Homili 3 Agustus 2015

Hari Senin, Pekan Biasa XVIII
Bil. 11:4b-15
Mzm. 81:12-13,14-15,16-17
Mat. 14:13-21

Pemimpin itu harus berjiwa besar bukan pengecut!

Fr. JohnPada suatu hari saya melihat beberapa spanduk di pinggir jalan di mana ada foto para calon kepala daerah yang akan berjuang dalam pemilihan kepada daerah (pilkada) nanti. Saya juga melihat spanduk dengan sebuah tulisan yang menarik, bunyinya: “Pemimpin itu harus berjiwa besar bukan pengecut!” Saya merasa bahwa baik orang yang memiliki foto yang terlukis pada spanduk maupun kalimat pada pada spanduk tersebut mengatakan banyak hal kepada civil society. Para calon pemimpin diingatkan supaya berusaha menjadi pemimpin yang berani, tahan banting, berjiwa besar bukan pengecut atau penakut. Pemimpin itu harus berani melawan arus bukan sekedar mengikut arus saja. Pemimpin itu jujur, tegas dan bersifat adil terhadap semua orang.

Permenungan saya berlanjut, dengan mengambil dua figur yang hebat di dalam bacaan Kitab Suci hari ini yaitu Musa dan Tuhan Yesus sebagai Musa baru. Apa yang Musa dan Yesus tunjukkan kepada kita sebagai pemimpin? Mereka adalah pemimpin yang sabar, mengutamakan cinta kasih dan memperjuangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Apa yang menjadi kebutuhan manusia seperti makan dan minum menjadi perhatian mereka.

Dalam bacaan pertama kita mendengar umat Ibrani dianggap bajingan, masih terbiasa dengan bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa karena merasa kurang makan dan minum hingga menjadi kurus kering. Mereka lalu mengingat masa lalu di Mesir. Meskipun dalam tekanan tetapi mereka masih puas dengan makanan dan minuman. Inilah perkataan mereka, “Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.” (Bil 11:5-6). Mungkin saja kita merasa lucu dengan keluhan dann sungut-sungut bangsa Israel. Makanan dan minuman tetaplah menjadi kebutuhan primer hingga saat ini.

Bangsa Israel adalah kita. Pada saat ini kita pun suka bersungut-sungut kepada Tuhan kalau kebutuhan kita belum terpenuhi. Banyak orang membuat novena, berdoa dan beramal tetapi tetap bersungut-sungut kepada Tuhan. Ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain, kita pun bersungut-sungut dan lupa bersyukur. Kita mesti berbenah diri!

Meskipun bangsa Israel bersungut-sungut tetapi Tuhan tetap memberi mereka Manna di padang gurun. Manna itu seperti ketumbar dan kelihatannya seperti damar bedolah. Orang-orang Israel mengambil mana, menggiling dan membuat roti-roti untuk bisa dimakan. Manna terus menerus turun diperkemahan bangsa Israel. Namun demikian keluhan demi keluhan datang silih berganti. Orang-orang Israel bahkan menangis di depan kemahnya Musa karena kurang makan. Terhadap sikap bangsa Israel ini maka bangkitlah murka Tuhan dengan sangat dan Musa menilainya jahat. Ia berkata kepada Tuhan, “Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia di mata-Mu, sehingga Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini?Akukah yang mengandung seluruh bangsa ini atau akukah yang melahirkannya, sehingga Engkau berkata kepadaku: Pangkulah dia seperti pak pengasuh memangku anak yang menyusu, berjalan ke tanah yang Kaujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyangnya? Dari manakah aku mengambil daging untuk diberikan kepada seluruh bangsa ini? Sebab mereka menangis kepadaku dengan berkata: Berilah kami daging untuk dimakan. Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini, sebab terlalu berat bagiku. Jika Engkau berlaku demikian kepadaku, sebaiknya Engkau membunuh aku saja, jika aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, supaya aku tidak harus melihat celakaku.” (Bil 11:11-15).

Musa adalah seorang pemimpin sejati yang tahan banting, bukan seorang pengecut. Namun dia tetaplah manusia yang memiliki keterbatasan di hadaan Tuhan dan sesamanya. Maka ketika orang-orang Israel datang dan menangis karena mengingkan makanan dan minuman, ia berani menyampaikan keluh kesah ini kepada Tuhan. Namun reaksi Tuhan sangat keras. Musa lalu mengungkapkan isi hatinya kepada Tuhan karena merasa seolah-olah tidak mampu di mata Tuhan dan sesama. Ia merasa diperlakukan dengan buruk dan ia juga tidak mendapat kasih karunia. Ia merasa bahwa orang Israel adalah tanggung jawab dan bebannya. Musa sendiri merasa bahwa bangsa Israel bukanlah keturunannya, dalam arti Tuhanlah yang menciptakan bukan Musa. Namun, terhadap semua hal ini, Musa masih percaya bahwa Tuhan akan melakukan yang terbaik.

Dalam bacaan Injil kita berjumpa dengan Tuhan Yesus sebagai seorang pemimpin sejati. Ia melihat banyak orang datang kepada-Nya, masing-masing dengan kebutuhannya sendiri-sendiri. Ia merasa tergerak hati oleh belas kasih dan menyembuhkan banyak orang sakit. Para rasul sendiri mulai merasa kesulitan, khususnya bagaimana mereka bisa memberi makan kepada orang banyak. Persediaan makanan sangat minim yaitu lima roti jelai dan dua ekor ikan. Dengan jumlah yang sangat sedikit ini, Tuhan tetap memerintahkan mereka untuk memberi mereka makan atau berbagi dengan sesama. Mereka menyerahkannya kepada Tuhan dan Tuhan berkarya dengan menggandakannya.

Tuhan Yesus sebagai pemimpin sejati, Ia mengajar para murid-Nya sehingga dari sedikit yang mereka miliki, mereka persembahkan kepada Tuhan dan Tuhan akan memberikan yang terbanyak dan terbaik bagi semua orang. Apa yang dilakukan Tuhan Yesus? Dikisahkan bahwa setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.” (Mat 14: 19). Tuhan Yesus berekaristi bersama mereka. Ia adalah pemimpin sejati yang melegahkan rasa lapar dan dahaga umat Israel. Tugas kita adalah membagikan kasih Tuhan!

Tuhan Yesus mengajar kita semua supaya jangan menjadi orang yang pelit dan hidup penuh perhitungan dengan sesama. Semangat berbagi haruslah kita pegang teguh, bermurah hati selalu karena Tuhan juga murah hati. Kadang mungkin kita merasa seperti para murid yang memiliki sesuatu tetapi kecil dan terbatas. Ternyata ketika kita persembahkan kepada Tuhan maka Tuhan sendiri yang akan menggandakannya untuk kebaikan semua orang. Tuhan juga memberi kita bakat-bakat, waktu dan kemampuan lainnya untuk melayani sesama dan Tuhan dengan baik. Kita tidak bertumbuh sendirian. Kita membutuhkan orang lain untuk mendewasakan kita.

Pada hari ini dua figur penting yakni Musa tokoh dalam Perjanjian Lama dan Yesus sebagai Musa baru dalam Kitab Perjanjian Baru, membantu kita semua untuk bertumbuh sebagai anak-anak Tuhan. Pemimpin yang kuat dan bijaksana akan membawa rakyatnya kepada kesejahteraan umum. Pempimpin harus tahan banting, siap untuk disalibkan seperti Kristus. Musa dan Tuhan Yesus Kristus sudah merasakan dan mewariskannya di dalam Gereja, Tubuh Mistik Kristus. Kita hidup di dalam Kristus.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply