Homili 19 Februari 2016

Hari Jumat, Pekan Prapaskah I
Yeh. 18:21-28
Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8
Mat. 5:20-26

Berdamailah dengan saudaramu!

imagePada suatu hari saya mengadakan kunjungan ke sebuah keluarga. Saya masuk ke dalam rumah dan melihat gambar orang kudus tertentu yang dipajang di ruang tamu itu. Mata saya langsung tertuju kepada gambar Beata Theresia dari Kalkuta yang sedang tersenyum, dan pada bagian bawah gambarnya terdapat tulisan singkat berbunyi: “Damai dan cinta dimulai dari senyummu”. Saya mendekati gambar itu, memperhatikannya, melihat senyum dan tatapan matanya penuh dengan kedamaian dan kasih. Saya lalu membayangkan bahwa orang-orang di Kalkuta saat itu sangat diberikati Tuhan melalui kehadiran dan pelayanannya. Ketika kembali ke komunitas saya mengingatkan para konfrater untuk belajar membangun damai dan kasih mulai dari dalam dirinya, dengan wajah yang penuh senyum persaudaraan.

Selama masa prapaskah ini gereja mengajak kita untuk menata diri kita sedemikian rupa, membangun semangat ber-metanoia dengan hidup beramal kasih, berdoa dan berpuasa. Kita semua bisa hidup beramal, berdoa dan berpuasa kalau ada kasih dan damai di dalam hati kita. Sebab tanpa ada kasih dan damai yang keluar dari dalam hati kita maka kita juga tidak bisa beramal, berdoa dan berpuasa dengan baik. Ketiga hal ini juga bisa kita lakukan dan memiliki dampak yang besar bagi banyak orang kalau kita melakukannya bersama Tuhan Yesus Kristus. Beata Theresia selalu memiliki senyum yang khas dalam melayani kaum papa dan miskin karena ia percaya kepada Kristus. Beata Theresia dari Kalkuta juga pernah berkata: “Kasih yang tulus tidak pernah menilai hasilnya, melainkan hanya memberi.” Tuhan mengasihi kita ketika Ia memberi segalanya bagi kita, terutama ketika mengorbankan Anak-Nya yang tunggal yakni Tuhan kita Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita semua. Berkaitan dengan ini, Tuhan Yesus berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16).

Pada hari ini, Tuhan Yesus Kristus tampil beda di hadapan kita semua. Ia mula-mula menantang kita semua dengan berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:20). Tuhan Yesus sudah tahu bahwa banyak di antara kita sedang mendedikasikan dirinya untuk melayani Gereja dan masyarakat. Semangat misioner, kerelaan untuk berkorban selalu ada di dalam diri kita semua. Masalahnya adalah apakah semua pelayanan di dalam Gereja itu murni pelayanan atau ada “hidden agenda” di sana, melayani untuk kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa atau melayani demi popularitas dan ketenaran nama. Kalau motivasinya masih keliru maka itu tidak lebih dari para ahli Taurat dan kaum Farisi. Sikap munafik ini tidak layak dan elok di mata Tuhan.

Tantangan kedua bagi kita adalah kebiasaan melakukan kekerasan verbal. Kekerasan verbal merupakan rajutan kata-kata kasar yang disampaikan kepada sesama. Kata-kata itu keluar dengan sendirinya saat marah, mengatakan sesama sebagai kafir dan jahil. Kekerasan verbal itu muncul akibat orang belum mampu mengontrol lidahnya dengan baik. St. Yakobus mengatakan bahwa lidah adalah api; ia merupakan dunia kejahatan dan tak seorang pun bisa menjinakannya (Yak 3:6.8). St. Petrus berkata: “Siapa yang mau mencintai hidup dan melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” (1Ptr 3:10).

Lalu apa yang harus kita lakukan? Kedua tantangan yang disebutkan di atas bisa diatasi dengan menata hidup pribadi kita masing-masing. Kita harus lebih banyak berusaha untuk membangun damai dan kasih sayang di dalam hidup kita. Hal praktis yang ditawarkan Tuhan Yesus kepada kita adalah dengan membangun rekonsiliasi bersama. Damai dan rekonsiliasi adalah energi positif yang penting bagi kita supaya kita benar-benar menjadi manusia bagi sesama dan Tuhan. Berkaitan dengan hal ini, Tuhan Yesus berkata: “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.“ (Mat 5:23-24). Persembahan yang indah bukanlah kurban bakaran di atas altar kurban, melainkan hati yang penuh kasih dan damai. Hati yang selalu memperjuangkan keadilan bagi setiap insan.

Apakah ada damai dalam hatimu? Apakah anda masih mau berekonsiliasi dengan sesama selama masa prapaskan ini? Kristus adalah damai kita (Ef 2:14). Kita berdamai dengan Tuhan, berdamai dengan diri kita, berdamai dengan sesama dan lingkungan hidup kita. Tuhan Yesus Kristus sebagai damai kita menunjukkan wajah Allah Bapa yang penuh kerahiman bagi manusia. Dia mengutus Yesus Putra-Nya ke dunia untuk menyelamatkan manusia bukan untuk membinasakannya. Semua itu dilakukan oleh Yesus dengan kasih. Allah adalah kasih dan senantiasa menunjukkan kerahiman-Nya kepada manusia.

Melalui nabi Yehezkiel, Tuhan menunjukkan wajah kerahiman-Nya. Ia berkata: “Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya.” (Yeh 18:21-22). Tuhan tidak menghitung-hitung kesalahan manusia tetapi Ia melihat iman dan kepercayaan kita kepada-Nya. Iman itu ditunjukkan melalui semangat ber-metanoia sehingga bisa hidup dalam kebenaran.

Tuhan juga mengingatkan umat Israel bahwa orang-orang benar harus tetap hidup di dalam kebenaran. Ada konsistensi dalam hidup mereka. Namun ketika orang benar berbalik menjadi orang fasik maka ia akan mendapat hukuman bahkan sampai mati. Tuhan bersabda: “Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya.” (Yeh 18:26). Hal ini tentu berbeda dengan orang fasik yang bertobat dan kembali kepada Tuhan. Ada kehidupan bagi mereka. Tuhan berkata: “Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.” (Yeh 18:27-28).

Kita beryukur kepada Tuhan karena damai sejati adalah sebuah anugerah. Damai sejati ada karena ada pengampunan dan belas kasih dari Tuhan. Mari kita membuka diri untuk berdamai dengan Tuhan melalui Yesus Kristus, damai kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply