Homili 3 November 2016

Hari Kamis, Minggu Biasa ke-XXXI
Flp 3:3-8a
Mzm 105:2-7
Luk 15:1-10

Buah Kerahiman Allah adalah Sukacita

imageMengawali homili hari ini, saya mengingat perkataan yang inspiratif dari Paus Fransiskus tentang Kerahiman Allah. Beliau menulisnya dalam Bulla Misericordiae Vultus seperti ini: “Marilah kita temukan kembali karya-karya belas kasih ragawi ini, yakni memberi makan kepada yang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi pakaian kepada yang telanjang, menerima orang asing, menyembuhkan yang sakit, mengunjungi yang dipenjara dan mengubur yang meninggal. Kita juga tidak melupakan karya-karya belas kasih rohani yakni memberi nasihat kepada mereka yang ragu-ragu, mengajar yang tidak tahu, menasihati para pendosa, menghibur yang sedih, mengampuni yang bersalah, menanggung dengan sabar mereka yang menyusahkan kita dan berdoa bagi orang-orang yang sudah meninggal dunia.” (MV, 15). Kita hampir menutup tahun Yubileum Kerahiman Allah ini, apakah kita sudah melakukan semua praktek kesalehan ini sebagai ungkapan pertobatan kita? Atau mungkin ada di antara kita yang hingga saat ini belum melakukan sebuah perbuatan amal kasih yang sekaligus menunjukkan kerahiman Allah yang nyata dalam hidup kita?

Salah satu buah Kerahiman Allah adalah sukacita sebagai anak-anak Allah. Sukacita karena Tuhan Allah sendiri menganugerahkan Putera-Nya yang tunggal, Yesus Kristus yang menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada segenap umat manusia. Ia sudah datang ke dunia untuk menghadirkan Kerajaan Allah melalui pewartaan Injil, dan pengajaran-Nya penuh dengan kuasa dan wibawa. Ia berkeliling sambil berbuat baik. Semua orang memuliakan Allah karena perkataan dan pekerjaan-Nya. Yesus melakukan semuanya ini karena Ia mengasihi semua manusia. Ia berbelas kasih terhadap semua manusia yang lemah dan rapuh.

Pada hari ini kita mendengar dua buah kisah Injil tentang pertobatan dan sukacita karena kerahiman Allah. Kedua kisah ini dilatarbelakangi oleh sikap Yesus yang mengasihi orang berdosa dan menghancurkan dosa-dosa mereka. Dari Injil kita dapat mengerti bahwa para pemungut cukai dan orang-orang berdosa adalah optio fundamental kerahiman Allah dalam diri Yesus Kristus. Yesus sendiri melihat manusia dan nilai kehidupannya untuk dikasihi, dibantu untuk bertobat supaya dapat merasakan sukacita kerahiman Allah.

Manusia memang mudah melihat dosa dan salah, tetapi sangat sulit untuk melihat kebajikan-kebajikan yang dimiliki sesama manusia yang lain. Sikap hidup manusia ini sangat berbeda dengan sikap Tuhan sendiri. Tuhan mengampuni semua dosa dan salah kita, melempar semuanya ke tubir-tubir laut. Tuhan hanya meminta kita untuk melakukan dengan setia karya-karya kerahiman Allah supaya kita layak berada di hadirat-Nya. Dampaknya adalah pertobatan batin kita.

Kedua kisah Injil yang dimaksud dalam Injil Lukas adalah, pertama, kisah tentang domba yang hilang. Dikisahkan bahwa ada seorang yang mempunyai seratus ekor domba. Ada satu ekor domba yang hilang di padang berumput. Sikap sang gembala adalah kerelaannya untuk meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor untuk mencari satu ekor yang hilang. Ketika sang gembala menemukan domba yang hilang, ia sangat bersukacita. Ia berpesta dengan para sahabatnya karena menemukan dombanya yang hilang. Cara memikul domba yang hilang juga luar biasa. Ia meletakkanya di atas bahu dengan gembira. Hal yang sama juga terjadi di pihak Tuhan, ketika seorang pendosa bertobat dengan tulus di hadapan Tuhan maka ada sukacita yang besar di surga. Orang berdosa yang bertobat lebih dihargai daripada orang yang pura-pura tidak berdosa atau pura-pura kudus. Orang yang pura-pura berteriak dan bertindak atas nama Allah.

Kisah kedua adalah seorang wanita yang memiliki sepuluh dirham. Apabila ia kehilangan satu dirham maka ia akan menyalahkan pelita, menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai menemukannya. Ia akan bersukacita bersama teman-temannya ketika menemukan dirham itu. Semua sahabat dan tetangganya akan ikut bersukacita karena dirham yang hilang sudah ditemukannya kembali.

Demikian, kedua kisah ini hendak mengatakan bahwa bagi Tuhan Yesus, akan ada sukacita yang besar bagi para malaikat Allah karena satu orang berdosa bertobat. Yesus datang ke dunia bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa (Mrk 2:17). Ia menyerukan pertobatan. Ini adalah sebuah ajakan dari Yesus bagi kita semua untuk siap selalu dalam melakukan pertobatan pribadi di hadirat Tuhan. Yesus menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada kita semua. Apakah kita sudah terbuka untuk merasakan kerahiman Allah yang berlimpah rua ini?

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi membagi pengalaman rohaninya yang sederhana namun amat kaya. Ia berkata: “Saudara-saudara, kitalah orang-orang bersunat, yaitu kita yang beribadat oleh Roh Allah, yang bermegah dalam Yesus Kristus dan tidak menaruh kepercayaan pada hal-hal lahiria.” (Flp 3:3). Paulus membicarakan jati diri para murid Tuhan. Seorang murid yang baik adalah dia yang bermegah di dalam Yesus Kristus. Hanya di dalam Dia ada keselamatan. Bagi Paulus, Yesus adalah segala-galanya. Segala sesuatu yang sifatnya lahiria pernah dijunjung tinggi tetapi kini ia merasa rugi karena mengenal Yesus Kristus.

Sikap Paulus ini hendak mengoreksi cara hidup kita yang lama. Banyak orang mengandalkan masa lalu dan kehidupan lahirianya. Mereka suka membandingkan masa lalu dengan masa sekarang. Dengan sakramen pembaptisan, kita lahir menjadi manusia baru di dalam Kristus. Kita mengandalkan Tuhan Yesus Kristus di dalam hidup kita. Hanya melalui Yesus Kristus, kita merasakan sukacita atas kerahiman Allah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply