Homili 16 Maret 2016

Hari Rabu, Pekan Prapaskah V
T.Dan 3:14-20.24-25.28
MT: T.Dan. 3:52.53.54.55.56
Yoh 8: 31-42

Yesus Kristus adalah Anak Allah

imageAda seorang sahabat pernah bertanya kepadaku: “Apakah semua orang Yahudi tidak percaya kepada Yesus dan menolak-Nya?” Saya menjawabnya: “Ada di antara mereka yang terang-terangan menunjukkan rasa tidak percaya dan tidak menerima-Nya. Mereka selalu berseberangan dengan Yesus seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Namun ada di antara mereka yang menerima dan percaya kepada-Nya sebagai Juruselamat dunia. Misalnya Bunda Maria dan St. Yusuf, Simeon dan Hana, Nikodemus dan keduabelas rasul terpilih dari antara para murid yang datang kepada Yesus.” Dia mengangguk dan berkata: “Aku kira semua orang Yahudi menolak-Nya”. Percakapan sederhana ini selalu saya ingat karena menunjukkan kepolosan hati seorang anak Tuhan yang sekarang menjadi aktivis gereja. Ia mengaku, perlahan-lahan namun pasti, percaya bahwa Yesus adalah Tuhan atas segalanya dan bahwa Dia sungguh-sungguh Anak Allah.

Penginjil Yohanes melaporkan dalam Injil bahwa Tuhan Yesus memberikan wejangan-wejangan-Nya kepada para murid. Wejangan-wejangan-Nya itu mengungkapkan identitas sekaligus jati diri-Nya di hadirat Bapa dan di hadirat manusia. Para Penginjil juga melaporkan bahwa Bapa di Surga sendiri mengakui-Nya: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Mat 3:17; 17:5; Mrk 9:7; Luk 9:35; Yoh 1;34). Maka Yesus adalah Anak Allah, yang dikasihi Bapa. Tugas kita sebagai manusia adalah mendengar, percaya dan mengasihi-Nya. Kita mendengar-Nya karena Ia lebih dahulu mendengar kita. Kita percaya  kepada-Nya karena Dia Anak Allah sesuai dengan Kitab Suci. Kita mengasihi-Nya karena Ia lebih dahulu mengasihi kita.

Pada hari ini kita mendengar Tuhan Yesus berbicara kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya. Artinya, ada orang Yahudi yang mengikuti Yesus, melihat, mendengar-Nya, dan percaya sepenuhnya kepada-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Jikalau kamu tetap berada di dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku, dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yoh 8:31-32). Tuhan Yesus mengatakan hal ini dengan terus terang kepada mereka karena melihat kesiapan bathin mereka untuk mendengar Yesus dan tinggal di dalam Firman. Artinya mereka mendengar dan selalu siap untuk melakukan setiap perkataan Tuhan Yesus di dalam hidup yang nyata. Orang akan benar-benar menjadi murid Yesus kalau selalu siap untuk mendengar semua perkataan dan melakukannya dengan tekun. Perkataan Yesus adalah kebenaran dan kebenaran ini yang membuat mereka sungguh-sungguh menjadi orang merdeka. Orang merdeka adalah orang yang bebas dari beban dosa karena jasa Yesus Kristus, sang Kebenaran sejati.

Reaksi dari orang-orang Yahudi yang percaya kepada Yesus adalah upaya untuk membenarkan diri mereka sebagai orang-orang pilihan Allah yang merdeka. Mereka mengakui diri sebagai anak-anak Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Namun Yesus membuka pikiran mereka untuk mengenal diri mereka yakni apabila mereka tetap berbuat dosa maka mereka adalah hamba dosa. Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Anak Allah yang memerdekakan mereka dari perbudakan dosa sehingga mereka benar-benar merdeka. Reaksi negatif masih muncul di kalangan mereka, karena ada yang berencana untuk membunuh Yesus.

