Hari Kamis, Pekan Biasa VIII
1Ptr 2:2-5.9-12
Mzm 100:2.3.4.5
Mrk 10:46-52
Sequela Christi dan Kerahiman Allah
Kita sering menemukan tulisan seperti ini: “Sequela Christi”. Tulisan ini berarti “Mengikuti Kristus”. Tulisan ini selalu dihubungkan dengan panggilan untuk hidup membiara atau Vita Consecrata bagi orang-orang tertentu. Mereka mendengar panggilan Tuhan, mengambil keputusan bersama Roh Kudus untuk mengikuti Tuhan dari dekat. Tuhan sendiri memilih dan menentukan orang-orang khusus untuk mengikuti-Nya dari dekat. Pada abad pertengahan pernah muncul seorang teolog sekaligus mistikus katolik bernama Thomas Hemerken atau dikenal dengan nama Thomas A Kempis. Ada banyak tulisannya dan salah satu yang terkenal hingga saat ini adalah “De Imitatione Christi” atau “Mengikuti Jejak Kristus”. Buku ini terdiri atas 4 bagian penting. Bagian pertama berbicara tentang keindahan hidup membiara, bagian kedua tentang kehidupan batin, bagian ketiga tentang kehidupan rohani kristiani, dan bagian keempat tentang perjamuan kudus. Buku yang masih laris hingga saat ini membantu kita semua untuk mawas diri, rendah hati, berdisiplin dan berpasrah kepada Allah. Kita dibantu untuk semakin terbuka kepada kerahiman Allah.
Penginjil Markus hari ini menghadirkan sisi lain dari kehidupan Yesus yang sedang dalam perjalanan menuju ke Yerusalem bersama para murid-Nya. Posisi mereka adalah di Yerikho, sekitar 25.3km dari Yerusalem. Maka boleh dikatakan bahwa aroma Yerusalem semakin dekat dan keselamatan yang merupakan kehendak Bapa akan segera terlaksana secara sempurna dalam diri Yesus Kristus Putra-Nya. Yesus sendiri sudah menyampaikan kepada para murid-Nya dengan terus terang tentang penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya, dan semuanya akan terjadi di Yerusalem. Semangat Yesus untuk menyelamatkan manusia tidak pernah pudar. Dia benar-benar wajah kerahiman Allah yang kelihatan.
Yerikho merupakan sebuah kota tertua di sebelah utara Laut Mati. Kota ini menjadi tempat persinggahan para peziarah dari Perea dan Galilea menuju ke Yerusalem. Mereka berziarah untuk merayakan paskah dan kegiatan peribadatan lainnya di sana. Penginjil Markus menyelipkan kisah Bartimeus (anak Timeaus), seorang yang buta dan miskin, sedang duduk di pinggir jalan untuk mengemis. Perjumpaan dengan Yesus terjadi pada saat Yesus hendak meninggalkan kota Yeriko menuju ke Yerusalem. Perjumpaan ini menjadi fase transisi kerasulan Yesus di Galilea dan pelayanan Yesus di kota suci Yerusalem yakni paskah-Nya. Keselamatan yang diwartakan diwartakan di Galilea menjadi sempurna dalam kematian dan kebangkitan-Nya di Yerusalem tanah Yudea.
Kisah Injil ini berpusat pada Bartimeus dan imannya yang asli kepada Yesus. Ia mengenal Yesus sebagai Anak Daud dan memohon kerahiman Allah. Ia berkata: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku”. Meskipun dihalangi oleh para murid Yesus namun ia tetap berusaha untuk mendekati Yesus dan meminta dua hal penting bagi dirinya yakni dapat melihat secara fisik (karena dia buta) dan mengalami keselamatan abadi dalam Yesus. Ia berusaha dan beriman maka kedua hadiah ini diperolehnya. Sebagai tanda syukur kepada Yesus, Bartimeus mengikut-Nya menuju ke Yerusalem, tempat Paskahnya Yesus. Dalam tradisi Gereja, mukjizat yang dilakukan Yesus dalam kisah injil ini menunjukkan symbol: barangsiapa mengikuti Yesus dengan iman menuju ke Kalvari seperti Bartimeus akan mendapat penerangan dan pemurinan dari dosa-dosa. Terang iman juga membuka pikiran kita untuk mengerti kasih Tuhan dalam drama penyaliban.
Yesus disapa sebagai orang Nazaret (Mrk 10:47), tidak hanya di kenal di daerah Galilea tetapi juga di Yudea. Bartimeus sendiri tidak ikut menyapa Yesus sebagai orang Nazaret tetapi Yesus sebagai Anak Daud. Sapaan ini memang benar bahwa Yesus adalah keturunan Daud, Mesias atau Dia yang diurapi. Ia menyapa Yesus Rabbuni artinya Guruku sebagai ungkapan hormat. Bartimeus mendengar panggilan Yesus maka ia menanggalkan jubahnya dan pergi mendapatkan Yesus. Kisah perjumpaan ini memiliki happy ending. Bartimeus sembuh secara fisik dan rohani karena imannya kepada Kristus. Penyembuhan ini menjadi lengkap ketika Bartimeus juga meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus ke Yerusalem. Penginjil mengatakan bahwa Bartimeus mengikuti Yesus sampai di salib. Iman adalah anugerah dari Tuhan. Iman Bartimeus menyelamatkannya.
Bagaimana dengan kita? Banyak kali kita justru menjadi seperti para murid Yesus bukan seperti Bartimeus yang membutuhkan Yesus. Kit bukan mengantar orang kepada Yesus untuk disembuhkan dan diselamatkan tetapi menjadi penghalang. Sama seperti para rasul, kita lupa bahwa yang memiliki hak untuk menyelamatkan manusia adalah Tuhan bukan kita. Kita membawa mereka untuk ikut memperoleh keselamatan dari Tuhan. Mungkin saja banyak di antara kita tidak akan sama dengan Bartimeus yang merasakan kerahiman Allah dan mengikuti Yesus dalam paskah-Nya karena kita masih menutup diri atau belum mengimani Yesus dengan sungguh-sungguh.
Kisah Injil ini menunjukkan kerahiman Allah yang berlimpah rua bagi orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan Yesus menghadirkan wajah kerahiman Allah di dalam diri setiap pribadi. Dari situ kerahiman Allah akan mengalir seperti sungai, mendapatkan setiap pribadi dan membaharuinya. Tugas kita adalah membuka diri dan merasakan kerahiman Allah. Tentu saja membuka diri berarti rendah hati, berpasrah kepada Tuhan, mengikuti jejak Tuhan sendiri. Yesus menyebut diri-Nya: “Lemah lembut dan rendah hati”.
St. Petrus membangkitkan rasa percaya diri kepada kita semua dalam mengikuti Tuhan supaya merasakan kerahiman-Nya dengan optimism kristiani. Ia berkata: “Kalianlah bangsa terpilih, kaum imam yang rajawi, bangsa yang kudus, umat milik Allah sendiri. Kalian harus memaklumkan karya agung Tuhan sebab ia telah memanggil kalian”. Sebagai orang-orang yang membuka diri kepada kerahiman Tuhan Allah maka Petrus menasihati supaya kita juga menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa. Kita harus hidup baik dan sellau berbuat baik. Itu tandanya sebagai pengikut Kristus dan pribadi yang merasakan kerahiman Allah.
PJSDB