Homili 29 Juli 2015

Peringatan Wajib St. Marta

Kel. 34: 29-35

Mzm. 99:5-7,9

Yoh. 11:19-27, atau Luk. 10:38-42

Suka menerima tamu

Fr. JohnAda seorang ketua lingkungan yang memegang sebuah formulir berisikan jadwal kunjungan pastor paroki ke rumah-rumah umat di lingkungannya. Ia tersenyum lebar sambil mengatakan rasa syukurnya kepada Tuhan karena ada kesempatan dari pastor paroki untuk mengunjungi umat. Tentu saja umat merindukan kehadiran gembalanya di tengah-tengah mereka. Kunjungan umat memang sangat penting karena merupakan kesempatan untuk membantu wawasan pastor dalam berpastoral dan mengenal umat yang dilayaninya lebih dekat lagi. Acara kunjungan ini juga menambah rasa persaudaraan antara umat dengan pastornya.

Permenungan kita pada hari ini berfokus pada kesukaan untuk menerima tamu. Bagi orang-orang yang memiliki “adat timur”, saling mengunjungi satu sama lain merupakan bagian dari semangat kekeluargaan. Boleh dikatakan bahwa ikatan kekeluargaan akan semakin kokoh, kalau ada kesempatan untuk berkumpul bersama, berbicara dan saling mendengar, diakhiri dengan santap bersama. Kebiasaan seperti ini juga dialami keluarga-keluarga pada zaman Tuhan Yesus. Ia memiliki sahabat tertentu yang rumahnya dijadikan tempat persinggahan bersama para murid-Nya. Markas besar mereka adalah rumah Petrus di Kapernaum. Rumah Marta di Betania merupakan persinggahan Yesus dan para murid-Nya ketika menuju atau kembali dari Yerusalem.

Penginjil Lukas mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan Tuhan Yesus dan para murid-Nya mengadakan perjalanan. Mereka tiba di kampung halaman Marta yaitu di Betania. Nama Marta berarti nyonya rumah atau sang pemilik rumah. Ia memiliki seorang saudara bernama Maria. Nama Maria berarti orang yang kasihnya seluas samudra. Siapakah Martha itu? Marta adalah nyonya rumah yang hebat. Ia tekun bekerja, dan sibuk untuk melayani setiap tamu yang mampir di rumah-Nya. Maria menunjukkan kasihnya yang besar dengan duduk di dekat kaki Yesus dan mendengar setiap perkatan Tuhan Yesus. Sikap Maria ini mengundang protes dari Marta kepada Yesus. Ia berkata kepada, “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” (Luk 10:40). Namun Yesus menjawabnya, “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:41).

Kisah kunjungan Yesus dan para murid-Nya ke rumah Marta dan cara penerimaan para tamu istimewa ini memiliki makna yang luhur bagi kehidupan kita sebagai pria katolik. Pada hari ini kita mau belajar sesuatu yang luhur dari kaum wanita seperti Marta dan Maria. Apa yang mau kita pelajari?

Pertama, Marta menunjukkan sikap ramah tamah terhadap semua orang. Semua yang datang ke rumahnya pasti merasa senang karena pelayanan yang istimewa. Dia menyiapkan santapan, dia juga menyapa mereka dengan keramahan sebagai pemilik rumah. Kita hendaknya bersikap ramah terhadap semua orang. Para tamu harus merasakah kebahagiaan ketika mengunjungi rumahmu. Apakah anda bersikap ramah terhadap para tamu di rumah dan tempat kerjamu? Apakah anda suka mengeluh dalam melayani?

Kedua, Marta melayani tamunya supaya mereka merasakan kepuasan tertentu. Ia menyiapkan rumah yang bersih dan rapi tertata, menyiapkan makanan yang enak. Semua orang harus merasa at home. Kita perlu belajar dari Marta untuk melayani setiap tamu di rumah atau di kantor dengan gembira. Menerima tamu dengan baik merupakan kunci untuk membangun pintu persahabatan.

Ketiga, Marta berharap supaya semua orang juga merasakan semangat melayani yang sama. Ia melayani Tuhan sedangkan Maria duduk dan mendengar Yesus selama berjam-jam. Marta adalah tipe orang yang aktif bekerja dan melayani. Maria melayani Tuhan secara kontemplatif. Di sini muncul paduan spiritualitas aktif dalam kerja dan kontemplatif dalam berelasi dengan Tuhan. Hendaknya kita melayani dan bersatu dengan Tuhan. Sikap aktif dan kontemplatif harus kita miliki.

Hidup adalah sebuah pilihan. Oleh karena itu kita juga harus memilih dan menghargai pilihan sesama. Marta memilih untuk aktif bekerja dan melayani, Maria memilih untuk kontempatif dalam melayani dengan mendengar dan melakukan Sabda. Satu sikap yang perlu kita waspadai yaitu niat baik untuk melayani tetapi selalu mengeluh dan bersungut-sungut karena melayani seorang diri.

Dimanakah posisimu? Marilah kita pusatkan hidup kita kepada Tuhan. Hanya di dalam tangan Tuhan kita bisa lebih melayani, lebih mengasihi. Biarlah Ia yang mengatur ziarah hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya. Biarlah kita juga melayani dengan sukacita dan aktif dalam mendengar dan melakukan sabda Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply