Hari Minggu Biasa XII/B
Ayb. 38:1.8-11
Mzm. 107:23-24,25-26,28-29,30-31
2Kor. 5:14-17
Mrk. 4:35-41
Menjadi ciptaan baru dalam Kristus
Saya pernah mendampingi dan mempersiapkan seorang pemuda untuk menerima sakramen-sakramen inisiasi selama enam bulan. Pada hari pembaptisannya, ia merasa sangat bersukacita sehingga meloncat kegirangan di depan altar. Saya menenangkannya dan bertanya kepadanya alasan mengapa ia bersikap demikian. Ia mengatakan kepadaku bahwa harapan dan cita-citanya tercapai. Ia merindukan dan menerima Tuhan Yesus Kristus. Pada saat ini ia menjadi ciptaan baru. Ia merasa bahwa hidupnya yang lama sudah berubah menjadi baru dalam Kristus. Inilah yang menjadi alasannya untuk bersukacita di hadirat Tuhan. Saya yakin bahwa banyak di antara kita juga merasa bahagia saat berjumpa dengan Tuhan melalui pengalaman kesehariannya.
St.Paulus berada di hadirat Tuhan dan memandang dirinya sebagai ciptaan baru. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, ia mengakui bahwa kasih Tuhan Yesus Kristus telah menguasai dia bersama rekan-rekannya. Mereka mengerti bahwa Yesus Kristus sudah wafat bagi semua orang dan dengan demikian semua orang juga wafat bersama-Nya. Yesus Kristus wafat supaya semua orang hidup, bukan hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup untuk Kristus. Bagi Paulus, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru, hidup yang lama sudah berlalu, dan sesungguhnya yang baru sudah datang. Tentu saja Paulus tidak mengada-ada dalam mengucapkan perkataannya ini. Ia pernah mengalami “kegelapan dalam hidupnya” maka apa yang dikatakannya itu benar. Ia menerima Tuhan dalam perjalanan ke Damaskus. Ia menjadi buta dan disembuhkan Tuhan melalui Ananias. Sejak saat itu ia benar-benar berubah menjadi baru.Ia layak untuk menjadi rasul dan mewartakan Injil.
Di dalam bacaan Injil, kita mendengar kisah perjalanan Yesus bersama murid-murid-Nya melewati danau Galilea menuju ke seberang danau. Dalam perjalanan itu perahu mereka mangalami angin taufan yang sangat dahsyat dan ombaknya menyembur masuk ke dalam perahu sehingga perahu itu tergenang air. Yesus kelelahan dan tidur di buritan. Para murid ketakutan sehingga mereka membangunkan Yesus. Mereka berkata: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (Mrk 4:38). Reaksi Yesus adalah, Ia bangun dan menghardik angin dan danau dengan berkata: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.” (Mrk 4:39).
Yesus menggunakan kesempatan ini untuk berkatekese dengan para murid-Nya. Ia bertanya kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Yesus bertanya demikian karena para murid tidak percaya bahkan meragukan kuasa-Nya. Dengan mukjizat ini diharapkan agar para murid bisa terbuka hatinya untuk percaya kepada Tuhan. Mereka kembali kepada Tuhan sebagai Pencipta semesta alam. Mereka akhirnya takjub dan berkata: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” (Mrk 4:31).
Ayub dalam bacaan pertama juga merasakan ketakutan yang besar di hadirat Tuhan. Dari dalam badai ia mendengar Tuhan bersabda: “Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim, ketika Aku membuat awan menjadi pakaiannya dan kekelaman menjadi kain bedungnya; ketika Aku menetapkan batasnya, dan memasang palang dan pintu; ketika Aku berfirman: Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan!” (Ayb 38:8-11). Tuhan menghendaki agar manusia menjadi rendah hati dan mengakui kuasa-Nya. Manusia memiliki keterbatasan, tidak akan melampaui sang penciptanya.
Sabda Tuhan pada hari Minggu Biasa XII ini mengajak kita untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
Pertama, kita semua pasti memiliki angin taufan di dalam hidup. Pengalaman membuktikan bahwa banyak orang selalu mengalami pergumulan pribadi yang bisa saja membawanya kepada krisis iman kepada Tuhan. Penderitaan, kemalangan, sakit penyakit, malapetaka bisa menjadi angin taufan kehidupan pribadi. Kalau kita hanya berhenti pada pengalaman angin taufan ini maka iman kita pun tidak bertumbuh. Namun, sekiranya kita berusaha untuk keluar dari zona angin taufan ini dengan mengandalkan Tuhan maka kita akan semakin dekat dengan-Nya dan mencapai kebahagiaan.
Kedua, kuasa Tuhan itu jauh lebih besar dan agung. Ayub merasakan berbagai penderitaan dan kemalangan. Namun Tuhan memulihkannya secara ajaib dan menyempurnakan hidupnya. Di sini, Tuhan mau menunjukkan kuasa-Nya yang besar melebihi kuasa apa pun. Manusia diharapkan rendah hati, patuh dan setia kepada-Nya. Manusia itu memiliki keterbatasan di hadapan Tuhan.
Ketiga, menjadi ciptaan baru. Orang-orang yang dibaptis, hidupnya senantiasa terarah kepada Tuhan. Hidup di dalam Kristus yang bangkit adalah hidup baru. Tuhan membaharui manusia dengan penebusan yang berlimpah. Manusia hidup di dalam kekudusan Tuhan.
Semoga Sabda Tuhan yang kita dengar pada hari ini membantu kita untuk menjadi baru dalam segala hal. Tuhan mengasihi dan senantiasa memberkati kita semua.
PJSDB