Food For Thought: Saling memahami…

Saling memahami itu perlu dan harus!

P. John SDBFokus permenungan saya sepanjang hari ini adalah keluarga. Saya mengingat pengalaman di dalam keluarga sendiri. Orang tua saya tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi untuk menjadi ayah dan ibu yang baik. Mereka hanya memiliki pengalaman yang biasa menjadi luar biasa. Berbekal pengalaman itu mereka mengembangkan diri untuk menjadi orang tua, guru dan sahabat bagi kami anak-anak. Mereka selalu membuka peluang untuk memahami kami, dan kami memiliki peluang untuk memahami mereka.

Saya selalu bersyukur karena orang tuaku, dengan segala kekurangan dan kelebihan, mereka telah membuktikan bahwa hanya maut yang dapat memisahkan mereka. Hal ini sudah terjadi pada tanggal 14 Februari 1997 ketika ayahku dipanggil lebih dahulu oleh yang empunya kehidupan. Kini ibuku masih menikmati masa senjanya berusia 85 tahun dan masih sehat. Benar kata Yesus, “Apa yang Tuhan persatukan tidak dapat diceraikan manusia.”

Saya membayangkan keluarga-keluarga muda yang saya berkati pernikahannya. Saya sudah lupa berapa pasangan yang saya berkati selama lebih dari lima belas tahun sebagai pastor. Ada di antara mereka masih bahagia melanjutkan hidup pernikahan, mereka saling setia satu sama lain. Ada yang sedang mengalami pergumulan sebagai keluarga muda. Ini wajar saja. Kesetiaan dalam perkawinan adalah sebuah pengorbanan. Sebab itu saudari dan saudara yang pernah saya berkati pernikahannya dan yang akan saya berkati supaya berusaha untuk saling memahami satu sama lain. Bukankah Tuhan mempersatukan kalian karena kecocokan, cinta untuk kehidupan? Bukankah kalian begitu bahagia di hari pernikahan? Saya selalu menitip pesan kepadamu: “Menikah itu punya satu tujuan yakni supaya menjadi orang bahagia dan kalau boleh orang yang paling bahagia. Kalau sekarang anda menderita, tanyalah dirimu mengapa? Apakah anda egois? Semoga tidak demikian!

Saya mengingat Carl Rogers, seorang Psikolog yang menulis buku: “On Becoming Person”. Di dalam buku itu beliau menulis tentang bagaimana kita bisa memahami orang lain yang ada di sekitar kita. Ia menulis: “Sewaktu saya diperbolehkan mulai memahami orang lain, hal itu ternyata merupakan hal yang amat bernilai. Cara merumuskannya mungkin terdengar aneh bagi anda. Apakah perlu mengizinkan diri sendiri untuk memahami orang lain? Ya, memang perlu. Reaksi kita terhadap kebanyakan pernyataan yang diucapkan orang itu adalah evaluasi bukan pemahaman. Sewaktu seorang mengutarakan perasaan, sikap atau keyakinannya, pada umumnya kita cenderung langsung merasa “hal itu benar”, Hal itu bodoh”, “hal itu tidak normal”, “hal itu tidak masuk akal”, “hal itu salah”, “hal itu tidak bagus”. Amat jarang kita mengizinkan diri kita sendiri untuk memahami maksud pernyataan orang lain secara persis.”

Sebuah keluarga yang bahagia, membutuhkan kemampuan untuk membangun kemunikasi dengan baik dan saling memahami satu sama lain. Cinta itu sebuah perjuangan sampai tuntas.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply