Homili 25 Mei 2015

Hari Senin, Pekan Biasa VIII
Sir. 17:24-29
Mzm. 32:1-2,5,6,7
Mrk. 10:17-27

Lepaskanlah dosa-dosamu, Berbaliklah kepada Tuhan!

Fr. JohnBeberapa hari yang lalu saya berjumpa dengan seorang bapa yang mengakui dirinya sebagai seorang baptisan baru pada Paskah tahun 2015. Ia menceritakan masa lalunya di mana ia banyak kali jatuh ke dalam dosa yang sama. Ia merasa seperti sedang berada di dalam penjara. Dosa yang sama telah memenjarakannya bertahun-tahun. Ia boleh berniat untuk tidak mengulangi dosa itu tetapi kemudian ia mengulangi lagi dosa yang sama. Namun setelah mengenal dan mengikuti Tuhan Yesus, ia berjanji dan memohon pertolongan-Nya supaya bisa melepaskan diri dari kuasa dosa-dosa masa lalu. Ia menceritakan pengalaman masa lalunya seperti sedang mengaku dosa. Kopi yang berada di dalam cangkir dan pisang goreng sampai menjadi dingin karena suasananya sangat serius. Saya merasa bahwa masing-masing pribadi memiliki pengalaman tertentu dengan dirinya, sesama dan Tuhan. Ada pergumulan untuk meruntuhkan tembok-tembok dosa, kebiasaan-kebiasaan buruk yang sadar atau tidak sadar disimpan bertahun-tahun. Akibatnya dosa menjadi sebuah kebiasaan.

Di dalam Kitab Perjanjian Lama, Tuhan mengutus para nabi untuk menyadarkan umat-Nya supaya bertobat dan kembali kepada-Nya. Umat Perjanjian Lama pernah mengalami penderitaan di tanah Mesir. Tuhan membebaskan mereka dengan perantaraan Musa, sahabat-Nya. Pengalaman kedua dirasakan oleh bangsa Israel dari Kerajaan Utara (Samaria) pada tahun 722 SM. Mereka pengalami pengasingan di Asyur. Pembuangan ini tidak terlepas dari ekspansi kerajaan Asyur yang bangkit sebagai kekuatan besar di dunia Timur Dekat Kuno pada awal abad ke-8 SM. Menyusul orang-orang Yahudi dari Kerajaan Yehuda kuno juga diasingkan secara paksa oleh raja Nebukadnezar II ke Babilonia pada tahun 597 SM-538 SM. Pengalaman pengasingan umat Allah ke Asyur dan Babilonia ini terjadi karena para raja tidak taat kepada Yahwe sebagai raja yang benar. Mereka menyembah berhala dan tidak setia lagi kepada Yahwe.

Apa reaksi Tuhan? Ia tidak pernah berhenti mengasihi manusia. Ia baik hati dan kekal abadi kasih setia-Nya bagi manusia. Manusia boleh tidak setia kepada-Nya, namun Dia setia adanya. Ia berulangkali mengutus para nabi-Nya untuk menyadarkan dan mempertobatkan manusia. Ia bahkan mengutus Putera-Nya sendiri untuk menyelamatkan manusia. Tuhan Allah kita memang luar biasa. Ia tidak akan membiarkan manusia tetap dipenjara di dalam dosa dan salahnya.

Perikop dari Putra Sirak dalam bacaan pertama merupakan sebuah tulisan kebijaksanaan untuk mengajak manusia supaya bertobat dan kembali kepada Tuhan. Kita melihat ada semacam itinerary rohani di mana manusia diajak untuk menghindari dosa-dosa dan diakhiri dengan memanjatkan doa permohonan di hadirat Tuhan. Tuhan Allah kita memang hebat dan luar biasa. Ketika manusia jatuh dalam dosa Ia masih membuka jalan pertobatan kepada mereka. Kasih dan kebaikan Tuhan ini haruslah dibalas dengan pertobatan yang radikal. Artinya orang harus berpaling kepada Tuhan, melepaskan dosa-dosanya, berdoa di hadapan Tuhan dan berhenti menghina-Nya (Sir 17:25). Mengapa perlu bertobat? Karena Tuhan memiliki belas kasih yang besar kepada manusia. Ia senantiasa mengampuni orang yang berpaling kepadaNya (Sir 17:29).

Dalam sejarah Gereja, kita berjumpa dengan dua figur penting yang mengalami perubahan radikal di dalam hidupnya untuk memgikuti Yesus Kristus. Hidup baru pun mereka alami dengan penuh sukacita. Orang pertama adalah St. Antonius Abas. Dia berasal dari keluarga yang kaya raya, namun ia rela meninggalkan seluruh kekayaannya, menjadi miskin dan mengikuti Kristus dari dekat. Orang kedua adalah St. Fransiskus dari Asisi. Dia juga seorang bangsawan yang meninggalkan segala harta kekayaannya lalu mengikuti Tuhan Yesus dari dekat. Orang-orang yang kaya secara harta rela meninggalkan harta kekayaannya untuk menjadi miskin dan dari situ bebas dalam mengikuti Tuhan.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah seorang pemuda yang datang kepada Yesus. Sambil berlutut ia bertanya kepada Yesus dengan sapaan “Guru yang baik” tentang syarat untuk memperoleh hidup yang kekal. Bagi Yesus, hidup kekal itu bukan perkara mengetahui perintah-perintah Allah tetapi bagaimana menghayati perintah Allah itu dalam semangat kasih. Maka Yesus melihat titik terlemah dari pemuda ini yakni kelekatan pada harta duniawi. Yesus lalu mengatakan kepada-Nya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mrk 10:21). Sayang sekali karena orang muda ini tidak berani menjadi miskin harta supaya menjadi kaya di dalam Tuhan.

Untuk bisa memperoleh hidup kekal orang harus berani melepaskan semuanya, merelakan semuanya, bertobat dan kembali kepada Tuhan. Dengan sikap lepas bebas maka orang bisa mengalami kehidupan kekal bersama Tuhan, mulai di dunia ini. Orang haruslah memiliki kemampuan untuk berbagi dengan sesamanya. Tuhan sudah murah hati maka hendaklah kita juga murah hati terhadap sesama.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply