Inilah sebuah cerminan keluarga
Kisah Tobit dan Hana dalam Kitab Suci menarik perhatian kita. Pasutri ini bergumul untuk mempertahankan keutuhan perkawinan juga kejujuran hidup mereka. Tobit bukan hanya buta fisik, ia juga buta terhadap dukungan dan kasih sayang dari Hana Istrinya. Perkataan Tobit telah menusuk hati Hana, padahal ia harus bekerja untuk menunjang kehidupan keluarga mereka. Semua pekerjaan sebagai seorang wanita dikerjakan dengan baik, misalnya menjahit. Hana masih bisa mengerti situasi suaminya, meskipun kata-katanya telah menyinggung perasaannya karena ia dianggap mencuri kambing. Hana berkata kepada Tobit: “Kambing itu diberikan kepadaku sebagai tambahan upahku.” Namun Tobit tidak percaya kepadanya sehingga ia menyuruh istrinya untuk mengembalikannya sambil menumpahkan rasa marahnya. Hana lalu berkata: “Di mana gerangan kebajikanmu? Di mana amalmu itu? Betul, sudah ketahuan juga gunanya bagimu!” (Tob 2:14). Suasananya cukup tegang! Betapa sulitnya kemarahan dibalas dengan kemarahan. Andai saja ada kebaikan maka semuanya pasti bisa diatasi.
Setiap keluarga pasti mengalami pengalaman Tobit dan Hana. Suami dan istri adalah dua pribadi yang berbeda dan bersatu di usia dewasa sebagai suami dan istri. Memang suami dan istri itu menjadi satu daging tetapi mereka masing-masing memiliki keunikan hidup. Ada suami yang bersikap keras, cendrung kasar, ada juga yang lembut hatinya. Ada istri yang kelihatan tabah tetapi ketika muncul emosinya, ia bisa menyakiti hati suaminya. Situasi-situasi ini sebenarnya menjadi peluang bagi pasutri untuk lebih mengasihi lagi pasanganmu. Kemarahan tidak bisa dibalas dengan kemarahan. Kebaikanlah yang harus diperjuangkan supaya keluarga bisa bahagia. Semoga cinta kasih bisa menjadi dasar kehidupan suami dan istri. St. Paulus mengatakan bahwa cinta kasih adalah dasar kehidupan kita (Ef 3:17).
PJSDB