Hal-hal yang menarik perhatian kita dalam perbincangan antara Tuhan Yesus dan orang-orang Yahudi yang menjadi murid-murid-Nya adalah bahwa Yesus Kristus konsisten untuk menunjukkan diri-Nya sebagai Anak Allah. Ia sabar dan berusaha untuk menyadarkan para murid-Nya untuk mendengar Sabda-Nya supaya bisa menjadi pribadi yang merdeka. Pribadi yang merdeka itu menerima kebenaran sejati dari Yesus Kristus. Para murid-Nya yang berasal dari kalangan Yahudi merasa diri mereka sebagai orang merdeka sebab mereka merasa diri sebagau keturunan Abraham. Perasaan ini yang membuat mereka merasa diri lebih superior dari orang lain. Hal ini akan tetap berlanjut di dalam Gereja purba di mana terjadi banyak pertentangan. Contohnya adalah pertentangan antara kaum bersunat dan tidak bersunat sehingga muncullah Konsili pertama di Yerusalem.

Sikap superior ini masih ada di dalam gereja saat ini. Ada banyak orang yang memiliki kesombongan rohani, terutama ketika aktif dalam sebuah gerakan atau persekutuan. Ada orang-orang tertentu yang merasa bisa berbahasa roh maka orang yang tidak bisa berbahasa roh dianggap tidak beruntung. Betapa piciknya orang yang beranggapan seperti ini. Bahasa roh itu tidak pernah dipelajari tetapi dikaruniakan oleh Tuhan sendiri. Ketika orang belajar bermeditasi dan coba berkonsentrasi selama beberapa menit maka orang merasa sudah bersatu dengan Tuhan. Sebenarnya hal terpenting adalah bukan apakah anda bisa berbahasa roh atau tidak, melainkan apakah anda sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus? Apakah anda orang Kristen sejati? Orang Kristen sejati akan bertahan dalam penderitaan dan tidak akan menganggap dirinya sebagai status quo keselamatan. Orang Kristen sejati tidak akan sombong secara rohani. Orang yang sombong secara rohani tidak lebih dari seorang ateis bertopeng Kristiani.

Bagaimana menjadi orang Kristen yang mengakui Yesus sebagai Anak Allah?

Menjadi pengikut Kristus berarti siap menjadi martir, siap untuk bersaksi bahkan merelakan nyawa untuk Tuhan. Bacaan pertama membuka wawasan kita sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus untuk setia kepada kehendak Bapa di Surga dan menjauhkan diri dari sikap menyembah berhala. Ketika Nebukadnezar merebut Yerusalem, ia menghancurkan Bait Allah dan mencuri semua perhiasan di dalam rumah Tuhan itu. Ia juga memilih para pemuda tampan untuk melayani raja. Di antara mereka ada tiga orang pemuda yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Ketiga pemuda ini dipaksa untuk memuja dewanya raja tetapi mereka menolak. Mereka tidak mau memuja dan menyembah allah mana pun kecuali Allah mereka. Akibatnya mereka dicampakan ke dalam tanur api dengan posisi kaki dan tangan mereka terikat. Raja melihat siksaan keji itu dan ternyata bukan hanya tiga orang di dalam tanur api yang berjalan dengan bebas, melainkan empat orang. Raja melihat orang keempat itu serupa dengan anak dewa. Raja lalu mengakui kepahlawanan ketiga pemuda ini karena Allah yang mereka bertiga imani sungguh luar biasa.

Pengakuan akan Yesus sebagai Anak Allah memiliki konsekuensi yakni siap untuk menjadi serupa dengan Yesus. Ia menderita bagi semua orang dan demi keselamatan semua orang. Ia mengasihi semua orang maka orang tidak perlu mengclaim dirinya sebagai orang sempurna. Tuhan Yesus Kristus, Anak Allahlah yang menguduskan dan menyempurnakan kita supaya menjadi serupa dengan Bapa di Surga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply