Hari Senin, Pekan Biasa XII
2Raj 17:5-8.13-15a.18
Mzm 60:3.4-5.12-13
Mat 7:1-5
Jangan menghalangi Kerahiman Allah
Ada seorang guru pernah membagi pengalaman pengabdiannya di sebuah sekolah. Ia bercerita bahwa pada suatu semester, ada beberapa guru mata pelajaran pernah melabel sebuah kelas sebagai kelas yang paling sulit diatur di sekolah. Situasi para siswanya adalah selalu terlambat masuk kelas tanpa alasan yang jelas, ribut, malas mengerjakan tugas mandiri dan bolos. Setiap guru yang mengajar di kelas, ketika keluar dari kelas kelihatan sulit untuk tersenyum. Wajahnya sedih, kecewa, marah dan lain sebagainya. Untuk menjawabi situasi ini maka wali kelas dan guru BP diminta khusus untuk mendampingi para siswa, sehingga mereka dapat berubah menjadi lebih baik. Mereka juga berdialog dengan semua guru mata pelajaran untuk tidak sekedar melabel tetapi membantu para siswa untuk menjadi lebih baik lagi. Harapan menjadi kenyataan. Labelnya terhapus dari pikiran para guru mata pelajaran karena gurunya berubah dan siswanya juga berubah. Guru itu mengatakan bahwa sebenarnya para siswa itu baik tetapi mereka sedang membutuhkan perhatian khusus dari para guru di kelas. Para guru yang melabel siswa tersebut memang dikenal sering menggunakan kekerasan fisik dan vebal sehingga para siswa pun memberontak dengan aneka reaksi sebagaimana telah terjadi di kelas itu.
Saya membayangkan situasi sekolah di mana para siswanya ribut, tidak berdisiplin dan wajah para guru yang sedang marah. Saya hanya dapat mengatakan wow dan ckckckc. Tetapi situasi seperti ini sedang terjadi di banyak sekolah. Ada siswa yang kedapatan ribut di kelas, tetapi di hadapan gurunya ia dapat menuduh siswa yang lain bahwa merekalah yang ribut. Ada siswa yang mempersalahkan teman kelasnya. Demikian juga para guru mempersalahkan siswanya. Para orang tua menghakimi guru yang sangat ketat dalam menerapkan disiplin sekolah. Situasi komunitas sekolah seperti ini kiranya masih ada di sekitar kita. Ada suasana saling menghakimi, berpikiran negatif dan menganggap rendah orang lain. Para siswa, guru dan orang tua lupa bahwa masing-masing mereka memiliki kelemahan dan kelebihan.
Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang menarik perhatian. Tuhan Yesus memberi contoh-contoh konkret bagi kita untuk jangan menjadi penghalang bagi kerahiman Allah, karena kita semua adalah anak-anak Allah yang membutuhkan kerahiman-Nya. Kita semua memiliki kelemahan-kelemahan manusiawi, tetapi juga kebajikan-kebajikan sebagai anugerah cuma-cuma dari Tuhan. Sebab itu kita tidak memiliki kuasa apapun untuk melabel sesama dengan label apa pun, menjelek-jelekan sesama dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita.
Tuhan Yesus berkata: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Mat 7:1-2). Yesus melihat situasi hidup para murid yang berada di sekitarnya di atas bukit. Mereka sudah disapa dengan kata berbahagialah, namun mereka memiliki kelemahan-kelemahan tertentu yang perlu mereka perbaiki. Misalnya, mereka suka menghakimi sesamanya karena merasa diri lebih benar, lebih adil dan lebih jujur dari sesama yang lain. Hal ini memang sangat manusiawi namun selalu menjadi bagian dari hidup kita yang nyata. Mengapa orang suka menghakimi sesama? Karena orang itu selalu lupa diri bahwa dia juga manusia yang lemah. Orang memiliki negative thinking terhadap sesama karena ia belum mengenal dirinya dengan baik.
Tuhan Yesus tanggap dengan situasi para murid-Nya. Ia mengingatkan mereka untuk mengenal diri, sehingga boleh mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ia berkata: “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” (Mat 7:3-5). Kita semua tidak luput dari kebiasaan untuk melihat kelemahan orang lain dan lupa bahwa kita sendiri memiliki banyak kelemahan. Kita dapat saja merasa diri lebih baik dan benar dari sesama hanya karena mengetahui satu kelemahannya. Padahal kita seharusnya sadar diri sebagai orang yang tidak sempurna dan masih membutuhkan kesempurnaan.
Apa yang mau Tuhan Yesus katakan kepada kita?
Pertama, Janganlah kita menjadi penghalang kerahiman Allah. Kita semua adalah orang yang tidak sempurna, lemah, dan banyak berbuat dosa, sehingga membutuhkan pengampunan yang berlimpah dari Tuhan. Artinya kita semua membutuhkan kerahiman Tuhan. Sebab itu jangan menghakimi dan jangan berpikiran negatif terhadap sesama.
Kedua, Kita semua membutuhkan rahmat dan kasih Tuhan Allah. Ia menganugerahkan kepada kita dengan gratis. Tuhan saja memberinya gratis, mengapa kita pelit dan menutup diri untuk tidak memperhatikan sesama?
Ketiga, Kesadaran sebagai sesama saudara. Kita semua adalah saudara yang memanggil Allah sebagai Bapa kita. Kita sebagai sesama saudara memiliki kelebihan dan kekurangan di hadapan Tuhan. Seharusnya kita bekerja sama untuk keluar dari ikatan dosa yang menghalangi kita untuk mengalami kerahiman Allah.
Pada hari ini pikiran dan hati kita dibaharui Tuhan oleh sabda-Nya. Mari kita menjadi saudara dan sahabat di hadapan Tuhan. Kita semua membutuhkan Tuhan dan kerahiman-Nya.
PJSDB