Hari Jumat, Pekan Paskah VII
Kis. 25:13-21
Mzm. 103:1-2,11-12,19-20ab
Yoh. 21:15-19
Segala kasihku untuk Yesus
Pada suatu hari saya menghadiri upacara peringatan dua puluh lima tahun hidup membiara dari seorang suster. Ia memilih tema perayaan Ekaristi: “Segala kasihku untuk Yesus”. Dengan tema perayaan ini ia mau mengatakan kepada kita semua bahwa selama dua puluh lima tahun membiara, ia berjuang untuk mengasihi Yesus lebih dari pada yang lain. Ia juga mengakui bahwa semakin bertambah hari-hari hidupnya, ia semakin berjuang untuk tetap setia dalam panggilan dan pelayanannya. Banyak tantangan di hadapinya tetapi ia tetap percaya bahwa hanya bersama Yesus yang diikutinya dari dekat, ia bisa mengatasi segala persoalan hidup dengan baik. Hanya dekat pada Yesus, hatinya menjadi tenang dan tetap setia melayani Tuhan. Pengalaman sederhana ini kiranya bisa membuka wawasan kita untuk memahami pesan sabda Tuhan pada hari ini.
Dari bacaan pertama, kita mendengar kisah lanjutan dari Paulus. Ia melanjutkan masa tahanannya di Yerusalem. Pokok perkara yang dituduhkan kepadanya adalah isi pengajarannya bahwa Yesus Kristus sudah mati karena disalibkan dan sudah bangkit dari antara orang mati. Bagi orang Farisi pengajaran Paulus ini sah-sah saja karena mereka juga percaya bahwa ada kebangkitan orang mati, adanya malaikat dan roh. Hal ini bertolak belakang dengan kaum Saduki yang tidak percaya pada kebangkitan orang mati, tidak percaya tentang adanya malaikat dan roh. Dampak lebih lanjut adalah para imam kepala dan tua-tua Yahudi tidak bisa membuktikan kesalahan Paulus sehingga perkaranya tidak bisa diselesaikan di Yerusalem. Hal ini dirasakan juga oleh raja Agripa dengan Bernike. Dalam kunjungan kehormatannya kepada Festus mereka menceritakan gelar perkara Paulus kepadanya. Mereka juga berkesimpulan bahwa Paulus tidak bersalah.
Apa yang terjadi selanjutnya? Raja Agripa memberikan kesaksiannya tentang Paulus. Inti kesaksiannya adalah Paulus dikatakan bersalah kerena berbicara tentang kebangkitan tubuh dari kematian. Kenyataannya adalah Yesus memang sudah disalibkan, wafat dan diakui juga bahwa Ia sudah bangkit dari kematian-Nya. Kesaksian iman Paulus ini tidak menjadi penghalang bagi orang-orang Yahudi untuk mengenal lebih dalam tentang Yesus Kristus. Dialah yang selalu diperkenalkan oleh Paulus setiap kali memberikan pengajaran iman di mana-mana. Nama Yesus menjadi lebih populer dibandingkan dengan orang-orang lain saat itu.
Perjuangan St. Paulus menunjukkan bahwa ia mau mencintai Tuhan Yesus lebih dari segala yang lain. Ia berani berkorban, siap dipenjarakan, dipersalahkan meskipun ia sendiri tidak bersalah. Kebenaran itu memerdekakan setiap orang yang percaya kepada-Nya (Yoh 8:32). Gereja sebagai umat Allah haruslah mengikuti keteladanan para kudus untuk bersuara demi memperjuangkan kebenaran dan keadilan di dalam keluarga, gereja dan bangsa kita. Paulus menunjukkan bahwa cinta kepada Tuhan itu lebih penting dari segala sesuatu. Nah, Paulus sedang mengoreksi kita semua untuk merasakan hidup yang layak sesuai kehendak Tuhan. Jangan tergiur untuk memiliki sesuatu seperti orang yang tidak beriman karena Tuhan yang akan memberi semuanya sesuai kebutuhan kita.
Paulus memang benar-benar diuji untuk setia dalam hidupnya. Ia berada di dalam penjara sebagai tawanan roh, namun ia tetap bersemangat dan memberi semangat kepada banyak orang untuk bertobat dan percaya kepada Tuhan. Dalam suratnya kepada Timotius, ia berkata: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2Tim 4:7). Kita semua boleh bertanya di dalam hati masing-masing, apakah kita bisa menyerupai Paulus yang sudah mencapai garis akhir dengan sukacita dan memelihara imannya. Atau mungkin kita lebih pesimis dengan situasi hidup kita. Hidup bersama Kristus berarti hidup dalam sukacita sejati meskipun banyak mengalami penderitaan.
Yesus yang bangkit mulia menampakan diri-Nya kepada para murid-Nya. Kali ini Ia menampakkan diri-Nya di pantai danau Galilea. Setelah sarapan bersama, Yesus menggunakan kesempatan untuk meminta Petrus mengulangi janji kasih-Nya setelah sebelumnya Petrus dinilai gagal karena menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus tentang kualitas kasihnya kepada Tuhan Yesus.
Pertanyaan pertama dari Yesus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Simon menjawab: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Simon merasa bahwa hal mengasihi adalah hal yang normal. Ia pun tidak berpikir panjang untuk menjawabnya. Padahal pertanyaannya adalah tentang “mengasihi lebih dari”. Untuk menjadi gembala yang baik orang harus membaharui dirinya dan berjanji untuk “mengasihi lebih dari”. Petrus diingatkan untuk menjadi gembala bagi “kambing-kambing kecil” simbol orang-orang yang baru mengenal dan mengikuti Yesus.
Pertanyaan kedua dari Yesus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Petrus menjawab: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kualitas pertanyaan pertama lebih tinggi maka Yesus menyederhanakan pertanyaan-Nya: “Apakah engkau mengasihi Aku” tanpa ada tambahan “lebih dari mereka”. Petrus mengakuinya dan mendapat tugas untuk menjadi gembala bagi domba-domba. Domba-domba yang dimaksud adalah mereka yang sudah mengenal Yesus dan sedang berziarah dalam iman.
Pertanyaan ketiga dari Yesus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Simon berkata kepada-Nya dengan hati sedih: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku. Kali ini Petrus sadar diri dan mengakui imannya kepada Yesus bahwa Yesus mengetahui segala sesuatu dan bahwa Yesus juga tahu bahwa ia mengasihi-Nya. Tugas sebagai gembala haruslah diterima. Ia akan menjadi gembala yang menderita bersama domba-dombanya. Yesus menyadarkannya bahwa sebagai gembala, ia harus mengikuti jejak Kristus.
Paulus dan Petrus adalah dua figur istimewa di dalam Gereja. Mereka mengalami pengalaman iman yang berbeda namun kelihatan saling melengkapi satu sama lain. Paulus tak bersalah tetapi dipersalahkan karena mengajar tentang Yesus yang wafat dan bangkit dari kematian. Petrus menyangkal Yesus tiga kali dan kini dituntut untuk membaharui janji kasihnya kepada Yesus. Ia berjanji untuk mengasihi Yesus lebih dari yang lain. Paulus dan Petrus menghadirkan figur Yesus yang menderita karena kasih kepada kita semua. Apakah kita mampu mengasihi Yesus yang sudah lebih dahulu mengasihi kita?
PJSDB