Hari Rabu, Pekan Biasa XI
2Kor. 9: 6-11
Mzm. 112:1-2,3-4,9
Mat. 6:1-6,16-18
Berilah dengan sukacita!
Seorang sahabat pernah mengatakan kepada saya bahwa memberi dengan sukacita adalah sebuah habitus atau sebuah kebiasaan yang baik. Ia menjelaskan kepada saya bahwa sejak kecil ia selalu diajarkan oleh ibunya untuk membiasakan diri dengan memberi bantuan kepada sesama. Hal baik yang dilakukannya, misalnya, setiap hari Minggu, ketika pergi ke Gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, ibunya selalu memberi uang kepadanya dan memintanya untuk memasukkannya ke dalam kotak kolekte. Ibunya pernah mengatakan kepadanya bahwa dengan memasukkan uang seribu rupiah ke dalam kotak kolekte, ia bisa menolong seorang manusia yang kehausan dalam perjalanan. Nasihat dan pengajaran orang tua ini menjadi sebuah habitus. Ia menyadari bahwa memberi bantuan kepada sesama adalah sebuah perbuatan yang baik. Ia harus memberi dengan sukacita kepada sesama yang paling membutuhkan.
Pengalaman adalah guru yang baik. Memberi bantuan, sikap saling berbagi bisa menjadi sebuah habitus kalau orang itu mengalami atau merasakannya sendiri, mulai dari dalam rumahnya. Andaikan setiap orang tua mendidik anaknya sejak usia dini untuk berbagi maka rasanya dunia kita ini pasti beda warnanya. Orang akan hidup sebagai saudara yang saling mengasihi satu sama lain.
St. Paulus hari ini membagi pengalaman rohaninya tentang kebiasaan baik untuk menolong sesama yang lain. Ia menasihati jemaat di Korintus bahwa orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Perbuatan baik itu seperti bomerang. Ketika kita berbuat baik, kita tentu akan lupa dengan apa yang sudah kita lakukan itu, tetapi orang yang merasakan perbuatan baik itu akan tetap mengingatnya selama-lamanya. Bisa juga orang lupa dengan perbuatan baik kita tetapi Tuhanlah yang melihat perbuatan baik kita. Semakin banyak kita berbuat baik, semakin banyak pula kebaikan yang kita terima di dalam hidup ini. Semakin sedikit kita berbuat baik, menjadi egois di dalam diri kita maka semakin jauh pula hidup kita dari Tuhan dan sesama. Bukankah kita semua adalah makhluk sosial? Kita butuh kehadiran sesama kita.
Bagaimana sikap memberi yang baik dari seorang pengikut Kristus? Paulus menasihati: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2Kor 9:7-8). Kata-kata Paulus ini kelihatan sederhana tetapi sangatlah mendalam. Kita diajak untuk memberi dengan kerelaan hati bukan terpaksa, memberi dengan sukacita kepada orang yang membutuhkan. Bagi Paulus, Tuhanlah yang akan menambahkan segala sesuatu dengan kasih karunia-Nya. Ia tidak akan memiskinkan kita karena kita memberi kepada sesama yang membutuhkan. Kemurahan hati yang terungkap dalam perbuatan-perbuatan baik itu sangat bernilai. Tuhan saja berbagi dengan manusia tanpa membuat perhitungan apa pun, mengapa kita suka memperhitungkan pemberian kita kepada sesama?
Tuhan mengajar kita kemampuan untuk memberi atau berbagi dengan sesama. St. Paulus menulis: “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.” (2Kor 9: 10-11). Tuhan melakukan segala perbuatan baik bagi kita maka kita pun terpanggil untuk melakukan hal yang sama.
St. Paulus membuka pikiran kita pada hari ini untuk melihat di dalam diri Tuhan kemurahan hati-Nya yang luar biasa. Ia memberi segalanya bahkan Putera-Nya yang tunggal saja diberikan-Nya sebagai satu-satunya Penebus bagi kita. Kita belajar dari kemurahan hati Tuhan supaya bisa memberi, bermurah hati, berbagi dengan sukacita. Jangan menjadi pelit karena Tuhan sendiri tidak pernah pelit denganmu. Jangan pernah menghitung pemberianmu kepada Tuhan karena Tuhan memberi lebih dari yang anda butuhkan. Bermurah hatilah, berbagilah karena Tuhan juga berbagi dan bermurah hati denganmu.
Saya mengakhiri homili hari ini dengan meminjam perkataan Beata Theresa dari Kalkuta: “Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang; tetapi bagaimanapun, teruslah berbuat baik. Bagaimanapun, berikan terbaik dari dirimu sebaik-baik yang dapat engkau lakukan. Pada akhirnya, engkau tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu, bukan urusan antara engkau dan mereka.” Terima kasih Tuhan Yesus, terima kasih Bunda Theresa.
PJSDB