereka boleh membangun rumah ibadah untuk memuji dan menyembah Tuhan. Pertanyaannya adalah apakah semuanya ini bisa memisahkan kita dari kasih Kristus? Tidak! St. Paulus pernah mengatakan bahwa tak ada satu apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus, karena kita lebih dari pemenang (Rm 8: 35-39).
Gereja perdana pernah mengalami masa-masa yang sulit. Petrus dan Yohanes pernah mengalami kesulitan, ditolak, dilempari dengan batu, diadili dan dipenjarakan. Mereka menderita tetapi semakin berani untuk menghadirkan Kristus. Persoalan komunitas menyangkut sunat atau tidak bersunat sempat menjadi issue yang nyaris menghancurkan jemaat yang sedang dibangun. Untungnya adalah Roh Kudus bekerja di dalam Gereja. Ia mempersatukan Paulus, Barnabas dan rekan-rekan mereka dengan para Rasul di Yerusalem. Hasil dari Konsili pertama di Yerusalem mempersatukan semua pihak. Ada musyawarah untuk mufakat. Para rasul kembali bersemangat untuk mengevangeliasi ke seluruh dunia.
Dikisahkan bahwa pada suatu hari, Paulus datang ke Derbe dan Listra. Di tempat ini, Paulus berjumpa dengan Timotius. Ia banyak dikenal di Listra dan Ikonium. Paulus mengendaki supaya Timotius yang memiliki latar belakang yang baik ini boleh mengikutinya. Ia disunat sesuai adat istiadat Yahudi karena ayahnya seorang Yunani. Selanjutnya, Paulus dan Silas mengunjungi tempat-tempat dalam perjalanan misioner kali ini untuk mensosialisasikan keputusan Konsili di Yerusalem. Jemaat merasa diteguhkan imannya berkat kehadiran dan penjelasan mereka.
Meskipun mereka memiliki semangat misioner yang tinggi namun ketika tiba di tanah Frigia dan Galatia, Paulus dan Silas dicegah Roh Kudus untuk tidak memberitakan Injil di Asia. Roh Yesus juga mencegah mereka untuk tidak menginjil di daerah Misia yaitu Bitinia. Dari Misia mereka melintas ke Troas. Di Troas, Paulus mendapat penglihatan bahwa ada panggilan dari seorang Makedonia untuk menginjil di sana: “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami” (Kis 16:9). Paulus dan Silas berangkat ke Makedonia karena mereka yakin bahwa Tuhan menghendaki mereka untuk menginjil di sana.
Perjalan Misioner Paulus dan Silas ini luar biasa. Mereka patuh pada kehendak Roh Kudus. Mereka menyadari bahwa semua yang mereka lakukan untuk Tuhan memang bukanlah hal yang mudah. Mereka dibenci karena membawa nama Yesus. Namun semakin dibenci, mereka semakin berani untuk bersaksi dan memberi diri bagi Yesus dan Gereja-Nya. Kebencian hanya bisa diatasi oleh kebaikan dan kasih. Gereja bertumbuh bukan karena kebencian melainkan kasih dan kebaikan.
PJSDB