Musa Lama dan Musa Baru
Saya merenungkan dua figur inspiratif hari ini:
Pertama, Musa. Dia dipilih Tuhan untuk mengantar umat Israel menuju ke tanah terjanji. Ia banyak mengalami tantangan dan kesulitan. Misalnya, padang gurun merupakan tempat pergumulannya. Umat Israel suka mengeluh dan mengesah. Mereka menggerutu karena kekurangan makanan dan minuman padahal mereka berkelimpahan. Keluhan mereka kepada Tuhan melalui Musa, Tuhan menggunakan Musa sebagai perantara kasih-Nya kepada mereka. Dia tetaplah perantara sejati!
Kedua, Tuhan Yesus Kristus. Dia disapa sebagai Musa Baru. Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Ia berhadapan dengan orang-orang Yahudi pada umumnya, khususnya para ahli Taurat dan kaum Farisi. Mereka memiliki hati yang keras dan tidak percaya kepada Yesus sebagai Anak Allah. Mereka suka mencari kesalahan Yesus tetapi tidak menemukannya. Dia tetaplah Pengantara sejati.
Kedua figur berperan sebagai perantara (Musa) dan Pengantara (Yesus) antara Allah dan manusia dan sebaliknya. Sebab itu wajarlah mereka berdua menjadi sasaran keluhan, pemberontakan dan tanda ketidakpuasan manusia terhadap Allah. Namun mereka sabar dengan manusia sebab mereka adalah perantara dan Pengantara yang menghadirkan wajah kerahiman Allah bagi manusia. Mereka tidak melakukan pekerjaan atau business mereka tetapi pekerjaan Allah. Pekerjaan Allah adalah keselamatan manusia.
Dari Musa Lama dan Musa Baru, kita belajar bagaimana menjadi pemimpin. Di mana-mana terjadi krisis leadership. Ada suatu negara, komunitas dan keluarga tertentu mengalami krisis leadership. Penyebabnya adalah karena para leader mudah melupakan peran mereka sebagai perantara, pelayan dan abdi. Para leader melayani bukan dilayani dan disembah olah sesama manusia. Yesus saja pelayan, tetapi mengapa para leader sulit melayani? Mengapa para leader lebih suka mengumpulkan harta, mencari popularitas dan kuasa?
Masa prapaskah adalah saat kita semua ber-metanoia. Mereka yang bertelinga hendaknya mendengar dengan baik.
P. John, SDB