Homili 30 Juli 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa XVII
Kel. 40:16-21,34-38
Mzm. 84:3,4,5-6a,8a,11
Mat. 13:47-53

Kemah Suci adalah Shekinah (שכינה )

Fr. JohnAda seorang pemuda yang merasakan kasih dan kebaikan Tuhan. Ia pernah berkali-kali jatuh dalam dosa yang sama. Ia memang pergi mengaku dosa itu, kemudian jatuh dan jatuh lagi dalam dosa yang sama. Ia sempat bingung dengan dirinya sendiri dan bertanya, mengapa selalu mengulangi dosa yang sama. Pada suatu kesempatan ia membaca kisah kehidupan Musa. Ia menemukan satu hal yang indah dalam hidup Musa yaitu persekutuannya dengan Tuhan. Dengan kata lain Tuhan sangat akrab dengan Musa. Misalnya, Musa pernah berkata: “Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.” (Kel 34:6-7).

Musa sangat akrab dan bersahabat dengan Tuhan. Ia berbicara empat mata dengan Tuhan penuh kasih. Ketika mengetahui bahwa orang-orang Israel menyembah berhala, Musa sebagai pemimpin yang baik pergi menghadap Tuhan di atas gunung Sinai dan berkata: “Jika aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, ya Tuhan, berjalanlah kiranya Tuhan di tengah-tengah kami; sekalipun bangsa ini suatu bangsa yang tegar tengkuk, tetapi ampunilah kesalahan dan dosa kami; ambillah kami menjadi milik-Mu.” (Kel 34:9). Umat Israel adalah orang berdosa tetapi tetap dikasihi Tuhan. Pengalaman dikasihi apa adanya oleh Tuhan merupakan kekuatan bagi mereka untuk mengimani Allah. Musa sendiri menampakkan kekudusan Allah di wajahnya dan semua orang menyaksikannya. Pengalaman Musa mengubah kehidupannya. Ia mengaku menjadi baru karena belajar dari kisah hidup Musa.

Pada hari ini kita mendengar kisah lain dari relasi kasih antara Tuhan dan Musa. Tuhan meminta Musa untuk membangun sebuah Kemah Suci sesuai dengan kehendak-Nya. Kemah itu didirikan pada waktu yang sudah ditentukan Tuhan yaitu pada bulan pertama, tahun kedua pada tanggal satu bulan itu (Kel 40:17). Proses pembangunannya dijalankan dengan bertahap: Musa mulai memasang alas-alasnya, menyiapkan papan-papan, kayu-kayu lintang dan tiang-tiang didirikannya. Musa mengembangkan atap kemah yang menudungi Kemah Suci dan diletakkannyalah tudung kemah di atasnya seperti yang diperintahkan Tuhan. Setelah semuanya siap maka Musa mengambil loh hukum Allah, ditaruhnya di dalam tabut, dikenakan pula kayu pengusung, dipasang juga tutup pendamaian di atas tabut itu. Tabut itu lalu diletakkan di dalam kemah suci yang sudah disiapkan.

Apa yang terjadi setelah Tabut diletakkan di dalam Kemah Suci? Kemah Suci menjadi shekinah, tempat tinggal Tuhan dalam rupa tiang awan. Awan menutupi Kemah Pertemuan dan kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci. Musa sebagai sahabat Tuhan yang bisa menampakkan wajah Tuhan yang kudus saja tidak bisa masuk ke dalam Kemah Suci. Awan itu menjadi tanda istimewa bagi bangsa Israel. Kalau awan bergerak naik di atas Kemah Suci maka orang-orang Israel berangkat dari tempat mereka berkemah. Kalau awan tidak naik maka mereka pun tenang di tempat. Mengapa demikian? Sebab awan Tuhan itu ada di atas Kemah Suci pada siang hari, dan pada malam hari ada api di dalamnya, di depan mata seluruh umat Israel pada setiap tempat mereka berkemah. (Kel 40:38).

Kisah ini menarik perhatian kita semua. Tuhan Allah menunjukkan diri-Nya sebagai Emanuel artinya Allah menyertai umat-Nya. Ia sudah mengeluarkan mereka dari tanah Mesir dan membiarkan mereka berjalan di padang gurun. Mereka merasa sendirian dan berjuang untuk hidup. Tuhan sebenarnya tidak membiarkan mereka sendirian tetapi menyertai mereka semua dalam tanda-tanda. Ia hadir dan menyertai mereka dalam tanda tiang awan. Tuhan Yesus juga berjanji kepada mereka untuk menyertai para murid-Nya hingga akhir zaman (Mat 28:20). Tuhan menyertai Gereja dan perjuangannya di dunia ini. Gereja mengalami banyak kesulitan, krisis iman umat dan lain sebagainya. Satu hal yang tetap pasti yaitu Tuhan selalu menyertai Gereja-Nya.

Di dalam Injil Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang Kerajaan Sorga seumpama pukat yang dilabuhkan di laut dan para nelayan mengumpulkan berbagai jenis ikan. Kita semua tahu bahwa para nelayan memiliki pekerjaan tetap yakni menangkap ikan. Hasil tangkapannya: ada ikan yang baik dan ada juga ikan yang tidak baik. Ikan baik akan disimpan untuk menjadi lauk pauk, ikan tidak baik akan dibuang kembali ke dalam danau. Bagi Yesus, hal yang sama akan terjadi pada akhir zaman. Malaikat-malaikat akan datang untuk memisahkan orang-orang jahat dan orang-orang benar. Orang jahat dicampakkan ke dalam dapur api, yang penuh dengan ratapan dan kertakan gigi. Orang-orang benar akan menikmati kasih Tuhan selama-lamanya.

Kita semua diarahkan untuk berjalan menuju kepada Tuhan. Orang-orang yang dipanggil itu sama-sama masuk dalam perahu yang sama yaitu Gereja, di mana ada orang baik dan ada orang jahat. Tuhan memiliki kuasa dan kemuliaan-Nya untuk memilih dan menentukkan siapa yang berkenan kepada-Nya dan tinggal di dalam rumah-Nya. Kita juga diingatkan untuk merasa yakin bahwa Gereja merupakan shekinah bagi Tuhan. Mulai dari Gereja domestik yaitu keluarga masing-masing, gereja lokal yakni paroki dan keuskupan haruslah bersekutu. Kita semua bersekutu meskipun berbeda di dalam satu Tubuh Kristus yang sama. Apakah anda sudah bersykur karena masuk dalam satu Gereja yang satu kudus, katolik dan apostolik?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply