Homili Hari Minggu Biasa II/C – 2016

Hari Minggu Biasa II/C
Yes. 62:1-5
Mzm. 96:1-2a,2b-3,7-8a,9-10ac
1Kor. 12:4-11
Yoh. 2:1-11

Berusahalah mempertahankan perkawinanmu!

imageSaya pernah merayakan misa syukur pernikahan ke-40 sepasang suami dan istri yang sudah lazim disapa oma dan opa. Perayaan syukur ini disiapkan selama setahun oleh anak-anak dan cucu-cucu. Hal ini bisa terlihat dalam suasana bahagia yang mewarnai seluruh perayaan syukur ini. Mulai dari perayaan Ekaristi yang berlangsung meriah dan party yang istimewa. Semua orang yang hadir memberikan ucapan selamat kepada oma dan opa yang berbahagia. Pada saat homili, saya menanyakan resep yang mereka pakai sehingga bisa bertahan hingga pancawindu usia perkawinan. Oma dan opa ini sepakat mengatakan bahwa setiap hari mereka percaya bahwa Tuhan Yesus sudah mempersatukan perkawinan mereka dan Ia juga akan selalu mempertahankan perkawinan mereka dalam situasi apa pun dan berharap sampai tuntas. Kepercayaan mereka ini didukung oleh doa-doa setiap hari. Mereka mengakui saling mendoakan untuk setia dalam perkawinan. Semua umat yang hadir dan saya sendiri merasa diteguhkan oleh oma dan opa yang saleh ini.

Kita semua pasti mengingat bahwa ketika menciptakan manusia laki-laki dan perempuan, Tuhan sudah memiliki rencana yang istimewa yaitu supaya manusia bahagia. Ia menciptakan manusia serupa dengan wajah-Nya sendiri dan mengasihinya (Kej 1: 27). Tuhan juga meningatkan manusia pertama bahwa sebab itu laki-laki harus meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej 2:24). Konsekuensi persekutuan intim ini adalah bahwa mereka tidak merasa malu ketika mengetahui bahwa mereka telanjang (Kej 2:25). Di kemudian hari Tuhan Yesus mengulangi perkataan yang sama untuk melukiskan keluhuran sebuah perkawinan (Mat 19:5; Mrk 10:8). St. Paulus melihat persekutuan ini sebagai simbol persekutuan antara Kristus dan Gereja-Nya (Ef 5:31). Persekutuan mesra antara Tuhan Yesus dan manusia yang disucikan dalam sakramen pembaptisan.

Tuhan sudah mempersatukan dua pribadi menjadi satu daging dalam sakramen perkawinan. Pada hari ini kita mendengar nabi Yesaya dalam bacaan pertama bernubuat bahwa seorang mempelai akan bergirang hati melihat pengantin perempuan. Ini sebenarnya adalah relasi antara Tuhan dan manusia. Tuhan mengatakan bahwa karena Sion maka Ia tidak akan berdiam diri dan karena Yersalem, Ia tidak akan tinggal tenang sampai kebenarannya bersinar seperti cahaya dan keselamatan menyala seperti suluh. Kebenaran yang bersinar akan dilihat oleh semua orang, dan kemuliaan Tuhan dilihat oleh para raja. Kota Sion dan Yerusalem mendapat perhatian khusus bagi Tuhan. Kota suci ini akan menjadi mahkota keagungan tangan Tuhan. Di sini, ada perubahan radikal kota suci di mata Tuhan sehingga Ia juga berkenan padanya.

Relasi antara Tuhan dan Sion begitu akrab. Ini tentu saja menggambarkan relasi antara Tuhan dan manusia yang mirip dengan relasi perkawinan, relasi dua pribadi yang menyatu dalam keluarga. Tuhan berkata: “Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu.” (Yes 62:5). Tuhan yang tidak kelihatan sudah mempersatukan dan menyertai setiap pasangan hidup supaya mereka juga tetap menyatu selamanya. Gereja sedang mengalami penyertaan Tuhan hingga saat-Nya tiba. Tuhan setia melayani Gereja.

Relasi antara pribadi dalam perkawinan menjadi kuat karena kehadiran Tuhan yang terus menerus untuk melayani keluarga. Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa ada perkawinan di Kana, Galilea. Bunda Maria diundang ke pesta perkawinan itu. Demikian juga Yesus dan para murid-Nya ikut diundang ke pesta itu. Bunda Maria menunjukkan keibuannya dengan melihat segala kebutuhan dalam pesta itu. Ternyata anggur yang menjadi kebutuhan penting dalam perayaan perkawinan itu kurang maka Bunda Maria menyampaikan sekaligus meminta Yesus untuk melakukan sesuatu supaya perayaan perkawinan itu berlangsung dengan baik. Meskipun Yesus keberatan tetapi Bunda Maria percaya bahwa Yesus pasti akan melakukan yang terbaik demi perkawinan pasangan itu. Ia bahkan menyuruh para pelayan untuk melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Yesus.

Bunda Maria seakan menghilang dan yang menjadi protagonis adalah Yesus. Ia menyuruh para pelayan untuk mengisi enam buah tempayan dengan air. Setelah tempayan-tempayan penuh, Ia menyuruh mereka untuk mencedok dan membawanya kepada pemimpn pesta. Air yang sudah berubah menjadi anggur ini dipuji oleh pemimpin pesta sebagai anggur baik yang disimpan oleh tuan pesta. Mukjizat air menjadi anggur disebut sebagai mukjizat pertama di mana Yesus menyatakan kemuliaan-Nya.

Tuhan Yesus melakukan mukjizat pertama dengan mengubah air menjadi anggur sambil menunjukkan kemuliaan-Nya. Kita semua menjadi sadar bahwa Tuhan Yesus membuat mukjizat pertama untuk mempertahankan perkawinan sebuah pasangan hidup manusia. Ia mempersatukan manusia menjadi satu daging dengan anggur baik yang tidak lain adalah kasih-Nya sendiri. Air adalah simbol Roh Kudus yang menguduskan dan menyucikan hidup manusia. Anggur adalah simbol kasih setia Tuhan yang tiada habis-habis-Nya bagi manusia. Maka mukijizat Yesus yang pertama ini mau meneguhkan setiap pasangan keluarga manusia. Apa pun perbedaan yang mereka miliki, namun karena mereka sepadan maka mereka bisa menjadi satu daging selamanya. Air dan anggur menjadi simbol kekudusan dan kasih yang abadi dalam keluarga. Mukjizat yang pertama ini juga membantu keluarga manusia untuk percaya bahwa Tuhan Yesus selamanya hadir dan menyatakan kemuliaan-Nya di dalam keluarga. Ia tidak hanya mempertahakan keluarga tetapi memuliakannya.

Keluarga-keluarga manusia meskipun dipersatukan oleh Tuhan dan dimuliakan setiap saat namun mereka masih memiliki banyak kelemahan. Misalnya, ada pasangan hidup yang lebih banyak melihat perbedaan yang memisahkan bukan perbedaan yang mempersatukan. Banyak pasangan hanya berhenti pada perbedaan dan tidak melihatnya sebagai peluang untuk semakin bersatu dalam kasih. St. Paulus menasihati: “Saudara-saudara, ada rupa-rupa karunia, tetapi hanya ada satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan tetapi hanya ada satu Tuhan. Ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu, yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.” (1Kor 12:4-6). Ia melanjutkan: “Roh yang satu dan sama memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus seperti yang dikehendaki-Nya” (1Kor 12:11).

Pada hari ini kita boleh bersyukur kepada Tuhan karena segala kebaikan-Nya. Ia mempersatukan setiap pribadi sesuai kehendak-Nya supaya pribadi-pribadi itu saling mengasihi. Kita berdoa bagi setiap keluarga supaya mereka setia satu sama lain selama hayat masih di kandung badan. Semoga keluarga-keluarga mempertahankan perkawinan karena tujuan utama perkawinan adalah supaya setiap pribadi berbahagia dalam hidupnya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply