Hari Jumat, Pekan Biasa XVII
Im. 23:1,4-11,15-16,27,34b-37
Mzm. 81:3-4,5-6ab,10-11ab
Mat. 13:54-58
Membangun Rasa Syukur
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik mengenang St. Ignasius Loyola. Saya mengutip dua perkataannya pada awal homili ini. Pertama, Ignasius pernah berdoa, “Dengan cinta dan rahmat-Mu, ya Tuhan, aku sudah menjadi kaya, dan aku tidak mengharapkan apa-apa lagi.” Doa sederhana ini menunjukkan sikap lepas bebasnya untuk mengikuti Tuhan dari dekat. Cinta kasih Tuhan dirasakan oleh Ignasius sebagai harta yang sangat bernilai baginya maka ia juga tidak mengharapkan apa-apa lagi. El Amor y Basta! Dengan cinta kasih saja sudah cukup. Kedua, Ignasius berkata, “Harapan saya adalah supaya tidak hanya sekedar disebut orang Kristen tetapi sungguh-sungguh menjadi orang Kristen.” Ini merupakan ungkapan optimisme Ignasius sebagai pengikut Kristus. Setiap orang yang dibaptis disebut Kristen artinya Kristus kecil yang sedang berada di dunia. Makanya tidaklah cukup kita disebut orang Kristen tetapi seharusnya kita hidup sebagai orang Kristen yang baik. Dua kutipan ini menginspirasikan kita pada hari ini untuk hidup layak dan berkenan di hadirat-Nya.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk bersatu dengan Tuhan. Di dalam bacaan pertama dari Kitab Imamat, Tuhan menetapkan hari-hari istimewa supaya mengikat relasi-Nya dengan manusia. Artinya sambil merayakan hari-hari yang ditetapkan Tuhan dalam waktu manusia ini, Tuhan menyatu dengan manusia ciptaan-Nya dan manusia pun demikian. Persekutuan yang sempurna adalah kekudusan Tuhan juga terpancar di dalam diri manusia sebagaimana pernah dialami Musa di kaki Gunung Sinai.
Hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan sebagai hari pertemuan kudus pada waktu yang tepat. Hari Paskah bagi Tuhan dirayakan pada tanggal empat belas bulan pertama, pada waktu senja. Hari Raya Roti tak beragi pada hari kelima belas dalam bulan. Hari raya ini diselenggarakan selama tujuh hari dan tidak boleh ada pekerjaan yang berat. Umat Israel juga mempersembahkan kurban bakaran kepada Tuhan selama tujuh hari. Pada hari ketujuh ada pertemuan kudus. Tuhan juga mengingatkan umat Israel supaya ketika tiba di tanah Kanaan, mereka harus hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam hal ini mereka harus membiasakan diri mempersembahkan hulu hasil dari tanamannya kepada imam. Imam akan mengunjukkannya kepada Tuhan dengan demikian Tuhan juga akan berkenan kepada umat-Nya. Setelah mempersembahkan hulu hasil dari buah pertama harus diunjukkan harus genap tujuh Minggu, sampai hari Sabat ketujuh, perlu menghitung lima puluh hari umat mempersembahkan kurban sajian kepada Tuhan.
Selanjutnya, pada tanggal sepuluh bulan ketujuh dirayakan hari rekonsiliasi. Hari ini dirayakan dengan berpuasa, merendahkan diri dan disertakan kurban bakaran kepada Tuhan. Hari Raya Pondok Daun dirayakan pada hari kelima belas bulan ketujuh. Perayaan ini berlangsung selama tujuh hari dengan mempersembahkan kurban bakaran kepada Tuhan. Hari raya perkumpulan diadakan pada hari kedelapan diadakan pertemuan kudus disertakan dengan kurban bakaran. Pekerjaan berat juga perlu dihindari. Semua hari ini ditetapkan Tuhan dan sifatnya mengikat dan mempersatukan Tuhan dengan manusia. Di pihak manusia, hari-hari yang ditetapkan itu menjadi kesempatan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan.
Dalam bacaan Injil Tuhan dikisahkan bahwa Tuhan Yesus pergi ke kampung halaman-Nya. Ini menjadi kesempatan yang baik bagi-Nya untuk mengajar orang-orang Nazareth. Reaksi dari orang-orang saat itu adalah perasaan takjub. Mereka melihat sesuatu yang luar biasa dari Yesus yang tidak mereka alami sebelumnya bersama Dia. Dari situ mereka menunjukkan rasa heran mereka dengan bertanya,“Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” (Mat 13:54-56). Dengan hanya berpatok pada kemanusiaan Yesus, maka mereka kecewa dan menolak Dia.
Terhadap penolakan ini maka Yesus berkata, “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” (Mat 13:57). Mereka masih memiliki rasa tidak percaya kepada Yesus. Mengapa mereka tidak percaya kepada Yesus? Karena mereka mengenal latar belakang hidup Yesus. Ia bekerja sebagai tukang kayu karena ayah pengasuh-Nya adalah Yusuf, seorang tukang kayu. Ibunya Maria juga mereka kenal secara luas dan saudara-saudari sepupuh-Nya. Keluarga Yesus juga hanya orang-orang sederhana. Mereka tentu merasa heran atas kuasa dan wibawa Yesus.
Bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk membangun rasa syukur dan terima kasih kita kepada Tuhan. Ia menetapkan hari-hari peringatan sebagai hari syukur dari pihak manusia kepada Tuhan. Di samping bersyukur, pikiran kita juga diarahkan kepada Tuhan Yesus yang ditolak orang sekampung halaman-Nya. Bagi kita saat ini, syukur tetaplah menjadi bagian yang penting dalam hidup kita. Kita bersyukur kepada Tuhan karena berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Kita juga ditantang untuk semakin mengimani Tuhan Yesus, bukan kecewa dan menolak-Nya. Mungkin saja kita merasa akrab dengan Yesus dan secara sadar kita menolak-Nya di dalam hidup kita.
Mari kita membenahi diri dan komunitas kita masing-masing. Ingat: Tuhan tetap menjadi seorang penolong sejati bagi umat kesayangan-Nya. Apakah anda sudah bersyukur kepada Tuhan hari ini? Janganlah bersyukur di waktu sehat saja dan mengeluh di waktu sakit. Bersyukurlah senantiasa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
PJSDB