Bagaimana memperlakukan pembantumu?
Ada seorang ibu yang selalu merasa bangga dengan pembantu rumah tangga yang melayani. Sudah puluhan tahun ia mengabdi sehingga dianggap menjadi bagian dari keluarga. Pembantu itu memulai acara hariannya dengan bangun lebih cepat dan tidur paling terakhir. Ia bangun lebih cepat untuk menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, memandikan anak kecil dan tidur paling terakhir karena harus menutup semua pintu dan jendela. Sepanjang hari ia menyempatkan diri untuk membersihkan rumah, memasak, mencuci dan menyetrika pakaian. Kalau ada orang sakit dan lansia, pembantu ini memiliki pekerjaan yang luar biasa, nyaris tidak istirahat. Karena kesetiaan dalam melayani maka ia disayangi oleh majikan. Ia boleh disapa berbahagia.
Di dalam bacaan Injil (Luk 12:35-38) kita menemukan sesuatu yang sangat berbeda. Bukan hamba-hamba yang melayani tuan, melainkan tuan sendiri yang melayani para hambanya. Tuan adalah gambaran Tuhan sendiri yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Tuhan merendahkan diri-Nya sebagai pelayan manusia. Ia dengan belas kasih-Nya melayani manusia yang berdosa. Sebagai hamba Tuhan kita perlu melakukan tugas dan tanggungjawab kita dengan sebaik-baiknya. Kita harus selalu siap siaga, waspada dalam menanti kedatangan Tuhan.
Mari kita coba berefleksi sejenak tentang orang-orang yang menjadi mitra kerja kita, khususnya para pembantu yang bekerja bersama kita. Banyak kali mungkin kita menilai mereka dengan uang sebagai upah yang menjadi haknya dan kita lupa bahwa pengabdian mereka itu tidak bisa diukur dengan uang atau sesuatu apa pun. Kita perlu mengubah cara pandang kita kepada mereka. Banyak di antara kita perlu mengontrol kekerasan fisik dan verbal terhadap mereka. Mereka juga manusia yang memiliki martabat seperti anda dan saya. Apakah anda berlaku adil terhadap pembantumu?
PJSDB