Homili 31 Oktober 2016

Hari Senin, Minggu Biasa ke-XXXI
Flp 2:1-4
Mzm 131:1.2.3
Luk 14:12-14

Berjalan bersama kaum miskin

imageSt. Theresia dari Kalkuta merupakan seorang kudus modern yang memberi dirinya secara utuh bagi kaum miskin di Kalkuta. Dia adalah rasul Yesus Kristus yang menginspirasikan banyak orang, dari berbagai suku, ras dan agama untuk tetap berbuat baik kepada sesamanya. Ia pernah berkata: “Marilah kita menyentuh sekarat, miskin, kesepian dan tidak diinginkan sesuai dengan rahmat yang kita terima dan membiarkan kita tidak malu atau lambat untuk melakukan pekerjaan yang sederhana.” Salah seorang Hindu yang terinspirasi oleh hidup dan karya Bunda Theresia adalah T Raja. Pada tahun 1997, ia mendirikan New Ark Mission. Mulanya T. Raja mengalami hidup dalam kegelapan hingga diusir oleh orang tuanya dari rumah. Perjumpaan dengan Bunda Theresa dari Kalkuta mengubah seluruh hidupnya. Ia beralih kepada pelayaan kepada kaum miskin. Ia berprinsip, sekurang-kurangnya kaum miskin dapat meneguk coca-cola, spirite dan pepsi sebelum meninggal dunia. Bagi T Raja, Yesus Kristus dari Injil dan kehidupan pribadi Bunda Theresia dari Kalkuta telah mengubah hidupnya. Ia berjalan bersama kaum miskin.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengingatkan kita untuk memiliki hati yang terbuka bagi kaum miskin dan menderita. Ketika itu Yesus mendapat undangan dari seorang Farisi untuk makan bersama di rumahnya. Ini menjadi kesempatan bagi-Nya untuk menyadarkan orang Farisi itu. Ia berkata: “Bila engkau mengadakan perjamuan siang atau malam, jangan mengundang sahabat-sahabatmu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasanya” (Luk 14: 12). Perkataan Yesus ini tentu merupakan sebuah ajaran baru yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat saat itu, dan juga hidup aktual. Mengapa? Karena setiap perjamuan pasti memprioritaskan keluarga sendiri. Orang-orang di kampung menggunakan istilah rekadu. Mereka memiliki daftar nama orang-orang yang diundang, dan kriterianya adalah membalas budi baik orang. Artinya orang yang pernah mengundang kita, kita catat namanya dan pada gilirannya, mereka akan kita undang.

Tuhan Yesus mengoreksi dan mengajarkan sesuatu yang baru bagi orang Farisi dan kita yang membaca Injil saat ini. Ia berkata: “Kalau engkau mengadakan sebuah perjamuan, undanglah orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Engkau akan merasa bahagia karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalas engkau. Balasannya akan engkau terima pada hari kebangkitan orang mati.” (Lk 14:14). Hal ini benar-benar merupakan contoh nyata sikap hidup kristiani yakni keberpihakan kepada kaum miskin dan kecil. Secara manusiawi, hanya ada orang tetentu yang mau memihak orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Mereka adalah warga kelas dua dalam masyarakat kita. Yesus menasihati kita, karena Dia sendiri menghayatinya dengan memihak kepada kaum miskin. Ia bahkan menyapa kaum miskin; “Berbahagialah kalian yang miskin dalam roh karena kalian yang empunya Kerajaan Surga” (Mat 5:3). Ia pernah mengatakan bahwa orang miskin selalu ada bersama kita (Mat 26:11; Mrk 14:7). Sebab itu kita bertugas untuk memperhatikan mereka. Ini tetaplah menjadi pedoman bagi seluruh hidup kita di dalam Gereja. Gereja bersatu dengan kaum miskin dan mengentasnya.

Kita semua berupaya untuk selalu berjalan besama kaum miskin. Tuhan Yesus telah menunjukkan teladan baik kepada kita semua untuk berempati terhadap kaum miskin. Ia memanggil kita untuk melakukan hal yang sama, karena ini merupakan sebuah perbuatan kasih.

St. Paulus dalam bacaan pertama mengatakan bahwa di dalam Kristus ada nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesrah dan belas kasih. Semua kebajikan ini menggambarkan Yesus yang menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada sesama manusia. Paulus meminta supaya jemaat menyempurnakan sukacitanya, dengan: “sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan, tidak mencari kepentingan sendiri, atau pujian yang sia-sia.” (Flp 2: 2-3). Nasihat-nasihat Paulus ini masih aktual. Kita berusaha untuk selalu bersatu dengan sesama kita, terutama yang miskin jasmani dan rohani.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Paulus mengharapkan agar dengan rendah hati kita menganggap orang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Kita memberi prioritas kepada sesama yang sangat membutuhkan uluran tangan kita. Paulus juga mengharapkan supaya kita jangan hanya memperhatikan kepentingan sendiri melainkan kepentingan orang lain juga. Artinya, hidup kita akan bermakna kalau berguna bagi sesama yang lain.

Sabda Tuhan membuka borok-borok kehidupan kita karena sikap egois dan tidak memberi ruang dan perhatian kepada kaum miskin. Padahal Tuhan Yesus adalah sahabat orang miskin dan menderita. Mari kita memiliki semangat baru untuk melayani kaum miskin dengan sukacita. Biarlah semua orang merasakan kasih dan kerahiman Tuhan saat ini juga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply