Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXIX
Rm. 5:12,15b,17-19,20b-21
Mzm. 40:7-8a,8b-9,10,17
Luk. 12:35-38
Yesus taat, kita selamat!
Ada seorang Bapa yang berniat untuk berdoa di depan Salib Yesus. Ia berlutut sambil mengangkat kepalanya dan memandang wajah Yesus. Ia melihat Yesus sedang tersenyum kepadanya, mesikpun kepala-Nya berlumuran darah, tangan dan kaki-Nya dipaku di salib dan badan-Nya tanpa busana. Bapa itu terpesona dan tidak bisa mengucapkan banyak kata selain kata, “Terima kasih Tuhan Yesus”. Bapa itu kemudian menceritakan bahwa sambil dia memandang Yesus tersalib, sepertinya Tuhan Yesus mengatakan kepadanya: “Aku mengasihimu apa adanya” dan ia hanya bisa menjawabnya “Terima kasih Tuhan Yesus”. Ini adalah sebuah pengalaman rohani seorang bapa yang sederhana tetapi benar-benar mengubah hidupnya. Ia pernah menikmati dosa, tetapi sejak saat melihat wajah Yesus yang tersenyum itu, ia mau bertobat. Ia percaya karena mengalami sendiri kasih Tuhan Yesus yang mengangumkan.
Kita semua pernah melakukan perbuatan dosa. Apa yang dimaksudkan dengan dosa? Dosa ialah suatu perbuatan yang menyebabkan terputusnya hubungan antara manusia dengan Allah, karena manusia mencintai dirinya atau hal-hal lain sedemikian rupa sehingga menjauhkan diri dari cinta kasih Allah. Seseorang dikatakan berdosa apabila perbuatannya melawan cinta kasih Allah itu dilakukan dengan bebas (tidak dalam keadaan dipaksa), sadar (tidak dalam keadaan terbius), tahu (mengerti bahwa perbuatan itu jahat). Menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK), akar dari semua dosa terletak di dalam hati manusia. Macam dan beratnya ditentukan terutama menurut obyeknya. (KGK 1873).
Dalam tradisi Kitab Suci, dikatakan bahwa semua manusia tercemar karena dosa asal yang dilakukan oleh manusia pertama (Adam dan Hawa). Akibat dosa asal ini maka setiap orang memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa. St. Thomas Aquinas menyebutnya concupiscentia. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa sebagai konsekuensi dosa asal, kodrat manusia terluka dalam kekuatan alamiahnya tanpa menjadi rusak secara total. Karena dosa asal ini muncullah kebodohan, penderitaan, kekuasaan maut dan concupiscentia atau kecenderungan terhadap dosa (KGK, 377).
St. Paulus menulis dalam suratnya kepada jemaat di Roma sebagai berikut: “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Rm.5:12). Adam adalah manusia pertama yang berbuat dosa. Karena dosanya itu maka semua manusia merasakan dampaknya yakni kematian. Namun, Tuhan Allah memiliki kuasa bagi manusia. Ia memiliki kasih karunia yang berlimpah kepada manusia melalui Yesus Kristus Putra-Nya. Dia adalah kebenaran yang memerdekakan manusia dari dosa-dosa (Yoh 8:32).
Selanjutnya, Paulus berkata: “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.” (Rm.15:19). Ia coba membangun landasan iman Alkitabiah yang kuat bagi kita semua. Karena Adam tidak taat maka manusia merasakan dampak ketidaktaatannya yaitu maut. Karena ketaatan Yesus Kristus, sang Adam baru maka manusia yang berdosa sekali pun akan memperoleh keselamatan. Manusia yang berdosa dibenarkan oleh Tuhan karena imannya.
Paulus juga merasakan kasih karunia dari Tuhan sehigga ia berkata: “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (Rm 5:20-21). Tuhan akan senantiasa memberikan kasih karunia-Nya kepada manusia melalui Yesus Kristus. Tuhan Yesus taat kepada Bapa sehingga kita merasakan keselamatan kekal.
Apa yang harus kita lakukan sebagai anak-anak Tuhan? Tuhan senantiasa memberikan kasih karunia-Nya kepada kita semua. Sikap rohani yang harus kita bangun bersama adalah selalu siap untuk menantikan kedatangan Tuhan. Tuhan Yesus berkata: “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.” (Luk 12:35). Kita harus menjadi pribadi-pribadi yang selalu siap menanti kedatangan Tuhan. Ketika ia datang dan mengetuk pintu, kita siap untuk menyongsong Dia dengan membuka pintu untuk menjemputNya.
Tuhan Yesus memuji hamba-hamba yang setia menanti kedatangan Tuhan. Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: “Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka.” (Luk 12:37-38). Apakah anda juga bisa disapa oleh Tuhan Yesus sebagai hamba yang berbahagia?
Hamba yang baik adalah pribadi yang taat, setia dan jujur sepanjang hidupnya. Ia melakukan kehendak tuannya bukan kehendak dirinya sendiri. Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menebus segala dosa dan salah kita. Ia taat kepada Bapa supaya kita memperoleh keselamatan.
PJSDB